Pilkada 2024

RUU Pilkada Batal, Gerindra "Buka Kran" Calon Partai Lain di KIM

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
23 Agustus 2024 19:30
RUU Pilkada Batal, Gerindra "Buka Kran" Calon Partai Lain di KIM
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani di kantor DPP Partai Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat (23/8/2024)

JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menyatakan partainya membuka kemungkinan bagi partai-partai dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mencalonkan kader mereka sendiri dalam Pilkada 2024. Hal ini disampaikan Muzani setelah DPR RI memutuskan untuk tidak melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada 2024 yang mengatur ambang batas suara.

"Dalam KIM, kami memberikan keleluasaan kepada setiap partai politik untuk mengambil keputusan politiknya di daerah, karena kami menghormati hal tersebut," ujar Muzani di kantor DPP Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat. Muzani menilai bahwa setiap partai dalam KIM memiliki kekuatan yang berbeda di tiap wilayah, sehingga ada yang dapat maju tanpa harus berkoalisi. Ia juga mengakui adanya perbedaan pandangan dalam tubuh KIM setelah RUU Pilkada batal disahkan.

"Ada penggabungan dan ada perbedaan, dan kami menghormati itu," kata Muzani. Meski begitu, Muzani tetap berharap agar KIM tetap solid dalam Pilkada 2024 untuk mencapai kemenangan maksimal. Ia juga memastikan bahwa upaya mempererat soliditas dalam KIM akan terus dilakukan agar koalisi pemerintah ini dapat memenangkan seluruh daerah dalam Pilkada 2024.

"Kami akan terus membangun komunikasi dan mempererat silaturahmi dalam berbagai forum," tambah Muzani. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, mengubah aturan mengenai ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah. MK memutuskan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD tetap dapat mencalonkan pasangan calon. Persyaratan untuk mengusulkan pasangan calon berdasarkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu kini hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.

Ketua MK, Suhartoyo, menyampaikan bahwa MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora. MK juga mengatur syarat pencalonan untuk gubernur, bupati, dan wali kota berdasarkan jumlah penduduk di daftar pemilih tetap. Pada kasus ini, Partai Buruh dan Partai Gelora mempertanyakan konstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, karena bertentangan dengan prinsip demokrasi yang seharusnya membuka peluang bagi semua partai politik peserta pemilu untuk mengajukan calon kepala daerah.

Selain itu, MK juga menilai bahwa syarat ambang batas yang diatur dalam Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat jika tidak diselaraskan dengan dukungan yang diperlukan bagi calon perseorangan. Dengan keputusan ini, Pasal 40 Ayat (1) juga harus diubah agar lebih adil bagi semua partai politik peserta pemilu. (ant)


Berita Lainnya