Opini

Isra’ Mi’raj dan Realita Umat - Final

Imam Shamsi Ali 

Shamsi Ali — Satu Indonesia
4 hours ago
Isra’ Mi’raj dan Realita Umat - Final
Imam Shamsi Ali Direktur Jamaica Muslim Center dan Presiden Nusantara Foundation (Foto: Istimewa)

SETELAH selesai tujuan terutama dari Isra’ Mi’raj dengan penyambutan Allah, sang Khaliq, untuk hamba dan RasulNya Muhammad SAW, dan pemberian hadiah terbesar kepada yang tercinta (habibullah Muhammad) berupa shalat, beliau kemudian bersama Jibril bergegas kembali turun ke bumi. Rasulullah SAW kemudian menyampaikan beberapa hal dalam perjalanan menuju ke bumi kembali. Salah satunya beliau diajak berjalan-jalan melihat surga dan neraka. 


Namun sebelum berbicara tentang apa saja yang dilihat Rasulullah di surga dan neraka, ada satu pertanyaan yang mungkin perlu direspon. Yaitu kenapa kunjungan melihat surga dan neraka terjadi setelah bertemu dengan Allah? Kenapa tidak singgah melihat-lihat surga dan neraka ketika dalam perjalanan ke atas untuk menemui Allah?


Jawaban ke pertanyaan ini adalah karena tujuan terutama dari perjalanan ini adalah untuk bertemu dengan Pencipta langit dan bumi, Raja dari semua raja, Tuhan yang menguasai dan mengendalikan alam semesta dan segala isinya. Maka sangat tidak pantas jika Rasulullah melakukan hal lain sebelum tujuan terutama dari perjalanan itu terselesaikan. Bagaikan kunjungan resmi pejabat ke sebuah negara, pastinya yang dilakukan pertama kali adalah menemui penguasa negara itu sebelum menikmati kunjungan non formal lainnya.


Ada satu cerita Rasulullah yang disebutkan oleh Bukhari-Muslim dan juga oleh Musnad Ahmad bahwa Rasulullah mencium bau semerbak wewangian yang sangat harum. Rasulullah menanyakan tentang wangian itu kepada Jibril dan beliau menjawab bahwa wangian itu berasal dari seorang wanita mantan budak Fir’aun dan anak-anaknya yang pernah disiksa oleh Fir’aun dalam bejana yang berisikan air panas. Cerita budak Fir’aun ini merupakan cerita yang masyhur dan disebutkan dalam beberapa riwayat. 


Pelajaran terpenting dari wangian seorang wanita mantan budak dan anak-anaknya itu bahwa terkadang sebuah kebaikan yang dilakukan oleh seseorang, bahkan yang sangat tidak dikenal dan dianggap hina oleh manusia, justeru membawa wangian yang super harum. Kisah budak Fir’aun yang disiksa karena menyebut nama Allah, dan tidak mengakui Fir’aun yang mengaku tuhan, semerbak di alam sana. Demikian pula kebaikan-kebaikan semua orang, yang mungkin tidak dikenal dan terkenal, tapi wangian itu akan semerbak selamanya.


Rasulullah kemudian dibawa jalan melihat surga. Sebagian Ulama mengatakan bahwa Rasulullah tidak memasuki surga, hanya mengelilingi. Karena sejak Adam AS diturunkan ke bumi ini tak seorang anak manusia menghuninya. Ada juga yang mengatakan bahwa Rasulullah masuk ke dalam surga. Tapi itu sebuah pengecualian untuk beliau.


Di surga beliau menyaksikan keindahan yang tidak pernah ada mata kasat yang pernah melihatnya, tak pernah terdengar oleh telinga manusia, dan bahkan tak pernah terbetik dalam benak seseorang. Keindahan yang di luar kemampuan manusia untuk menceritakannya. Ada beberapa hal yang beliau sampaikan, di antaranya beliau melihat tenda-tenda yang terbuat dari mutiara. Tanah surga itu bagaikan musk atau parfum yang paling harum. Secara  menyeluruh beliau menyifati semua keindahan di luar jangkauan pengetahuan manusia.


Setelah itu beliau diajak jalan-jalan melihat neraka. Beliau memberikan beberapa pemandangan neraka yang sangat mengerikan. Saya tidak akan menuliskan semua yang disebutkan di Hadits Bukhari-Muslim dan beberapa riwayat lainnya. Tapi intinya azab neraka itu sangat mengerikan dan pedihnya di luar batas manusia untuk mendeskripsinya. Rasulullah menyebutkan beberapa deskripsi azab neraka. Dari pemakan riba, penggiba hingga pezina, dan lain-lain. 


Dalam perjalanan selanjutnya beliau melihat Dajjal. Makhluk ini digambarkan sebagai seseorang yang matanya seperti anggur yang busuk. Di riwayat lain disebutkan jika Dajjal itu bermata satu atau dalam bahasa Arab disebut “a’war”. 


Tidak banyak riwayat yang menggambarkan perjalanan beliau dari langit ke bumi. Berbeda ketika beliau menuju ke atas dari bumi ke langit. Di mana disebutkan secara rinci apa yang terjadi di setiap tingkatan langit yang dilaluinya. Namun yang pasti beliau kemudian turun kembali ke Yerusalem dan kembali menaiki Buraq yang waktu itu diikat di sekitar masjidil Aqsa. 


Dalam riwayat disebutkan bahwa dalam perjalanan dari Yerusalem kembali ke Mekah Rasulullah bertemu dengan tiga rombongan pejalan atau kafilah (caravan). Rombongan ini dikenal oleh Rasulullah SAW dari kalangan Quraisy Mekah itu yang kemudian akan menjadi saksi kebenaran perjalanan Muhammad SAW itu. 


Tibalah beliau di Mekah, tertidur dan menemukan dirinya terbangun di masjidil Haram di subuh hari. Rasulullah menceritakan bagaimana di saat terbangun di subuh hari itu  beliau merasakan kegelisahan atau kecemasan (anxiety) yang luar biasa. Beliau khawatir tentang bagaimana cara menyampaikan peristiwa perjalanan itu kepada masyarakat luas. Khawatir akan respon dan penolakan mereka. Ini menunjukkan bahwa Allah memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan kepada orang-orang disekitarnya. Karena tidak mungkin merasa khawatir akan menyampaikan kalau hal itu tidak harus disampaikan. 


Dalam situasi kekhawatiran itu tiba-tiba Abu Jahal lewat di depannya dan melihat Rasulullah dalam keadaan galau, khawatir, dan seterusnya. Abu Jahal dengan sarcastic menegurnya: “hai Muhammad apa yang menimpamu?”. Rasulullah yang tidak mungkin berdusta itu menjawab: “iya tadi malam saya diperjalankan dari Masjidil Haram ke masjidil Aqsa”. Mendengar itu, Abu Lahab shocked dan mengatakan: “dan Sekarang kamu ada di sini?”. Rasulullah mengatakan: “Iya dan saya di sini sekarang”.


Mendengar itu, Abu Lahab nampak terdiam shock, lalu berkata: “apa kamu berani memberitahu ke orang-orang persis seperti yang kamu sampaikan ke saya?”. Rasulullah mengatakan: “Iya pasti”. Abu Lahab kemudian mengumandangkan agar orang-orang berkumpul, lalu berkata: “ada berita penting yang ingin saya sampaikan kepada kalian”. Orang-orang pun berkumpul ingin tahu apa gerangan pemberitahuan itu. 


Abu Lahab kemudian berpaling ke Muhammad SAW dan berkata: “Muhammad, sampaikan apa yang telah kamu sampaikan ke saya”. Rasulullah pun menyampaikan: “semalam saya diperjalankan ke Baitul Maqdis dan kembali ke Masjidil Haram kurang dari semalam”. 


Mendengar itu mereka yang hadir merespon dengan reaksi yang berbeda-beda. Tapi umumnya menertawakan dan mengejek Rasulullah SAW. Lalu salah seorang yang mengenal Baitul Maqdis bertanya meminta kepada Rasulullah untuk menyebutkan bagaimana bentuk Baitul Maqdis itu sebagai ujian. Dan Rasulullah pun menceritakan tentang Baitul Maqdis secara rinci. Tapi pertanyaan-pertanyaan dari mereka semakin mendetail dan Rasulullah tidak ingat semua yang dilihatnya. 


Dalam situasi seperti itu tiba-tiba di hadapan beliau dimunculkan Baitul Maqdis ternampakkan padanya. Kata Rasulullah: “tidak ada satu pertanyaan yang mereka tanyakan kecuali saya memberikan jawabannya secara rinci dan jelas”. Akhirnya salah seorang dari mereka berkata: “Muhammad benar dalam mendeskripsikan Baitul Maqdis”. 


Rasulullah kemudian menyampaikan bahwa beliau juga bertemu dengan tiga kafilah (caravan) dan mereka bisa menjadi saksi pertemuan mereka dengan Rasulullah SAW. Tak lama kemudian datang berita jika ketiga kafilah itu telah tiba di Mekah. Abu Lahab pun segera menemui mereka dan bertanya perihal Muhammad SAW bertemu mereka. Mereka membenarkan pertemuan itu. Tapi Abu Lahab justeru mengatakan: “ini jelas adalah sihir yang nyata”. 


Ketika berita ini menyebar dan didengar oleh mereka yang sudah Muslim, oleh penulis sejarah Islam 

Ibn Hisyam mengatakan “sebagian orang Islam itu murtad”. Namun kutipan Ibn Hisyam ini ditolak oleh sebagian ulama. Karena dalam sejarah tidak ditemukan ada pengikut Rasulullah yang murtad di era Mekah. Apalagi catatan Ibn Hisyam itu hanya catatan sejarah. Bukan hadits atau ucapan Rasulullah SAW. 


Selanjutnya riwayat menyebutkan bahwa sebelum Rasulullah sempat memberitahu Abu Bakar, sahabat terdekatnya, salah seorang dari kalangan Quraisy itu berlari ke rumahnya dan berkata: “tahukah kamu apa yang telah dikatakan oleh temanmu (Muhammad)?”. Abu Bakar bertanya: “apa yang dia telah sampaikan?”. Sang Quraish menyampaikan seperti cerita Rasulullah. Tentu harapannya Abu Bakar akan ragu dan tidak percaya. 


Abu Bakar dengan kepintarannya dan kemampuan komunikasinya menjawab: “kalau dia yang mengatakan itu maka pasti benar”. Orang itu terkejut dan berkata: “apakah kamu benar percaya dengan ucapannya?”. Abu Bakar berkata: “Saya mempercayainya dengan hal-hal yang lebih menakjubkan dari itu (Isra’)”. 


Karena kekuatan Iman dan kepercayaan Abu Bakar kepada baginda Rasulullah ini beliau pun diberikan gelar “as-Siddiq” (yang membenarkan). 


Saya akhiri catatan tentang Isra Mi’raj ini dengan mengingatkan kembali diri saya dan kita semua bahwa peristiwa ini adalah peristiwa iman, sekaligus ujian keimanan. Karenanya segala argumentasi yang disampaikan untuk menjustifikasi perjalanan ini baik secara keilmuan atau dengan metode apa saja, semuanya hanya proses untuk memahami untuk satu tujuan; mengimaninya. 


Perjalanan ini sendiri bagi Rasulullah adalah soliditas iman dan ruhiyah bagi beliau untuk menguatkan tekad untuk meneruskan  jalan juang walau tantangan ketika itu  mencapai puncaknya (pinnacle). Dan perjalanan itu adalah bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah (ayat) untuk menenangkan hambaNya. Dan tanda-tanda itu semakin nyata hanya dalam beberapa saat kemudian melalui Hijrah Rasul dan berdirinya Komunitas Islam pertama di Madinah Al-Munawwarah. 


The end! 


Berita Lainnya