Nasional

LBH Jakarta: Pemerasan Polisi di DWP 2024 Bukan Lagi Masalah Oknum, Tapi Sistemik

Mulyana — Satu Indonesia
24 Desember 2024 21:30
LBH Jakarta: Pemerasan Polisi di DWP 2024 Bukan Lagi Masalah Oknum, Tapi Sistemik
Ilustrasi - Polisi (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengkritik keras Polri yang terus menggunakan istilah “oknum” untuk menjelaskan tindak pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kepolisian. LBH Jakarta menilai bahwa perilaku tidak profesional yang melibatkan polisi, baik di tingkat jenderal maupun bintara, sudah menjadi masalah sistemik yang perlu segera ditangani.

Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, menanggapi kasus dugaan pemerasan oleh anggota kepolisian terhadap warga negara Malaysia di Festival Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Fadhil menegaskan bahwa penggunaan istilah “oknum” sering kali digunakan oleh pejabat Polri untuk menyederhanakan masalah dan menghindari tanggung jawab.

"Penggunaan kata 'oknum' ini sudah tidak relevan lagi. Ketika kasus-kasus pelanggaran ini terjadi pada semua level, dari bintara hingga jenderal, ini bukan lagi masalah individu, tetapi kegagalan sistemik dalam tubuh Polri," kata Fadhil, dalam konferensi pers yang diadakan LBH Jakarta pada Selasa (24/12/24).

Kasus Pemerasan di DWP 2024

Kasus ini mencuat setelah sejumlah warga negara Malaysia mengaku menjadi korban pemerasan oleh polisi yang bertugas di area DWP 2024. Dalam insiden tersebut, polisi diduga menangkap pengunjung, meskipun tidak ditemukan barang bukti narkoba. Sejumlah korban melaporkan bahwa mereka dipaksa membayar sejumlah uang setelah hasil tes narkoba mereka negatif.

Fadhil Alfathan menambahkan, “Contoh kasus yang melibatkan Brigadir Jenderal Napoleon Bonaparte, Inspektur Jenderal Teddy Minahasa, hingga kasus pemerasan yang melibatkan anggota Satlantas Polres Bandara Soekarno-Hatta, menunjukkan bahwa korupsi dan penyalahgunaan wewenang sudah terjadi di berbagai level kepolisian. Ini bukan kesalahan oknum, tetapi sudah menjadi masalah struktural."

Polri Didesak Reformasi Total

LBH Jakarta menuntut reformasi besar-besaran di tubuh Polri. Fadhil meminta Kepala Polri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, untuk segera melakukan pembenahan menyeluruh, baik secara struktural, instrumental, maupun kultural, agar Polri bisa kembali berfungsi sebagai institusi yang profesional, transparan, dan akuntabel.

"Reformasi harus mencakup perbaikan dalam sistem rekrutmen, pendidikan, pengawasan internal, serta penegakan kode etik di semua lini. Polri harus memastikan bahwa setiap anggota bertanggung jawab atas tindakan mereka dan tidak ada ruang bagi praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan," tegas Fadhil.

Penangkapan Polisi Terduga Pemerasan

Sementara itu, Polri melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menangkap 18 anggota kepolisian yang diduga terlibat dalam pemerasan terhadap warga negara Malaysia di DWP 2024. Trunoyudo menjelaskan, para tersangka berasal dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Metro Kemayoran. Penangkapan ini dilakukan setelah laporan dari sejumlah korban yang menyebutkan adanya praktik pemerasan selama festival musik tersebut berlangsung.

"Divisi Propam telah menindak tegas anggotanya yang terlibat dalam tindakan pidana ini. Kami pastikan tidak ada tempat bagi anggota yang mencoreng nama baik institusi," ujar Trunoyudo dalam keterangan resmi pada Jumat (20/12/24).

Penyelenggara DWP Meminta Maaf

Penyelenggara DWP, Ismaya Live, telah menyampaikan permintaan maaf atas insiden pemerasan yang melibatkan polisi. Mereka mengungkapkan bahwa keselamatan dan kesejahteraan pengunjung selalu menjadi prioritas utama, dan mereka tengah bekerja sama dengan pihak berwenang untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut.

"DWP 2024 adalah acara besar yang mengundang ribuan pengunjung, termasuk dari luar negeri. Kami menyayangkan kejadian ini dan berharap kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan," kata pihak Ismaya Live dalam pernyataan yang diunggah di Instagram pada Kamis (19/12/24).

Dampak Ekonomi dan Sosial

Laporan yang beredar menyebutkan bahwa sekitar 400 warga negara Malaysia menjadi korban pemerasan, dengan jumlah kerugian diperkirakan mencapai RM 9 juta atau sekitar Rp32 miliar. Kasus ini bukan hanya merugikan para korban, tetapi juga mencoreng citra Polri, yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, justru terlibat dalam praktik yang merugikan. (mul)

#PolriReformasi #LBHJakarta #PemerasanDWP #KepolisianIndonesia #DWP2024 #KorupsiPolri #ReformasiPolri #PolriBersih #KejahatanPolisi #FestivalDWP2024


Berita Lainnya