Nasional

Kenaikan PPN 12% Tahun Depan: Polemik dan Bola Panas di Antara Elite Politik

Dulu Diinisiasi PDIP Sekarang Ditolaknya

Mulyana — Satu Indonesia
23 Desember 2024 11:43
Kenaikan PPN 12% Tahun Depan: Polemik dan Bola Panas di Antara Elite Politik
Politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 terus menjadi sorotan publik. Polemik ini kembali memanas dalam rapat paripurna DPR RI pada Kamis (5/12/2024). Perdebatan ini memunculkan saling tuding di antara elite politik, mulai dari tanggung jawab pengesahan hingga implementasinya.

Dasar Kenaikan PPN 12%
Kenaikan PPN menjadi 12% ini berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 7 Oktober 2021. UU tersebut menetapkan tarif PPN bertahap, dari 10% ke 11% pada 2022, hingga mencapai 12% pada 2025.

Namun, rencana implementasi kebijakan tersebut menuai kritik tajam dari beberapa pihak, termasuk dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

PDIP Minta Presiden Prabowo Batalkan Kenaikan PPN
Dalam rapat paripurna, politikus PDIP, Rieke Diah Pitaloka, mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk membatalkan kenaikan PPN sebagai "kado tahun baru" bagi rakyat.

Rieke juga menekankan pentingnya penerapan monitoring self-assessment dalam tata kelola perpajakan untuk meningkatkan efisiensi dan memberantas korupsi.

“Pajak selain menjadi pendapatan utama negara, juga bisa menjadi instrumen pemberantasan korupsi sekaligus strategi melunasi utang negara,” tegasnya.

Gerindra: Kebijakan Ini Produk Pemerintahan Jokowi
Sikap PDIP ini mendapat tanggapan tajam dari elite Gerindra. Anggota Komisi XI DPR RI, Wihadi Wiyanto, menegaskan bahwa kebijakan kenaikan PPN adalah produk DPR periode 2019-2024 yang diinisiasi oleh PDIP.

“Kenaikan PPN ini adalah amanat UU HPP yang dipimpin panja PDIP. Jika sekarang PDIP menolak, itu seperti melempar bola panas ke Presiden Prabowo,” ujar Wihadi.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pemerintahan Prabowo telah berupaya meringankan beban masyarakat dengan menerapkan kenaikan PPN terutama pada barang mewah, bukan kebutuhan pokok.

Dukungan dan Tudingan Antar Fraksi
Elite Partai Gerindra lainnya, Rahayu Saraswati, mengungkapkan keheranannya atas perubahan sikap PDIP.

“Mereka ketua panja UU HPP, tetapi sekarang menolak. Kalau memang tidak setuju, kenapa saat itu disetujui?” tanyanya.

Di sisi lain, PDIP mengingatkan bahwa UU HPP merupakan inisiatif dari pemerintahan Presiden Jokowi. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Palit, menjelaskan bahwa UU ini disetujui oleh delapan fraksi di DPR, kecuali PKS.

Apa yang Bisa Dilakukan Pemerintahan Prabowo?
Dolfie menambahkan, pemerintah memiliki ruang untuk mengubah tarif PPN dalam rentang 5%-15%, bergantung pada kondisi ekonomi nasional. Jika tetap menaikkan menjadi 12%, ia mengingatkan pentingnya penciptaan lapangan kerja dan peningkatan penghasilan masyarakat sebagai kompensasi.

Apa Kata Publik?
Pro kontra ini telah memunculkan berbagai spekulasi di masyarakat. Sebagian mendukung kenaikan PPN untuk memperkuat pendapatan negara, sementara yang lain khawatir terhadap dampaknya pada daya beli rakyat.

 Monitoring Self-Assessment Pajak
Dengan adanya perdebatan ini, masyarakat menanti keputusan Presiden Prabowo, apakah akan melanjutkan kebijakan sesuai UU HPP atau memberikan kejutan dengan menunda kenaikan PPN. Bagaimana pendapat Anda? (mul)

#PPN12Persen #KebijakanEkonomi #PolitikIndonesia #PrabowoSubianto #UUHPP #BeritaPajak #TarifPPN #EkonomiNasional #PDIPGerindra


Berita Lainnya