Opini

Kontroversi Tanah Musnah di Tangerang Utara: Antara Legalitas dan Kepentingan Bisnis

Ahmad Khozinudin, S.H. Advokat [Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR]

Ahmad Khozinudin, S.H. — Satu Indonesia
6 hours ago
Kontroversi Tanah Musnah di Tangerang Utara: Antara Legalitas dan Kepentingan Bisnis
Ahmad Khozinudin, S.H. Advokat [Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR] (Foto: Istimewa)

DALAM sebuah diskusi bersama Yasmin Mumtaz Senin (03/02/25), penulis ditanya mengenai perbedaan pernyataan antara Kades Kohod, Arsin, dan Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, terkait status tanah di wilayah perairan Tangerang Utara. Arsin menyebut tanah tersebut dulunya merupakan bekas empang, sedangkan Nusron Wahid menyatakan sebagai "Tanah Musnah." Namun, kedua pernyataan ini sejatinya memiliki substansi yang sama, hanya berbeda dalam redaksi.

Tanah Musnah: Legalitas yang Dipertanyakan

Secara implisit, Nusron Wahid membenarkan bahwa wilayah tersebut dulunya adalah daratan berupa empang. Namun kini, wilayah itu telah menjadi lautan sehingga diberi label "Tanah Musnah." Istilah ini justru memperkuat narasi bahwa wilayah tersebut pernah menjadi daratan yang kemudian berubah akibat abrasi. Padahal, berdasarkan citra satelit dan pendapat para ahli, tidak pernah terjadi abrasi di perairan laut Tangerang Utara.

Sebaliknya, di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, justru terjadi penumpukan sedimentasi akibat aliran Sungai Cisadane yang membawa material lumpur dari hulu di Bogor. Fenomena ini menghasilkan "Tanah Timbul," bukan hilangnya daratan karena abrasi.

Kaitan dengan Proyek Reklamasi PIK 2

Pernyataan Nusron Wahid terkait "Tanah Musnah" diduga menjadi bagian dari strategi untuk memuluskan proyek reklamasi Agung Sedayu Group melalui PIK 2 milik Aguan dan Anthony Salim. Hal ini merujuk pada Pasal 66 PP No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, dan Pendaftaran Tanah, yang mengatur tentang status Tanah Musnah dan prosedur reklamasi.

Pasal 66 PP No. 18 Tahun 2021: Celah Hukum untuk Reklamasi?

Pasal ini menyebutkan bahwa tanah yang berubah bentuk akibat peristiwa alam dan tidak lagi dapat dimanfaatkan akan dinyatakan sebagai "Tanah Musnah." Menariknya, pemegang Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah, dalam hal ini Agung Sedayu Group, diberikan prioritas untuk melakukan reklamasi atau bahkan mendapatkan kompensasi dana kerohiman jika reklamasi dilakukan oleh pemerintah.

Mengapa Kasus Pagar Laut Belum Ada Tersangka?

Hingga saat ini, belum ada tersangka dalam kasus pagar laut meskipun kasus ini telah mencuat lebih dari tiga pekan. Hal ini menimbulkan dugaan adanya skenario besar untuk melindungi kepentingan Aguan dan Anthony Salim. Penyebutan "Tanah Musnah" oleh Nusron Wahid sebagai dasar pencabutan 50 SHGB dari 263 SHGB di laut semakin memperkuat dugaan bahwa ada upaya legalisasi reklamasi dengan dalih tanah musnah.

Pentingnya Kontrol Publik

Kasus ini melibatkan banyak pejabat dan aparat, sehingga memerlukan pengawasan ketat dari masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk memastikan tidak ada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu yang merugikan negara.


#TanahMusnah #ReklamasiPIK2 #TransparansiTanah #KasusPagarLaut #AgungSedayuGroup #KontrolPublik


Berita Lainnya