Nasional

FTA Kritik Komposisi Komite Reformasi Kepolisian

Mulyana — Satu Indonesia
11 November 2025 07:47
FTA Kritik Komposisi Komite Reformasi Kepolisian
Ilustrasi - Polisi (Foto: Istimewa)

JAKARTA -   Forum Tanah Air (FTA), jaringan tokoh publik, akademisi, aktivis, dan diaspora Indonesia di 22 negara serta 38 provinsi, menyampaikan kritik keras terhadap pembentukan Komite Reformasi Kepolisian RI yang diumumkan Presiden Republik Indonesia. Dalam pernyataan resminya, FTA menilai komposisi Komite tidak mencerminkan semangat reformasi dan keberagaman suara publik.

FTA menyatakan bahwa reformasi kepolisian adalah agenda strategis bangsa yang harus melibatkan berbagai unsur masyarakat, bukan didominasi oleh figur internal kepolisian dan kalangan hukum saja. Komite yang beranggotakan 10 orang — lima di antaranya perwira tinggi Polri dan lima berlatar belakang hukum — dinilai tidak menghadirkan perspektif yang beragam dan kritis. saat kami wawancara pada (11/11/25)

“Komposisi ini tidak mendorong koreksi diri yang sungguh-sungguh, dan berpotensi menjadikan Komite hanya sebagai formalitas administratif tanpa kemampuan melakukan transformasi mendasar,” tegas FTA dalam rilisnya.

 
Kritik Terhadap Keberadaan Jenderal dalam Komite
FTA juga menyoroti keberadaan sejumlah jenderal aktif dan purnawirawan dalam struktur Komite. Menurut FTA, para jenderal yang terlibat adalah pihak yang sebelumnya memegang posisi strategis dalam kepemimpinan Polri pascareformasi namun dianggap gagal memastikan institusi kepolisian menjadi profesional, objektif, dan bebas dari intervensi politik.

FTA secara khusus meminta agar tiga mantan Kapolri — Jenderal (Purn.) Tito Karnavian, Jenderal (Purn.) Idham Azis, dan Jenderal (Purn.) Listyo Sigit Prabowo — tidak dilibatkan dalam struktur Komite.

“Ketiganya adalah figur yang paling bertanggung jawab atas menguatnya loyalitas politik, meningkatnya kriminalisasi warga sipil, dan melemahnya kepercayaan publik terhadap Polri dalam sepuluh tahun terakhir,” ujar FTA.

 
Desakan untuk Libatkan Akademisi, TNI, dan Tokoh Masyarakat
Dalam tuntutannya, FTA meminta agar Komite Reformasi Kepolisian memasukkan unsur ilmuwan politik, ahli tata negara, serta tokoh masyarakat dan agama untuk memastikan desain reformasi berjalan sesuai prinsip demokrasi dan mandat Reformasi 1998.

FTA juga menekankan pentingnya menghadirkan perwakilan TNI guna mengharmonisasikan relasi Polri–TNI dalam isu keamanan wilayah dan penegakan hukum, yang selama ini kerap tumpang tindih.

 
Dorongan Transparansi Kerja Komite
Selain menyoroti komposisi anggota, FTA juga mendesak agar Komite menjalankan tata kerja yang sepenuhnya transparan. FTA menuntut:

Keterbukaan agenda dan isu yang dibahas dalam setiap rapat Komite.


Kajian mendalam terhadap sejumlah isu strategis, termasuk:


Posisi Polri apakah tetap di bawah Presiden atau badan pengawas independen


Desentralisasi kepolisian ke daerah


Reformasi kepangkatan agar tidak menyerupai struktur militer


Pembagian fungsi antara Polri nasional dan daerah


Pemindahan penanganan terorisme, narkoba, dan korupsi ke lembaga independen


Keterbukaan terhadap pandangan yang berbeda serta penjelasan mengenai dasar setiap keputusan.


FTA menegaskan bahwa reformasi tidak boleh berhenti pada pergantian struktur atau simbol, melainkan harus menyentuh akar masalah—termasuk relasi kepolisian dengan kekuasaan politik serta karakter kelembagaan Polri.

 
FTA Akan Mengawal Proses Reformasi
Dalam penutupnya, FTA menegaskan akan terus mengawal proses reformasi kepolisian secara aktif, termasuk melalui mobilisasi dukungan publik dan evaluasi ke lembaga hukum nasional maupun internasional bila diperlukan. (mul)

 



#ReformasiPolri #FTA #KomiteReformasiKepolisian #TransparansiPolri #Reformasi1998 #KeamananNasional #PolriProfesional #GoodGovernance #HakRakyat #DemokrasiIndonesia


Berita Lainnya