Features
Tak Kunjung Digantung di Monas, Anas Urbaningrum Tawarkan Kader ke Prabowo
JAKARTA - Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) merayakan ulang tahunnya yang ke-3 pada Senin, 28 Oktober 2024. Pimpinan Nasional PKN bersama seluruh kader mengadakan perayaan di kantor Pimpinan Nasional (Pimnas) PKN, Menteng, Jakarta Pusat.
Ketua Umum PKN, Anas Urbaningrum, menyatakan partainya mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran, meski belum berencana bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM). "Kami memilih posisi independen dan mandiri, tidak memihak pada pasangan calon saat itu dalam penyusunan kabinet. PKN tetap pada posisi mandiri atau independen," kata Anas.
Anas menambahkan, PKN lebih fokus pada visi dan misinya dalam mendukung pemerintahan tanpa harus bergabung secara formal. "Bagi PKN, yang terpenting adalah pemerintahan ini berjalan sesuai visi misinya. Bukan soal bagaimana PKN bergabung di dalam pemerintahan," jelasnya.
Anas menegaskan PKN siap memberikan dukungan berupa tenaga ahli atau ide-ide kepada pemerintahan Prabowo-Gibran jika dibutuhkan. "Kalau pemerintah membutuhkan bantuan, baik personel, gagasan, atau konsep, insyaallah PKN punya sumber daya untuk itu," ucapnya.
Anas menekankan PKN tidak berinisiatif untuk bergabung, mengingat Koalisi Indonesia Maju (KIM) sudah memiliki basis yang kuat. "PKN tidak berupaya menyodorkan diri untuk bergabung. Bagi kami, yang terpenting adalah kabinet besar ini mampu menghasilkan kinerja dan prestasi besar," lanjutnya.
Lebih jauh, Anas berharap agar visi-misi pemerintahan Prabowo-Gibran bisa terwujud sesuai harapan. Menurutnya, jika pemerintahan ini mampu memberikan perbaikan nyata, hal tersebut akan sejalan dengan misi yang diemban oleh PKN. "Jika ada prestasi besar dan perbaikan nyata dalam kehidupan masyarakat, maka sebagian misi PKN sudah selaras dengan pencapaian itu," tutup Anas.
Gantung Anas di Monas
Anas Urbaningrum adalah mantan ketua umum Partai Demokrat yang terkenal dengan pernyataannya yang berbunyi, "Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas." Pernyataan ini muncul setelah pada tahun 2011, mantan Bendahara Partai Demokrat, M Nazaruddin, menuding Anas terlibat dalam kasus korupsi proyek Hambalang. Tudingan ini mencuat saat Nazaruddin berada di luar negeri setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek wisma atlet Sea Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. Anas yang merasa tidak terlibat dalam kasus Hambalang, dengan tegas menyatakan kesiapannya untuk dihukum jika terbukti bersalah.
"Saya yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," kata Anas di Kantor DPP Demokrat, Jakarta Pusat, pada Jumat (9/3/2012). Saat kasus ini semakin hangat, Anas meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak terlalu mengurusi kasus Hambalang, karena menurutnya tuduhan tersebut berasal dari pernyataan tak berdasar Nazaruddin.
Meski demikian, "nyanyian" Nazaruddin akhirnya membawa KPK untuk menyelidiki kasus tersebut, dan Anas kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2013. Ia ditahan pada Januari 2014, dan sebulan setelahnya, tepatnya pada 23 Februari 2014, Anas mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Pada September 2014, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta kepada Anas atas kasus korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan beberapa proyek APBN lainnya. Hukuman ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK yang meminta hukuman 15 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp 94 miliar serta 5,2 juta dolar AS.
Tidak terima atas vonis tersebut, Anas mengajukan banding, dan pada Februari 2015, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas hukumannya menjadi 7 tahun. Namun, Anas tetap harus membayar denda Rp 300 juta. Merasa tidak puas, Anas melanjutkan upaya hukum ke Mahkamah Agung (MA), yang pada Juni 2015 menolak permohonannya. Majelis hakim yang dipimpin Artidjo Alkostar justru memperberat hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara, dengan tambahan denda Rp 5 miliar dan subsider kurungan selama satu tahun empat bulan, serta kewajiban membayar uang pengganti Rp 57,5 miliar.
Lima tahun kemudian, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Anas. Pada September 2020, majelis hakim yang dipimpin Sunarto mengurangi hukuman Anas menjadi 8 tahun penjara, namun tetap memberlakukan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 57,9 miliar dan 5,26 juta dolar AS. Anas juga dikenai hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah masa hukuman selesai. Anas akhirnya bebas murni pada Senin, 10 Juli 2023, yang diumumkan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung, Jawa Barat. (dan)