Laporan Khusus

Tidak Ada Titik Terang Akhir Genosida di Gaza: Bisakah Israel Dikalahkan?

Mulyana — Satu Indonesia
26 Juli 2024 17:57
Tidak Ada Titik Terang Akhir Genosida di Gaza: Bisakah Israel Dikalahkan?
Musni Umar

JAKARTA - Musni Umar, Sosiolog dan Juru bicara Alumni Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an (PTIQ) menyampaikan  keprihatinan yang amat mendalam terhadap pemberian karpet merah kepada Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan isi pidatonya di Kongres Amerika Serikat Rabu (24/7/2024).

Menurut Musni Umar, setidaknya ada lima catatan penting tentang hal tersebut. Pertama, berpidatonya Netanyahu di Kongres Amerika Serikat merupakan bukti kuatnya lobi berbagai organisasi Yahudi di kongres Amerika Serikat. ”Tidak mungkin Netanyahu yang sudah membunuh anak-anak, ibu-ibu, para lansia dan melakukan genosida di Gaza diberi karpet merah berpidato di Kongres Amerika Serikat tanpa dukungan kuat berbagai organisasi Yahudi,” ujar Musni Umar.

Kedua, pidato Netanyahu di Kongres Amerika Serikat merupakan indikator kuatnya pengaruh anggota kongres khususnya dari Partai Republik dalam mendukung dan membela pendudukan zionis Israel di tanah Palestina.

Ketiga, merupakan bukti kuatnya hubungan negara zionis Israel dengan Amerika Serikat sebagai negara adi daya di dunia. Berbagai protes dan kecaman dari berbagai kampus di Amerika Serikat dan berbagai negara di dunia tidak menyurutkan negara adi daya itu mendukung dan membela Israel.

Keempat, media massa di Amerika Serikat yang dikuasai para konglomerat Yahudi diduga tidak netral dalam memberitakan kekejaman zionis Israel terhadap penduduk Gaza dan rakyat Palestina. Sehingga, masih banyak masyarakat di Amerika Serikat yang memberi dukungan kepada Israel.

Kelima, kuatnya kepercayaan Netanyahu sebagai PM Israel yang didukung oleh Amerika Serikat sebagai  negara adidaya, akan memenangkan perang dan melenyapkan Hamas. Dalam pidato Netanyahu di kongres Amerika Serikat dia menegaskan keyakinannya kemenangan total di Gaza.

Perang akan Lama

Pidato Netanyahu di Kongres Amerika Serikat tidak terungkap sedikit pun adanya keinginan untuk mengakhiri blokade, pemboman, penyerangan dan tindakan genosida di Gaza, Palestina.

Bahkan pemimpin zionis Israel itu menegaskan tujuannya bersekutu dengan Amerika Serikat untuk meraih kemenangan total dalam melawan Hamas di Gaza. Lebih lanjut Netanyahu mengemukakan Amerika Serikat dan Israel harus terus bersama. Ketika kita bersama, sesuatu yang sederhana akan terwujud. :Kita menang, mereka (Hamas) kalah", kata Netanyahu, seperti dikutip dari AP, Kamis, (25/7/2024).

Netanyahu pada saat berpidato di Kongres Amerika Serikat selama satu jam sering mendapat tepuk tangan dari para anggota kongres Amerika Serikat. ”Akan tetapi pada saat yang sama terjadi demonstrasi di luar Capitol, Amerika Serikat tempat Netanyahu berpidato untuk memprotes Netanyahu yang telah  melakukan genocide di Gaza,” ungkap Musni Umar.

 

Selain itu, yang cukup menarik dan banyak mendapat pemberitaan,  seorang anggota kongres dari Partai Demokrat Rashida Tlaib, mengacung papan di ruang kongres "Guilty of Genocide".

Dari pidato Netanyahu tersebut dapat dikemukakan bahwa perang akan berlangsung lama. ”Karena, Netanyahu bermaksud menghabisi Hamas. Sementara Hamas tidak berdiri sendiri, tetapi disokong oleh gerakan perlawanan di Libanon, Yaman, Suriah, Irak serta Iran,” sebut Musni Umar.

Israel-Amerika Akan Kalah?

Bung Karno mengatakan, "Jangan sekali-kali melupakan sejarah" (Jas Merah). Sejarah mengajarkan bahwa yang besar dan kuat bisa kalah dalam perang.

Sebagai contoh, perang antara Vietnam dengan Amerika Serikat yang juga disebut perang Indocina kedua. Perang ini  terjadi antara 1957 dan 1975. Perang yang berlangsung 19 tahun akhirnya dimenangkan oleh Vietnam Utara.

Begitu juga perang di Afganistan antara Taliban dengan Amerika Serikat (2001-2021). Akhirnya negara adidaya itu kalah. ”Untuk menutup malu, dilakukan perundingan damai di Doha, Qatar. Hasilnya Amerika Serikat mundur dari Afganistan dan pemerintahan boneka di Afganistan runtuh dan Taliban kembali berkuasa,” sebut Musni Umar.

Dua perang tersebut tentu menjadi sebuah pelajaran. Israel selama ini disebut negara paling kuat angkatan perangnya di Timur Tengah dan bahkan di dunia. Itu  karena Israel didukung dan dibela oleh Amerika Serikat dalam bidang persenjataan dan dana yang amat besar. ”Ternyata dalam perang di Gaza sekarang ini, Israel tidak sekuat yang dipersepsikan selama ini. Sehingga sangat mungkin kalah dalam perang,” kata Musni Umar.  

Menurut Musni Umar, sejatinya yang paling baik dan indah untuk menyelesaikan masalah Palestina-Israel  melalui diplomasi dan perundingan damai yang di media PBB atau negara yang netral. Bukan perang. ”Karena dalam perang ’yang menang jadi arang dan yang kalah jadi abu’. Namun, Netanyahu memilih perang, kita lihat akhir dari semua,” tegas Musni Umar. (mul)


Berita Lainnya