Opini
Untuk Gaza, Turki-Mesir Bersatu
Catatan Eko Satiya Hushada

KETEGANGAN di Jalur Gaza kembali menjadi sorotan dunia. Kali ini, dukungan bagi Palestina datang dalam bentuk diplomasi tingkat tinggi. Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi sepakat menekan Israel agar menghentikan rencana ekspansi yang dinilai sebagai langkah aneksasi terselubung. Pertemuan itu berlangsung di sela-sela forum Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), membawa pesan kuat bahwa solidaritas negara-negara Muslim terhadap Palestina belum pudar.
Turki dan Mesir tidak selalu sejalan. Hubungan kedua negara pernah membeku setelah kudeta militer Mesir pada 2013 yang menggulingkan Presiden Mohamed Morsi. Namun, gelombang diplomasi sejak 2022 menghangatkan kembali komunikasi. Gaza menjadi salah satu titik temu yang mempersatukan keduanya. “Ini adalah isu kemanusiaan, bukan hanya politik,” kata seorang diplomat Mesir yang enggan disebutkan namanya.
Didirikan pada 1969, OKI kerap menjadi wadah koordinasi negara-negara Muslim dalam isu Palestina. Meski sering dikritik karena minim langkah konkret, forum ini tetap menjadi simbol persatuan suara dunia Islam. Kali ini, resolusi yang dibawa Turki-Mesir menyerukan embargo senjata dan sanksi internasional bagi Israel jika terus melanggar hukum internasional.
Data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan, sejak awal tahun, ratusan warga sipil menjadi korban akibat serangan udara. Lebih dari 80% penduduk kini bergantung pada bantuan kemanusiaan. Perbatasan Rafah di Mesir menjadi jalur vital distribusi bantuan, namun jalur ini kerap tertutup akibat blokade dan ketegangan militer. “Setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup,” kata Ahmad, relawan kemanusiaan di Khan Younis.
PBB telah mengeluarkan pernyataan mengkritik kebijakan Israel, namun Dewan Keamanan masih terbelah akibat veto dari beberapa negara besar. Negara-negara Barat, terutama AS, terus mendukung Israel dengan alasan keamanan nasional. Di sisi lain, mayoritas negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin memperkuat dukungan mereka terhadap pengakuan Palestina sebagai negara berdaulat.
Menurut pakar hukum internasional Prof. Dr. Rania Hussein, rencana perluasan wilayah Israel di Gaza melanggar Pasal 49 Konvensi Jenewa IV yang melarang pemindahan paksa penduduk. “Jika bukti cukup, ini bisa menjadi kasus di Mahkamah Pidana Internasional,” ujarnya.
Langkah Turki dan Mesir dianggap bisa mengguncang keseimbangan politik Timur Tengah, termasuk hubungan Israel dengan negara-negara Arab yang telah menandatangani Abraham Accords seperti UEA dan Bahrain. Analis memprediksi, jika tekanan diplomasi ini gagal, konflik bisa melebar hingga mempengaruhi stabilitas Laut Merah dan jalur perdagangan global.
Bagi Gaza, dukungan diplomasi mungkin belum langsung menghentikan dentuman bom. Namun langkah ini memberi harapan bahwa suara untuk Palestina masih lantang di panggung dunia. Pertemuan Erdoğan dan el-Sisi di forum OKI bukan hanya simbol rekonsiliasi dua negara, tapi juga pesan bahwa keadilan untuk Palestina tetap menjadi agenda utama dunia Islam. (penulis adalah pemimpin redaksi Satuindonesia.co)