Nasional
Reformasi Kepolisian: Antara Dedi Prasetyo dan Suyudi Ario
Laporan Khusus Analisis Profil Kandidat Calon Kapolri 2025

WALAU secara resmi Presiden Prabowo Subianto belum mengajukan nama calon Kapolri pengganti Jenderal Listyo Sigit Prabowo, namun sudah beredar dua nama calon penggantinya. Kedua nama tersebut, yakni Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol.) Dedi Prasetyo dan Komjen Pol. Suyudi Ario Seto. Akankah kedua nama ini mampu menjawab tuntutan reformasi kepolisian?
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi membantah kabar yang menyebutkan Presiden Prabowo sudah mengirimkan surat presiden (surpres) terkait pergantian Kapolri ke DPR RI. "Berkenaan dengan surpres pergantian Kapolri ke DPR, bahwa itu tidak benar. Jadi belum ada surpres yang dikirim ke DPR mengenai pergantian Kapolri," kata Pras kepada wartawan, Sabtu (13/9/2025).
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Orang dekat Presiden Prabowo tersebut mengatakan,”Sejauh ini belum ada pembahasan soal itu, karena presiden belum mengajukan Surpres.
Lantas, siapa sebenarnya dua nama petinggi Polri yang namanya tiba-tiba muncul sebagai calon pengganti Listyo Sigit, yang memang sudah cukup lama menjabat sebagai Kapolri. Satuindonesia.co menurunkan laporan khusus merangkum soal Dedi Prasetyo yang baru saja dilantik sebagai Wakapolri, dan Suyudi Ario Seto yang sedang menjabat Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
Laporan khusus ini menyajikan analisis mendalam terhadap dua nama yang saat ini disebut-sebut sebagai kandidat kuat untuk posisi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) pada tahun 2025. Analisis ini disusun berdasarkan evaluasi komprehensif terhadap riwayat karier, latar belakang pendidikan, profil pribadi, dan rekam jejak publik masing-masing individu.
Komjen Pol. Dedi Prasetyo, seorang perwira tinggi lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1990, menawarkan profil kepemimpinan yang berfokus pada reformasi birokrasi, manajemen sumber daya manusia, dan komunikasi publik. Ia dikenal sebagai perwira dengan rekam jejak akademik yang mentereng, menyandang gelar profesor dan bahkan memecahkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai penulis buku terbanyak tentang kepolisian. Namun, rekam jejaknya juga mencakup tantangan, terutama terkait pernyataan kontroversial yang pernah ia sampaikan dalam kapasitasnya sebagai Kepala Divisi Humas Polri pada tragedi Kanjuruhan.
Sementara itu, Komjen Pol. Suyudi Ario Seto, lulusan Akpol tahun 1994, merepresentasikan profil seorang pemimpin operasional yang kuat, dengan spesialisasi yang mendalam di bidang reserse dan penegakan hukum di lapangan. Kariernya dihiasi dengan keberhasilan penanganan kasus-kasus kriminalitas strategis, termasuk perannya dalam pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan penemuan manipulasi takaran Minyakita di Banten. Profilnya mencerminkan fokus pada kapabilitas penegakan hukum yang tangguh dan langsung.
Secara komparatif, pemilihan Kapolri 2025 merupakan pilihan strategis antara dua pendekatan kepemimpinan yang berbeda secara fundamental. Memilih Dedi Prasetyo akan mengindikasikan prioritas pada perbaikan internal, peningkatan citra institusi, dan pendekatan yang lebih akademis-manajerial.
Sebaliknya, memilih Suyudi Ario Seto akan mengirimkan sinyal kuat bahwa Polri akan kembali memprioritaskan fungsi utama penegakan hukum, ketegasan operasional, dan integritas rekam jejak lapangan yang teruji.
URGENSI PEMILIHAN KAPOLRI 2025
Pemilihan Kapolri merupakan salah satu keputusan strategis paling krusial yang dihadapi oleh pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto. Isu mengenai pergantian pimpinan Polri telah mencuat ke permukaan seiring dengan beredarnya kabar tentang berakhirnya masa jabatan Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Momentum ini menjadi sangat penting, terlebih karena isu tersebut muncul di tengah dinamika publik yang sensitif, termasuk desakan reformasi kepolisian yang meningkat setelah tragedi demonstrasi besar-besaran di akhir Agustus 2025. Terakhir, Listyo Sigit dinilai gagal menjamin keamanan dengan meledaknya kerusuhan Agustus 2025 kemarin. Terjadi pembakaran di banyak daerah, berjatuhannya korban jiwa hingga penjarahan sejumlah rumah politisi dan menteri. Bahkan, Mako Brimob dibobol dan dijarah pendemo.
Dalam konteks ini, dua nama perwira tinggi mencuat sebagai kandidat utama. Sempat juga muncul nama Irjen Pol Mohammad Fadil Imran, yang kini menjabat sebagai Asisten Utama Kapolri Bidang Operasi. Namun lulusan Akpol 1991 ini namanya belakangan tenggelam, karena dikaitkan dengan sejumlah kasus, terutama kasus KM 50 yang menewaskan enam orang santri yang juga tim pengamanan Habib Rizieq Shihab, pada 7 Desember 2020 lalu.
Walau mantan Kapolda Metro Jaya itu berkali-kali membantah keterlibatannya, namun Habib Rizieq selalu mengingatkan agar Fadil Imran mempertanggungjawabkan kasus tersebut.
Kini, mengkristal dua nama yang disebut-sebut layak menjadi Kapolri. Dedi Prasetyo dan Suyudi Ario Seto. Kedua jenderal ini dinilai memiliki kualifikasi dan rekam jejak yang mumpuni untuk menduduki jabatan Tri Brata 1.
Laporan ini disusun berdasarkan sintesis data dari berbagai sumber terpercaya dan terverifikasi. Informasi yang disajikan berasal dari media daring, ensiklopedia, dan laporan resmi yang dapat diakses publik. Pendekatan yang digunakan adalah analisis komparatif, di mana data dari kedua kandidat dikontraskan dan dievaluasi secara berdampingan untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, serta implikasi strategis dari setiap profil. Laporan ini menjaga objektivitas dan netralitas, menghindari interpretasi yang bias, serta memastikan setiap klaim didukung oleh sumber data yang relevan.
PROFIL KOMJEN POL. DEDI PRASETYO
Kita mulai dari Komjen Pol. Dedi Prasetyo. Ia adalah seorang perwira tinggi yang dikenal dengan jalur karir yang fokus pada aspek manajerial, sumber daya manusia (SDM), dan komunikasi. Profilnya yang lengkap dan berlapis menjadikannya kandidat yang kuat, terutama dalam perspektif reformasi institusional.
Lahir pada tanggal 26 Juli 1968 di Magetan, Jawa Timur, Komjen Dedi Prasetyo merupakan perwira senior yang akan memasuki usia 57 tahun pada 2025. Dalam kehidupan pribadinya, ia menikah dengan seorang wanita bernama Martha Dwi Maryani, yang juga dikenal dengan sebutan Ny. Martha Dedi Prasetyo.
Dedi Prasetyo adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1990, sebuah angkatan yang telah banyak menghasilkan perwira tinggi di tubuh Polri. Setelah itu, ia terus melanjutkan pendidikan formalnya di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) pada tahun 1999 dan Sekolah Staf dan Pimpinan (SESPIM) Polri pada tahun 2005.
Yang membedakan Dedi dari banyak perwira lainnya adalah rekam jejak akademiknya yang luar biasa. Ia berhasil menyandang gelar profesor dan bahkan diangkat sebagai Guru Besar di STIK/PTIK Lemdiklat Polri pada tahun 2023.
TRANSFORMASI DARI RESERSE KE KEPEMIMPINAN MANAJERIAL
Jalur karier Komjen Dedi Prasetyo menunjukkan pergeseran yang jelas dan terencana dari bidang operasional ke bidang manajerial. Di awal karirnya, ia mengawali pengabdian sebagai Kaur Bin Ops Serse di Polres Lamongan pada tahun 1991. Kemudian menjabat sebagai Kapolsek Deket pada 1992, dan Kasat Serse di Polres Lamongan pada 1993. Posisi-posisi ini menegaskan bahwa pondasi karier Dedi dibangun di bidang reserse.
Namun, memasuki fase pertengahan dan puncaknya, Dedi mulai menempati posisi-posisi yang lebih berorientasi pada manajemen dan sumber daya manusia. Ia pernah menjabat sebagai Sespri Wakapolri (2004-2005), Kakorsis SPN Mojokerto (2006-2007), Karo SDM Polda Maluku Utara (2011), dan Karo SDM Polda Kalimantan Tengah (2012).
Puncak dari pergeseran ini terlihat dari jabatan-jabatan strategisnya sebagai Asisten SDM Kapolri (2023-2024), Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri (2024-2025), dan kini sebagai Wakil Kepala Polri (Wakapolri) sejak 5 Agustus 2025. Jabatan-jabatan ini tidak lagi berfokus pada operasi lapangan, melainkan pada tata kelola internal, pengawasan, dan pengembangan institusi.
Pola karier ini mengindikasikan bahwa Dedi Prasetyo telah dipersiapkan dan memfokuskan dirinya sebagai seorang pemimpin birokrasi dan manajerial. Hal ini menjadi relevan dalam menghadapi tantangan Polri modern yang memerlukan reformasi internal, manajemen sumber daya manusia yang efektif, dan perbaikan citra di mata publik. Profilnya yang menonjol di bidang-bidang ini dapat menjadi modal kuat dalam memimpin institusi kepolisian yang lebih transparan dan akuntabel.
PRESTASI DAN KEUNGGULAN: GURU BESAR DAN REFORMIS AKADEMIK
Selain gelar dan jabatan yang mentereng, Dedi Prasetyo juga mencatatkan sejumlah prestasi unik yang memperkuat posisinya sebagai kandidat Kapolri. Ia adalah peraih penghargaan bergengsi Bintang Bhayangkara Pratama pada tahun 2021 dan Bintang Bhayangkara Nararya.
Prestasi yang paling menonjol adalah pencapaian akademisnya. Selain menyandang gelar profesor, ia juga tercatat di Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai perwira Polri yang telah menulis lebih dari 30 buku tentang kepolisian. Gelar guru besar dan produktivitas dalam menulis ini menunjukkan komitmennya terhadap pengembangan keilmuan kepolisian dan reformasi institusi dari sisi intelektual dan manajerial. Hal ini mencerminkan profil seorang pemimpin yang mengedepankan pendekatan ilmiah dalam menyelesaikan masalah birokrasi.
CATATAN DAN PERTIMBANGAN KHUSUS: REPUTASI DALAM KOMUNIKASI KRISIS
Salah satu pertimbangan penting terkait Dedi Prasetyo adalah rekam jejaknya dalam penanganan komunikasi publik, khususnya pada momen-momen sensitif. Saat menjabat sebagai Kepala Divisi Humas Polri, Dedi pernah mengeluarkan pernyataan terkait tragedi Kanjuruhan yang menuai kontroversi.
Dedi menyatakan bahwa berdasarkan penjelasan dari tim dokter spesialis yang menangani para korban, tidak satu pun penyebab kematian yang disebabkan oleh gas air mata. Ia menyebutkan bahwa penyebab utama korban meninggal adalah kekurangan oksigen akibat berdesak-desakan, terinjak-injak, dan bertumpuk di pintu stadion. Pernyataan ini menuai kritik dari Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI), yang menilai pernyataan tersebut kontraproduktif dengan penyelidikan yang sedang dilakukan.
Insiden ini menyoroti bagaimana keahlian Komjen Dedi di bidang komunikasi, yang merupakan aset besar, juga bisa menjadi titik di mana reputasinya menghadapi tantangan terbesar. Meskipun pernyataan tersebut disampaikan dalam kapasitasnya sebagai juru bicara institusi, respon publik yang negatif terhadapnya menunjukkan risiko dalam komunikasi krisis, terutama terkait isu sensitif yang melibatkan korban sipil dan kepercayaan masyarakat. Catatan ini menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan secara matang dalam proses evaluasi kelayakan.
LAPORAN HARTA KEKAYAAN (LHKPN)
Berdasarkan laporan terakhirnya pada 27 Maret 2025 untuk periode tahun 2024, total harta kekayaan Komjen Dedi Prasetyo tercatat sebesar Rp 11.172.500.000. Sebagian besar asetnya terdiri dari tanah dan bangunan yang tersebar di beberapa kota, seperti Surabaya, Palangkaraya, dan Madiun.
Ia juga memiliki sejumlah kendaraan, termasuk mobil Toyota Land Cruiser, Mitsubishi Pajero, dan Honda CR-V. Laporan tersebut juga mencatat bahwa Dedi tidak memiliki utang, yang menunjukkan profil keuangan yang bersih dan transparan.
PROFIL KOMJEN POL. SUYUDI ARIO SETO
Komjen Pol. Suyudi Ario Seto adalah seorang perwira tinggi dengan spesialisasi yang mendalam di bidang reserse. Reputasinya dibangun di atas rekam jejak operasional yang kuat dan keberhasilan dalam menangani kasus-kasus kriminalitas strategis.
Komjen Suyudi Ario Seto lahir di Jakarta pada tanggal 14 Juli 1973. Informasi yang tersedia menyebutkan bahwa ia memiliki istri bernama Dewi Yuali dan telah dikaruniai tujuh orang anak.
Suyudi adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) angkatan 1994, sebuah angkatan yang mulai banyak menempatkan perwiranya di posisi-posisi strategis. Ia melanjutkan pendidikannya di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) pada tahun 2003 dan Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (SESPIMTI) pada tahun 2018. Jenjang pendidikan ini membekalinya dengan kemampuan strategis, mulai dari penyidikan tingkat dasar hingga kepemimpinan tingkat tinggi.
RIWAYAT KARIER: SPESIALIS RESERSE DAN KRIMINALITAS
Karier Suyudi Ario Seto sejak awal hingga fase puncaknya didominasi oleh peran di bidang reserse dan penegakan hukum operasional, terutama di wilayah hukum Polda Metro Jaya yang padat dan dinamis. Ia mengawali karirnya sebagai penyidik di Polda Metro Jaya dan pernah menjabat sebagai Kanit II Resmob, Kapolsek Metro Pasar Minggu, hingga Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan.
Pada tingkat menengah, ia menjabat sebagai Kapolres di beberapa wilayah krusial, seperti Kapolres Majalengka (2014), Kapolres Bogor (2015), Kapolresta Bogor Kota (2016), dan Kapolres Metro Jakarta Pusat (2017). Rekam jejaknya di lapangan terus berlanjut hingga ia menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya dan kemudian Wakil Kepala Polda (Wakapolda) Metro Jaya.
Puncak karirnya adalah ketika ia dilantik sebagai Kepala Polda Banten pada Juni 2024 dan kemudian diangkat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 25 Agustus 2025. Perjalanan karier ini menunjukkan konsistensinya sebagai seorang pemimpin operasional yang telah teruji di berbagai wilayah hukum yang menantang. Berbeda dengan Dedi Prasetyo, Suyudi adalah representasi dari seorang komandan lapangan atau field commander yang menguasai seluk-beluk penegakan hukum langsung, sebuah kualifikasi yang seringkali sangat dihargai dalam institusi kepolisian.
PRESTASI DAN KEBERHASILAN: KEBERHASILAN DALAM KASUS-KASUS STRATEGIS
Reputasi Komjen Suyudi Ario Seto diperkuat oleh rekam jejaknya dalam penanganan sejumlah kasus besar. Ia dikenal sebagai salah satu perwira yang berperan penting dalam membongkar kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Selain itu, ia juga berhasil mengungkap kasus serupa di Jakarta Barat, dimana pelakunya menggunakan soda api untuk menyerang korbannya.
Dalam kapasitasnya sebagai Kapolda Banten, Suyudi juga menorehkan keberhasilan dalam menangani kasus ekonomi yang merugikan masyarakat. Ia berhasil mengungkap adanya manipulasi takaran pada produk Minyakita yang mencapai sekitar 13 ton di wilayah Rajeg, Kabupaten Tangerang.
Tindakan ini menunjukkan komitmennya untuk menindak kejahatan hingga ke tingkat produsen, bukan hanya berhenti di pengecer. Keberhasilan-keberhasilan ini memperkuat kredibilitasnya sebagai penegak hukum yang tangguh dan fokus pada kepentingan publik.
Suyudi juga mencatat sebuah pencapaian yang langka dalam hierarki kepolisian. Meskipun merupakan lulusan Akpol 1994, ia adalah satu-satunya perwira dari angkatannya yang memenuhi syarat untuk menjabat Kapolri. Hal ini menandakan lonjakan karier yang luar biasa, menyalip perwira-perwira dari angkatan yang lebih senior (1991, 1992, dan 1993). Prestasi ini menjadi bukti bahwa kapabilitas dan rekam jejak operasionalnya diakui secara luas, melampaui pertimbangan senioritas tradisional.
Berdasarkan data yang ada, tidak ditemukan adanya catatan kontroversial atau isu negatif yang signifikan terkait Komjen Suyudi Ario Seto. Sebaliknya, kasus-kasus yang disebutkan dalam rekam jejaknya (seperti kasus Novel Baswedan dan kasus Minyakita) adalah contoh keberhasilannya dalam penegakan hukum. Ini memberikan profil yang relatif bersih dari kontroversi publik yang dapat mempengaruhi kelayakannya.
LAPORAN HARTA KEKAYAAN (LHKPN)
Komjen Suyudi Ario Seto tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp 9.816.246.500. Sebagian besar kekayaannya, sekitar Rp 8.8 miliar, berbentuk tanah dan bangunan, termasuk tanah seluas 1.386 meter persegi di Kabupaten Tangerang. Aset lainnya mencakup sejumlah kendaraan senilai Rp 349 juta, di antaranya mobil Mini Cooper tahun 2011 dan motor Yamaha BG6 tahun 2018. Laporan ini menunjukkan transparansi keuangan yang baik dari Suyudi
.
ANALISIS KOMPARATIF: PERTIMBANGAN KELAYAKAN
Evaluasi kelayakan kedua kandidat tidak hanya sebatas melihat data profil masing-masing, melainkan juga membandingkan kedua profil tersebut secara langsung. Perbandingan ini menyoroti perbedaan fundamental dalam pendekatan kepemimpinan yang ditawarkan oleh Dedi Prasetyo dan Suyudi Ario Seto.
Perbedaan paling mendasar antara kedua kandidat terletak pada jalur karir mereka. Dedi Prasetyo, sebagai lulusan Akpol 1990, memiliki senioritas yang lebih tinggi. Jalur kariernya bergeser dari fokus operasional di awal masa dinas menjadi kepemimpinan yang berorientasi pada reformasi manajerial, SDM, dan komunikasi publik di fase puncak. Jabatan-jabatan strategisnya sebagai Kadiv Humas dan Asisten SDM Kapolri mencerminkan profil seorang pemimpin yang lebih fokus pada pembangunan institusi dari dalam dan perbaikan citra.
Sebaliknya, Suyudi Ario Seto, lulusan Akpol 1994, adalah perwira yang lebih junior secara angkatan. Namun, ia telah menunjukkan lintasan karier yang luar biasa dengan spesialisasi yang konsisten di bidang reserse dan penegakan hukum operasional. Keputusan untuk menunjuk Suyudi sebagai Kapolri akan menjadi langkah strategis yang sangat signifikan, karena ini akan "melangkahi" banyak perwira dari angkatan 1991, 1992, dan 1993, termasuk mereka yang telah meraih penghargaan Adhi Makayasa tetapi belum mencapai pangkat Komjen.
Pemilihan antara Dedi (senioritas) dan Suyudi (terobosan generasi) akan mengirimkan sinyal yang berbeda mengenai prioritas kepemimpinan di era baru. Memilih Dedi menunjukkan konsistensi dengan tradisi hierarki dan fokus pada stabilitas institusi. Sementara itu, memilih Suyudi akan mencerminkan keberanian untuk melakukan regenerasi kepemimpinan dan memprioritaskan rekam jejak operasional yang teruji, sebuah sinyal yang mungkin dinantikan oleh publik yang mendambakan penegakan hukum yang tegas.
KESIMPULAN DAN PERTIMBANGAN STRATEGIS
Pemilihan Kapolri 2025 merupakan keputusan strategis yang akan menentukan arah dan prioritas Polri di bawah kepemimpinan baru. Analisis komparatif menunjukkan bahwa Komjen Pol. Dedi Prasetyo dan Komjen Pol. Suyudi Ario Seto menawarkan dua profil kepemimpinan yang berbeda secara fundamental, masing-masing dengan keunggulan dan pertimbangan tersendiri.
Jika Memilih Komjen Pol. Dedi Prasetyo, keputusan ini akan mengindikasikan bahwa pemerintah memprioritaskan reformasi institusi dari dalam. Fokus kepemimpinan akan diarahkan pada perbaikan tata kelola birokrasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pembangunan citra publik yang lebih baik melalui pendekatan yang akademis dan manajerial. Dedi merepresentasikan stabilitas, senioritas, dan modernisasi internal.
Jika Memilih Komjen Pol. Suyudi Ario Seto, keputusan ini akan mengirimkan sinyal kuat kepada publik bahwa prioritas utama Polri adalah penegakan hukum yang tegas dan pemberantasan kriminalitas. Dengan memilih seorang jenderal yang telah teruji di lapangan dan dikenal berhasil dalam menangani kasus-kasus strategis, pemerintah menunjukkan komitmen untuk mengembalikan fokus institusi pada fungsi operasionalnya. Pemilihan Suyudi juga merepresentasikan keberanian untuk melakukan regenerasi kepemimpinan, sebuah langkah yang dapat membawa energi baru ke dalam institusi.
Pada akhirnya, pemilihan Kapolri adalah keputusan politik strategis yang harus menimbang antara tradisi dan terobosan, antara reformasi internal dan ketegasan operasional, serta antara pengalaman manajerial dan rekam jejak lapangan. Kedua kandidat memiliki modal kuat dan rekam jejak yang bersih, namun dengan karakteristik yang sangat berbeda, yang akan membentuk prioritas kepolisian di masa depan.
Masyarakat menunggu sikap Presiden Prabowo, apakah segera mengganti Listyo Sigit Prabowo atau tidak. Dengan mempertahankan Listyo Sigit Prabowo hingga kini, Prabowo tak lepas dari tudingan sebagai presiden yang dikendalikan oleh pendahulunya, Joko Widodo. Terlebih dengan adanya insiden kerusuhan Agustus 2025, menjadi alasan yang kuat bagi masyarakat untuk menilai, kemana arah politik kepemimpinan Prabowo. (sa)