Opini
Islam dan Peperangan kepada Rasisme
RASISME adalah penyakit sosial manusia yang historis. Jika kita mengkaji perjalanan klasik yang disebut peradaban manusia akan kita dapati bahwa penyakit rasisme memang sejak dahulu adalah permasalahan utama yang dihadapi oleh setiap bangsa. Dari bangsa Mesir Kuno, Yunani, Romawi, hingga ke China dan India, semuanya memiliki sejarah kelam rasisme. Bahkan penjajahan negara-negara di Asia dan Afrika oleh Penjajah Barat, hingga didatangkannya warga hitam ke Amerika untuk diperbudak tidak lepas dari rasisme bangsa-bangsa penjajah itu.
Penjajahan bangsa Palestina sesungguhnya juga tidak bisa dilepaskan dari karakter rasis zionis yang merasa lebih superior karena mereka adalah orang-orang yang terpilih. Tidak mengejutkan ketika Menteri Pertahanan Israel pernah menyebut bangsa Palestina sebagai “manusia hewan” (human animals) beberapa waktu lalu. Pembunuhan dan genosida yang mereka lakukan tanpa perasaan bersalah karena mereka memang melihat bangsa Palestina sebagai bangsa yang tidak memiliki kemuliaan.
Sejarah Amerika juga tidak lepas dari mentalitas rasisme yang dalam. Kita tidak melupakan bagaimana kaum afro Amerika yang dipaksa datang ke negara ini dan dijadikan budak dan pekerja kasar oleh penjajah bangsa Barat. Realita inilah yang melahirkan pergerakan sipil di bawah kepemimpinan Martin Luther di tahun 1960-an. Bahkan kedatangan kaum Eropa di daratan Amerika menjadi catatan kelam sejarah bagaimana mereka memperlakukan warga asli Amerika. Tidak saja bahwa tanah dan kepemilikan mereka dirampas. Tapi mereka dipinggirkan sehingga dengan sendirinya semakin termarjinalkan dan tereliminir.
Sebelum Islam hadir di semenanjung Arabia rasisme dan perilaku rasis sangat tinggi. Kita mengenal perbudakan mereka yang lemah dan khususnya yang berkulit hitam seperti Bilal. Bahkan perbudakan menjadi gaya hidup dan dianggap kemuliaan bagi pihak-pihak yang merasa superior itu. Semakin banyak budak semakin merasa mulia dan terhormat.
Rasisme dari masa ke masa semakin kompleks dan canggih. Bahkan seringkali terbungkus oleh slogan-slogan indah seperti kemerdekaan, kemanusiaan dan keadilan itu sendiri. Tapi sejatinya yang terjadi adalah pelegalan praktek rasis atas nama slogan-slogan indah itu. Kenyataannya rasisme tidak saja bersifat individual. Tapi telah menjadi permasalahan kebangsaan, permasalahan antar bangsa. Lebih runyam lagi rasisme seringkali bersifat sistemik atau menjadi bagian dari kebijakan pemerintah, di sengaja dan terbuka atau tidak disengaja dan diam-diam. Tapi dalam berbagai kebijakan pemerintah terselubung tendensi rasisme kepada pihak-pihak tertentu.
Perang Islam Terhadap Rasisme
Kedatangan Rasulullah membawa ajaran atau petunjuk Allah SWT hadir untuk melakukan transformasi totalitàs dalam kehidupan manusia. Salah satu ajaran mendasar Islam adalah mengembalikan semua manusia pada posisi yang setara sebagai hamba. Bahwa dalam hidup ini hanya ada satu yang superior, Allah Yang Maha Besar dan Maha Tinggi.
Beberapa pedoman dasar Islam dalam mengajarkan kesetaraan manusia. Ada empat dasar yang ingin saya sampaikan.
Pertama, berdasarkan prinsip-prinsip dasar Islam. Ada tiga prinsip dasar Islam yang ke semuanya mengajarkan kesetaraan manusia.
1). Prinsip Monoteisme (at-Tauhid). Mengikrarkan laa ilaaha illallah dan mengimani keesaan Allah memiliki manifestasi sosial dalam kehidupan manusia. Satu di antaranya yang terpenting adalah bahwa dalam kehidupan ini tidak ada yang superior kecuali Dia Yang Maha Besar dan Maha Tinggi. Berikrar laa ilaha illa Allah tapi masih merasa lebih dari orang lain menandakan jika keimanan itu bermasalah.
2). Prinsip keadilan (al-‘adl). Keadilan dalam Islam tidak mengenal batas apapun. Bahkan musuh dalam pandangan Islam jika berhak atas keadilan harus diberikan. Al-Quran menegaskan: “jangan Karena kebencianmu pada suatu kaum lalu kamu tidak bersikap adil”. Di sinilah kesetaraan Islam dalam menerapkan keadilan kepada semua manusia tanpa batas.
3). Prinsip kasih sayang (ar-Rahmah). Dalam prinsip Islam semua manusia tanpa batas, termasuk batas ras, berhak mendapat kasih sayang yang sama.
Kedua, berdasarkan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Al-Quran. Ada begitu banyak ayat-ayat yang mengajarkan kesetaraan manusia.
1). Al-Quran mengajarkan sumber penciptaan yang sama: nafsun wahidah (one soul). Hal ini ditegaskan di Al-Quran Surah 4 ayat 1.
2). Al-Quran mengajarkan kekeluargaan universal manusia yang satu. Bahwa semua manusia memiliki ayah dan Ibu yang sama. Surah Al-Hujurat ayat 13 menegaskan bahwa semua manusia diciptakan dari “seorang laki dan seorang wanita”.
3). Al-Qur’an menegaskan bahwa secara prinsip semua manusia diciptakan dengan dasar kesucian (fitrah). Hal ini ditegaskan di Surah Ar-Rum ayat 30.
4). Al-Qur’an menegaskan bahwa semua manusia dikarunia kemuliaan oleh Allah SWT tanpa batas ras. Hal ini ditegaskan di Surah Al-Isra ayat 70.
5). Al-Qur’an juga menegaskan bahwa ras dan warna kulit itu adalah keputusan Ilahi yang tidak melibatkan keterlibatan manusia. Al-Qur’an menegaskan bahwa “Dialah Allah yang membentuk kamu sesuai yang Dia kehendaki” (Al Imran ayat 6).
Dan banyak lagi ayat-ayat lain dari Al-Quran yang menegaskan kesetaraan ras manusia.
Ketiga, prinsip praktek keagamaan. Pada aspek ini ditegaskan bahwa semua praktek keagamaan, ambillah misalnya rukun-rukun Islam, mengajarkan kesetaraan manusia.
Sholat mengajarkan kesetaraan dengan menyadarkan umat Islam bahwa ketika sedang dalam penyembahan semua sedang berada di hadapan Dia Yang Maha Tinggi Maha Besar. Semua sama di hadapannya, apapun ras dan keadaan dunianya.
Zakat mengajarkan kesetaraan dengan mengangkat derajat mereka yang lemah dan termarjinalkan. Memberikan Zakat kepada mereka yang miskin bukan menjadikan mereka kaya. Tapi memberikan rasa kemanusiaan dan memuliakannya sebagai manusia.
Puasa mengingatkan bahwa nilai kemanusiaan itu ada pada nilai spiritualnya. Dan karenanya selama sebulan semua pelayanan kepada jasad dihentikan sementara demi menguatkan aspek spiritual kehidupan.
Haji tak diragukan lagi mengajarkan kesetaraan Universal. Jutaan manusia dari seluruh latar belakang negara dan ras berkumpul dengan perasaan yang sama, menghamba kepada Tuhan yang satu. Mengajarkan bahwa semua sama dihadapan Yang Maha Kuasa.
Keempat, berdasarkan kepada praktik dan keteladanan hidup Rasulullah SAW. Rasulullah adalah teladan terbaik bagi semua manusia (uswah hasanah).
1). Sejak awal pengikut beliau memiliki latar belakang ras yang ragam. Selain mereka yang bersuku Arab seperti Abu Bakar, Umar, Ali, dan lain-lain, juga kita kenal ada Bilal Al-Habashi, Suhaeb Ar-Rumi, dan Salman Al-Farisi. Semau mereka diperlakukan secara setara oleh Rasulullah SAW.
2). Mungkin yang paling fenomenal dari Rasulullah adalah deklarasi kesetaraan manusia dalam khutbah wada beliau. Di mana beliau menegaskan: “sungguh ayah kalian satu. Semua kalian dari Adam dan Adam tercipta dari tanah. Tidak ada superioritas orang Arab atas non Arab dan tidak ada superioritas non Arab atas Arab kecuali ketakwaan. Tidak ada superioritas orang putih atas orang hitam dan tidak ada superioritas orang hitam atas orang putih kecuali dengan ketakwaan”.
3). Rasulullah kisah dua sahabat yang agung. Sahabat Abu Dzar Al-Gifari dan Bilal bin Rabah berbeda pendapat dalam suatu masalah. Abu Dzar tidak menerima pendapatnya disanggah oleh Bilal, orang miskin, berkulit hitam dan mantan budak. Dia kemudian menyebutnya: “anak seorang wanita hitam”. Bilal tersinggung dan melaporkan itu ke Rasulullah SAW. Rasulullah menegur sahabat terhormat Abu Dzar itu dengan mengatakan: “Anda ada seorang yang masih memiliki kebodohan/jahiliyah”. Mendengar itu Abu Dzar bersujud dan meminta Bilal menginjak kepalanya karena merasa bersalah.
Itulah cara Rasulullah dan sikap tegas beliau dalam mengajarkan kesetaraan kepada umatnya. Bahwa semua sama di hadapan Allah SWT, siapapun dan apapun latar belakangnya.
Harusnya kita bangga sebagai Muslim. Jauh sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa mendeklarasikan Hak Asasi Manusia termasuk kesetaraan ras Islam sudah lama mendeklarasikannya. Mereka yang merasa lebih hebat (Western) perlu membuka mata dan banyak belajar!