Laporan Khusus

Tak Bisa "Bikin Drama" Lagi, Kini KPK Bisa Seret Koruptor TNI

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
29 November 2024 22:00
Tak Bisa "Bikin Drama" Lagi, Kini KPK Bisa Seret Koruptor TNI
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak (kedua kiri) meminta maaf karena KPK menetapkan dua tersangka korupsi anggota TNI aktif di Basarnas pada 2023.

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), asalkan pengusutan kasus tersebut dimulai oleh KPK. Putusan ini memberikan pemaknaan baru terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Ketua MK Suhartoyo mengumumkan putusan tersebut di Gedung MK, Jakarta, Jumat (29/11/2024). MK mengabulkan sebagian uji materi yang diajukan oleh advokat Gugum Ridho Putra. Amar putusan menyatakan Pasal 42 UU KPK, yang sebelumnya hanya mengatur koordinasi KPK dalam kasus yang melibatkan militer dan sipil, kini disertai tambahan frasa yang menegaskan bahwa KPK berwenang menangani perkara yang sejak awal diungkap olehnya.

Apresiasi dari KPK

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyambut baik putusan MK ini. Ia mengungkapkan rencana koordinasi dengan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI guna memastikan implementasi teknis putusan tersebut.

“KPK mengapresiasi putusan MK ini. Kami akan segera berkoordinasi dengan Menhan dan Panglima TNI untuk menindaklanjuti pengaturannya secara teknis,” ujar Ghufron.

Selama ini, Ghufron menjelaskan, jika ada kasus yang melibatkan sipil dan anggota TNI, berkas perkara sering kali dipisah. Sipil ditangani KPK, sedangkan anggota TNI disidangkan di peradilan militer. Pemisahan ini menyebabkan disparitas penegakan hukum dan mengurangi efisiensi.

“Dengan putusan ini, KPK memiliki kepastian hukum untuk menangani perkara yang sejak awal diungkap oleh kami,” tegasnya.

Selama ini, KPK menghadapi kesulitan dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI. Pemisahan perkara sering kali menimbulkan potensi ketidakefisienan dan disparitas dalam penegakan hukum.

Namun, dengan adanya putusan MK ini, KPK memiliki dasar hukum yang lebih kuat untuk menangani kasus koneksitas antara sipil dan militer. Putusan ini diyakini akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penanganan kasus korupsi di lingkungan TNI, sekaligus menegaskan komitmen KPK dalam memberantas korupsi tanpa pandang bulu.

Ghufron berharap agar putusan ini menjadi langkah maju dalam menciptakan keadilan yang lebih transparan dan akuntabel. “Kami akan terus berupaya memastikan penegakan hukum berjalan dengan adil dan profesional,” pungkasnya.

Respons dari TNI

Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Hariyanto menyatakan bahwa TNI menghormati putusan MK tersebut. Ia juga menyebutkan bahwa TNI akan mempelajari lebih lanjut implikasi dari putusan ini.

“TNI menghormati setiap keputusan MK. Kami akan mempelajari putusan tersebut dan berkoordinasi dengan KPK, Kejaksaan Agung, serta instansi terkait untuk memastikan pelaksanaan hukum sesuai prinsip keadilan dan transparansi,” jelas Hariyanto.

Ia menegaskan bahwa proses hukum tidak boleh bertentangan dengan peraturan lain atau mengganggu tugas utama TNI dalam menjaga kedaulatan negara.

Ogah Diperiksa KPK

Perselisihan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terkait status tersangka Kepala Basarnas Henri Alfiandi dalam kasus dugaan korupsi akhirnya mereda setelah pimpinan KPK menyampaikan permintaan maaf.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak secara terbuka mengakui adanya kekeliruan dari tim penyidik KPK. "Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwa manakala ada keterlibatan TNI, harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," ujar Johanis di kantor KPK, Jumat (28/7/2023).

Kronologi Perselisihan

Pada Rabu (26/7/2023), KPK menetapkan Henri Alfiandi sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Selain Henri, KPK juga menetapkan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto, sebagai tersangka dalam kasus yang sama.

Namun, langkah ini menuai keberatan dari pihak TNI. Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda Agung Handoko, menyatakan bahwa penetapan tersangka tersebut menyalahi aturan. Ia menegaskan bahwa Henri masih berstatus sebagai anggota aktif TNI saat menjabat sebagai Kabasarnas, sehingga kasusnya seharusnya ditangani oleh peradilan militer.

Agung bahkan menyebut tindakan KPK sebagai "melebihi kewenangannya". Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers resmi di Mabes TNI, Jakarta, untuk merespons penetapan tersangka tersebut.

Minta Maaf

Pada Jumat (28/7/2023), Marsekal Muda Agung Handoko bersama rombongan Puspom TNI bertemu dengan pimpinan KPK di kantor KPK. Usai pertemuan, Johanis menyampaikan permintaan maaf kepada TNI atas kekeliruan KPK dalam menangani kasus tersebut.

"Kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI, atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan," kata Johanis. Ia juga mengakui bahwa tim penyidik KPK seharusnya menyerahkan kasus yang melibatkan anggota aktif TNI kepada institusi militer sesuai dengan aturan yang berlaku.

Harus TNI

Dalam konferensi pers sebelumnya, Danpuspom TNI menegaskan pentingnya pengakuan terhadap prosedur hukum yang sesuai dengan kewenangan masing-masing institusi. Ia menegaskan penanganan kasus yang melibatkan anggota TNI aktif harus dilakukan oleh peradilan militer. (dan)


Berita Lainnya