Opini
Mediasi PIK-2: Ujian bagi Otoritas Negara atau Benteng bagi Oligarki?
Catatan Ahmad Khozinudin SH
![Mediasi PIK-2: Ujian bagi Otoritas Negara atau Benteng bagi Oligarki?](https://satuindonesia.co/assets/uploads/2025/02/mediasi-pik-2-ujian-bagi-otoritas-negara-atau-benteng-bagi-oligarki-67a9a6f52e27c.jpg)
HARI INI, Senin (10/02/2025), memasuki sidang ke-6 kasus PIK-2 dengan agenda mediasi. Sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016, upaya mediasi harus ditempuh sebelum memasuki pokok perkara. Namun, pertanyaannya: apakah mediasi ini benar-benar menjadi sarana mencari keadilan atau justru menjadi tameng bagi oligarki yang terus menguasai tanah rakyat?
Sejujurnya, kami enggan duduk satu meja dengan Aguan dan Anthoni Salim. Apalagi berbicara soal damai. Sama halnya, kami pun tak ingin berkompromi dengan Jokowi, Airlangga Hartarto, PT PANI, PT Kukuh Mandiri Lestari, Surta Wijaya, dan Maskota. Bagi kami, mereka semua adalah simbol dari kekuatan oligarki yang telah merampas tanah rakyat demi kepentingan bisnis mereka sendiri.
Namun, sebagai bentuk kepatuhan terhadap hukum dan penghormatan terhadap institusi negara, kami tetap hadir dalam mediasi ini. Lantas, bagaimana dengan Aguan dan Anthoni Salim? Apakah mereka juga tunduk pada hukum? Apakah mereka masih menghormati entitas dan otoritas negara? Atau, apakah mereka lebih memilih meremehkan hukum dengan menganggap negara sebagai alat untuk melayani kepentingan bisnis mereka semata?
Hadir atau Mangkir? Jawaban Atas Ketaatan Hukum
Sederhana saja. Jika Aguan, Anthoni Salim, Jokowi, Airlangga Hartarto, PT PANI, PT Kukuh Mandiri Lestari, Surta Wijaya, dan Maskota hadir dalam mediasi hari ini, itu berarti mereka masih memiliki rasa hormat terhadap hukum dan institusi negara. Namun, jika mereka memilih untuk mangkir, maka jelas sudah—mereka hanya menjadikan negara sebagai boneka bagi kepentingan bisnis mereka.
Kami tidak melakukan persiapan khusus untuk mediasi ini. Kejahatan yang terjadi dalam proyek PSN PIK-2 sudah begitu nyata di mata publik. Kasus pagar laut dan sertifikat laut adalah bukti konkret bagaimana tanah dan laut pun dapat dirampas demi kepentingan segelintir elit.
Tuntutan: Ganti Rugi atau Mediasi Gagal?
Dalam mediasi ini, satu-satunya hal yang ingin kami dengar adalah bagaimana Aguan dan Anthoni Salim akan bertanggung jawab atas perbuatan mereka? Apa kompensasi yang mereka tawarkan kepada rakyat yang telah mereka rugikan?
Namun, kami lebih memilih mediasi gagal. Mengapa? Karena kami ingin membuktikan secara hukum bagaimana proyek PIK-2 ini adalah bentuk kejahatan terencana. Kami telah menyiapkan saksi-saksi, para ahli, serta bukti-bukti untuk membuka kebobrokan dan kezaliman yang terjadi dalam proyek ini.
Sidang ini bukan sekadar ruang mediasi. Ini adalah panggung untuk menelanjangi peran Aguan dan Anthoni Salim dalam kasus perampasan tanah rakyat di PIK-2. Ini adalah kesempatan untuk mengungkap bagaimana Jokowi dan Airlangga Hartarto terlibat dalam praktik yang sama. Ini juga saat yang tepat untuk menunjukkan bagaimana Surta Wijaya dan Maskota berperan dalam merampas hak-hak rakyat kecil.
Menguji Komitmen Otoritas Negara
Penulis teringat pada sidang kasus ijazah Jokowi di Pengadilan Negeri Surakarta. Berbulan-bulan kami bersidang untuk mengungkap kebenaran di balik klaim ijazah yang disebut asli. Hal serupa bisa terjadi dalam kasus ini. Para penggugat tidak ingin duduk satu meja dengan Aguan dan Anthoni Salim. Mereka juga tidak ingin berdamai dengan perampas tanah rakyat.
Namun, demi menghormati hukum, mereka tetap hadir. Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan Aguan dan Anthoni Salim? Jika mereka benar-benar tunduk pada hukum, mereka akan hadir. Jika mereka memilih absen, maka jelas sudah—mereka tidak menghormati hukum dan hanya menjadikan negara sebagai alat bagi kepentingan oligarki.
Bagaimana hasil mediasi ini? Kita tunggu saja, apakah oligarki benar-benar tunduk pada otoritas NKRI atau justru semakin memperlihatkan kekuasaannya di atas hukum. (penulis adalah Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR)