Nasional

Reformasi Polri Dipertanyakan, FTA: ‘Ini Jalan Mundur Demokrasi!

Mulyana — Satu Indonesia
12 November 2025 07:02
Reformasi Polri Dipertanyakan, FTA: ‘Ini Jalan Mundur Demokrasi!
Ketua Harian FTA Donny Handricahyono menyerahkan hasil kajian akademik Forum Tanah Air ( FTA ) kepada Prof.Dr.Mahfud MD ( anggota Komite Reformasi POLRI ), terkait Reformasi POLRI, sebagai masukan dan pembanding untuk Komite Reformasi POLRI dari pemerintah.. (Foto: Satuindonesia.co/Mul)

JAKARTA - . Forum Tanah Air (FTA), jaringan tokoh publik, akademisi, peneliti, aktivis, dan diaspora Indonesia di 22 negara serta 38 provinsi, resmi melayangkan argumentasi akademis berbobot terkait tuntutan pembenahan Komite Reformasi Kepolisian Republik Indonesia. Surat yang ditujukan kepada Ketua Komisi Reformasi Polri, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie pada , itu mempertegas sikap FTA: reformasi Polri tidak boleh dikendalikan oleh mereka yang selama ini berada dalam lingkaran kekuasaan kepolisian Rabu (12/11/25).

FTA menyebut pembentukan Komite Reformasi Polri yang diumumkan Presiden sebagai langkah yang “mengabaikan prinsip independensi dan akuntabilitas publik.” Organisasi ini menegaskan siap berdiskusi langsung dengan Komisi Reformasi Polri jika diperlukan.

 
1. Dominasi Jenderal Dianggap Bentuk Konflik Kepentingan
FTA dengan tegas menolak keberadaan lima jenderal aktif maupun purnawirawan dalam komposisi Komite Reformasi.
 Menurut FTA, mustahil institusi direformasi oleh aktor yang masih terikat secara struktural maupun kultural.

Mereka menegaskan teori kelembagaan:

“Institusi tidak dapat mengubah dirinya secara fundamental tanpa tekanan eksternal.”

FTA mencontohkan Korea Selatan dan Afrika Selatan sebagai model reformasi kepolisian yang berhasil karena mayoritas komitenya dipimpin sipil, akademisi, dan aktivis hak asasi.

 
2. Tiga Jenderal Dinilai Simbol ‘Path Dependency’
FTA secara eksplisit meminta tiga mantan Kapolri — Tito Karnavian, Idham Azis, dan Listyo Sigit Prabowo — dikeluarkan dari Komite.
 Ketiganya dianggap mewakili satu dekade problem klasik: politisasi kepolisian, kriminalisasi warga, dan menurunnya kepercayaan publik.

FTA menilai kehadiran mereka berpotensi “menghambat perubahan sistemik dan pembelajaran institusional.”

 
3. Wajib Libatkan Ilmuwan Politik & Ahli Tata Negara
FTA menegaskan bahwa kepolisian bukan sekadar lembaga teknis, melainkan institusi politik dengan monopoli penggunaan kekuatan negara.
 Karena itu, reformasi Polri harus dirancang oleh ahli politik, tata negara, dan ilmuwan sosial — bukan hanya pakar hukum.

Contoh sukses: Georgia dan Chile, yang menggunakan akademisi dalam merancang accountability framework modern.

 
4. Libatkan TNI Demi Atasi Tumpang Tindih Kewenangan
FTA menyebut absennya TNI sebagai “lubang besar” dalam desain reformasi.
 Tanpa koordinasi struktural, konflik lapangan seperti di Papua dan Poso akan terus berulang.

 
5. Tokoh Agama & Sipil Harus Ikut: Reformasi Bukan Urusan Birokrasi
FTA mengingatkan: Polri adalah lembaga moral sekaligus aparat penegak hukum.
 Karena itu, suara masyarakat sipil dan pemuka agama wajib hadir dalam desain reformasi untuk menjaga legitimasi etik.

Contoh yang disebut: Macpherson Inquiry di Inggris yang melibatkan pemuka gereja dan komunitas minoritas.

 
6. Tuntut Transparansi Total: Notulen, Agenda, Debat Publik
FTA mendesak seluruh proses Komite Reformasi Polri dibuka ke publik.
 Tidak boleh ada rapat tertutup tanpa akuntabilitas.

FTA merujuk kasus Ukraina (2014–2016) yang sukses meningkatkan kepercayaan publik 45% karena pembahasannya transparan dan inklusif.

 
7. Agenda Reformasi Substansial yang Diusulkan FTA
FTA menekankan bahwa reformasi Polri bukan sekadar struktur, tetapi juga fungsi kekuasaan.

Beberapa usulan inti:

Meninjau ulang kedudukan Polri yang langsung berada di bawah Presiden — dianggap rentan politisasi.


Desentralisasi fungsional untuk memperkuat community policing.


Reformasi kepangkatan agar tidak menyerupai struktur militer.


Pengalihan penanganan terorisme, narkoba, dan korupsi ke lembaga independen.


 
FTA: Reformasi Polri adalah Reformasi Demokrasi
FTA menutup surat dengan pernyataan keras:

“Reformasi kepolisian adalah fondasi demokrasi. Tanpa Polri yang otonom dan akuntabel, Indonesia hanya menjalankan demokrasi prosedural, bukan demokrasi substantif.” (mul)



#ReformasiPolri #FTA #KomiteReformasiPolri #StopPolitisasiPolri #GoodGovernance #CivilianOversight #ReformasiTotal #SaveDemocracy #IndonesiaUpdate
 


Berita Lainnya