Nasional
OTT KPK, Dirut PT Inhutani V Tersangka Suap

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di wilayah Jabodetabek pada Rabu (13/8/2025). Dalam OTT keempat KPK sepanjang tahun ini, tiga orang langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, termasuk Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady.
Dalam operasi tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti berupa uang tunai 189.000 dolar Singapura (sekitar Rp 2,4 miliar), uang Rp 8,5 juta, serta dua mobil mewah, yakni Jeep Rubicon dan Mitsubishi Pajero.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan dua tersangka lain adalah Djunaidi (DJN), Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), serta Aditya (ADT), staf perizinan SB Grup. Djunaidi dan Aditya berperan sebagai pemberi suap, sementara Dicky diduga menjadi penerima.
“Setelah melakukan kegiatan tangkap tangan dan pemeriksaan intensif, kami menemukan setidaknya dua alat bukti yang cukup. Oleh karena itu, perkara ini kami naikkan ke tahap penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Awal Kasus
Perkara ini berawal dari kerja sama pengelolaan kawasan hutan seluas puluhan ribu hektare di Lampung antara PT Inhutani V dan PT PML. Namun pada 2018, PT PML tersandung masalah hukum karena tidak memenuhi kewajiban, termasuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 2,31 miliar dan dana reboisasi. Mahkamah Agung, melalui putusan berkekuatan hukum tetap, memerintahkan PT PML membayar ganti rugi Rp 3,4 miliar kepada PT Inhutani V.
Meski kewajiban tersebut belum dipenuhi, PT PML tetap mengajukan perpanjangan kerja sama pada awal 2024. Di sinilah dugaan suap mulai terungkap.
Menurut Asep, pada Agustus 2024, Dicky diduga menerima uang tunai Rp 100 juta dari Djunaidi untuk keperluan pribadi. “Permintaan dari saudara DIC (Dicky Yuana Rady) tidak berhenti di situ,” ujarnya.
Permintaan Mobil Mewah
Puncaknya terjadi pada Juli 2025, di sebuah lapangan golf di Jakarta. Dicky meminta Djunaidi membelikan mobil baru. Djunaidi menyanggupi permintaan tersebut, dan melalui stafnya, Aditya, mengurus pembelian mobil Jeep Rubicon senilai Rp 2,3 miliar untuk Dicky. Mobil tersebut kini disita KPK dari kediaman Dicky, bersama satu unit Pajero.
Selain mobil, Aditya juga menyerahkan uang tunai 189.000 dolar Singapura dari Djunaidi untuk Dicky di Kantor PT Inhutani V. KPK turut menyita uang tunai Rp 8,5 juta dalam OTT tersebut.
Djunaidi dan Aditya sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sementara Dicky sebagai penerima suap dikenakan Pasal 12 atau Pasal 11 UU Tipikor. Ketiganya ditahan selama 20 hari pertama di Rutan KPK Gedung Merah Putih.
Catatan Transparansi
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Asri Widayati, menilai kasus ini menjadi ujian bagi penegakan hukum setelah lahirnya UU BUMN terbaru yang menyebut direksi BUMN bukan lagi penyelenggara negara. Menurutnya, hal ini berpotensi membuat mereka kebal dari jeratan UU Tipikor.
“Kasus ini harus dikawal sampai pengadilan agar menjadi yurisprudensi bahwa UU Tipikor tetap dapat menjerat direksi BUMN yang korup,” tegas Asri. (sa)