Politik dan Pemerintahan
Pemerintah Siapkan Rp 599,44 T Bayar Bunga Utang 2026

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengalokasikan anggaran sebesar Rp 599,44 triliun untuk pembayaran bunga utang negara pada tahun 2026. Jumlah ini naik 8,6% dibandingkan proyeksi pembayaran bunga utang tahun anggaran 2025.
“Dalam RAPBN tahun anggaran 2026, pembayaran bunga utang direncanakan sebesar Rp 599.440,9 triliun, naik 8,6% dari outlook pembayaran bunga utang pada tahun anggaran 2025,” tulis dokumen Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026, dikutip Senin (18/8/2025).
Dari total anggaran tersebut, beban bunga utang masih didominasi oleh kewajiban dalam negeri, yakni Rp 538,70 triliun. Sementara itu, bunga utang luar negeri tercatat sebesar Rp 60,74 triliun.
Meski terjadi kenaikan, laju pertumbuhan bunga utang pada 2026 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2025, pertumbuhan pembayaran bunga mencapai 13% dibandingkan realisasi pembayaran bunga tahun 2024.
Faktor Penyebab Beban Bunga
Pembayaran bunga utang meliputi kupon surat berharga negara (SBN), bunga pinjaman, serta biaya lain yang timbul dari pengelolaan utang. Besarannya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.
“Secara inheren, beban bunga utang terdampak risiko yang bersumber dari volatilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan perubahan tingkat suku bunga,” demikian keterangan dalam dokumen RAPBN 2026.
Selain itu, sentimen pasar terhadap instrumen SBN, kebutuhan pembiayaan anggaran, serta kondisi ekonomi terkini juga menjadi faktor penting yang menentukan besaran beban bunga.
Pemerintah menegaskan komitmennya untuk menjaga pembayaran bunga utang tetap efisien dan terkendali melalui strategi pengelolaan utang yang hati-hati (prudent), terukur, dan berbasis manajemen risiko.
Dalam perumusan strategi pembiayaan, pemerintah mempertimbangkan keseimbangan antara biaya utang dan tingkat risiko agar tidak membebani fiskal, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
“Untuk menjaga beban bunga tetap terkendali, pemerintah mengutamakan sumber pembiayaan yang efisien dan mengoptimalkan struktur portofolio utang, baik dari sisi tenor maupun jenis instrumen, guna menekan volatilitas biaya utang akibat perubahan suku bunga pasar,” jelas Sri Mulyani. (sa)