Laporan Khusus

Ide PDIP ”Tak Laku”, Tito Karnavian Ogah Jadi Atasan ”Parcok”

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
02 Desember 2024 21:00
Ide PDIP ”Tak Laku”, Tito Karnavian Ogah Jadi Atasan ”Parcok”
Ilustrasi pasukan Polri siap berugas untuk pengamanan-pemilu.

JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dengan tegas menolak usulan yang diajukan oleh PDIP agar institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berada langsung di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan tidak lagi di bawah Presiden. Penolakan tersebut disampaikan Tito setelah menghadiri Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, pada Senin (2/12/2024).

"Saya berkeberatan," ujar Tito, yang pernah menjabat sebagai Kapolri, menanggapi usulan tersebut. Menurut Tito, Polri telah lama berada langsung di bawah Presiden, dan pemisahan Polri dari TNI merupakan salah satu capaian reformasi yang harus dihormati. "Karena sejak dulu memang sudah dipisahkan di bawah Presiden, itu adalah kehendak reformasi. Sudah jelas seperti itu," tegasnya.

Usulan PDIP

Usulan ini awalnya disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Sitorus. Menurut Deddy, usulan tersebut muncul sebagai respons atas indikasi keterlibatan aparat kepolisian dalam Pilkada Serentak 2024 di beberapa wilayah, yang disebutnya sebagai "Partai Cokelat" atau Parcok.

"Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong agar Polri kembali di bawah kendali Panglima TNI atau agar Polri dikembalikan ke bawah Kemendagri," ujar Deddy di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (28/11/2024). Deddy berharap, usulan ini dapat disetujui oleh DPR RI. Ia juga mengusulkan agar tugas kepolisian direduksi menjadi fungsi-fungsi seperti pengelolaan lalu lintas, patroli keamanan lingkungan, serta investigasi dan penyelesaian kasus kejahatan hingga proses pengadilan.

Polemik

Usulan ini memicu polemik, mengingat struktur Polri yang berada di bawah Presiden telah menjadi bagian dari reformasi besar sejak era pasca-Orde Baru. Tito Karnavian menegaskan bahwa reformasi tersebut bertujuan untuk memperkuat profesionalitas dan netralitas Polri sebagai institusi penegak hukum yang independen.

Perdebatan ini mencerminkan dinamika hubungan antara partai politik dan lembaga negara, dengan harapan bahwa keputusan yang diambil tetap sesuai dengan semangat reformasi dan kepentingan bangsa.

Mayoritas Fraksi DPR Tolak

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan bahwa tujuh dari delapan fraksi di Komisi III menolak usulan Fraksi PDIP yang menginginkan Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Mayoritas fraksi di Komisi III menyampaikan, tujuh dari delapan fraksi menyatakan tidak sepakat dengan usulan tersebut," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senin (2/12/2024).

Sikap PKB dan NasDem

Ketua Fraksi PKB, Jazilul Fawaid, menyatakan bahwa fraksinya menolak usulan tersebut. Menurut Jazilul, struktur Polri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden sudah tepat.

"Bagi PKB, setelah kami kaji, tetap pada struktur yang ada sekarang ini," ujar Jazilul.

Ia menekankan perlunya reformasi kultur di internal Polri daripada perubahan struktur dalam pemerintahan.

"Karena melihat argumentasi dan alasannya juga belum terlalu kuat, menurut saya yang perlu direformasi adalah kultur, bukan struktur," tambahnya.

Pendapat senada disampaikan oleh anggota Komisi III dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni. Menurutnya, tudingan bahwa Polri tidak netral dalam politik praktis tidak akan hilang hanya dengan memindahkan Polri di bawah Kemendagri.

"Kalau memang ada dugaan dianggap alat negara dipakai untuk kepentingan kelompok, biarkan berlalu saja. Tapi Polri adalah bagian dari instrumen negara yang harus melapor langsung kepada Presiden, bukan di bawah kementerian. Kalau diubah, nanti malah ngawur," ujar Sahroni. (dan)

 


Berita Lainnya