Opini

Hadirkan Harapan Agar Generasi Muda Tidak Lari Keluar Negeri

Oleh Musni Umar, Sosiolog 

Musni Umar — Satu Indonesia
4 hours ago
Hadirkan Harapan Agar Generasi Muda Tidak Lari Keluar Negeri
Musni Umar, Sosiolog, Cendekiawan Muslim (Foto: Istimewa)

GENERASI muda yang berpendidikan menghadapi masa depan yang tidak pasti   karena menurut Badan Pusat (BPS) sampai Agustus 2024 sebanyak 842.378 orang lulus universitas (S1, S2, S3) menganggur.  Sementara total pengangguran di Indonesia  per Agustus 2024 sebanyak 7.465.599 orang. Itu pengangguran terbuka, yang tidak terbuka lebih banyak lagi. 


Kalau tidak ada masa depan di dalam negeri, generasi muda yang berpendidikan, cenderung memilih "kabur" keluar negeri. Tidak saja bekerja di negara lain, tetapi menjadi warga negara di negara yang memberi gaji, jaminan kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak mereka. 


Sebagai contoh, banyak WNI menjadi warga negara Singapura. Syaratnya  mudah cukup mengisi formulir secara daring. Hanya yang diterima sebagai warga negara Singapura dipastikan adalah pebisnis yang tajir dan ilmuwan yang berkualifikasi tinggi. 


Fenomena generasi muda "kabur" keluar negeri tidak terlepas dari pengelolaan negara yang buruk dalam 10 tahun terakhir.  Banyak industri manufaktur dan industri tekstil bubar akibat maraknya impor legal dan ilegal. 


Selain itu, proyek strategis nasional (PSN) dengan dalih investasi aparat tega menggusur rakyat dari tempat tinggal dan hidup. Juga hilirisasi nikel misalnya, pekerja di tingkat supervisor, manajer dan direksi semua dari negara yang berinvestasi. Sementara karyawan lapangan juga mayoritas dari  negara yang berinvestasi. Semua dari mereka dan hasilnya juga di ekspor oleh mereka. Jadi pengelolaan negara yang tidak baik termasuk menjadikan putranya menjadi orang kedua di Indonesia menimbulkan persepsi negatif bagi generasi muda bahwa masa depan mereka Indonesia penuh ketidakpastian. 


Dampaknya terjadi krisis kepercayaan dan  hilang harapan untuk memperoleh masa depan yang baik. Pilihannya "kabur" dari Indonesia. 


Fenomena ini juga terjadi di negara lain. Oleh karena itu, sangat penting memilih Presiden dan Kepala Daerah yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang tinggi.  Dalam tradisi di Indonesia untuk memilih calon mantu, selalu dilihat bibit bebet bobot, apalagi memilih Presiden dan Kepala Daerah. 


Akan tetapi dalam masyarakat yang masih banyak miskin dan kurang pendidikan, pemilihan umum sebagai sarana meraih  kekuasaan, banyak salah karena kekuasaan diperoleh melalui pencitraan, politik uang dan politik sembako. 


Bangsa Indonesia patut bersyukur, Tuhan masih sayang rakyat Indonesia, sehingga yang menjadi Presiden adalah Prabowo Subianto yang memiliki kapasitas dan kemampuan yang hebat, sehingga memberi optimisme  dan harapan  baru akan masa depan Indonesia yang baik bagi generasi muda dan seluruh bangsa Indonesia, sehingga kedepan kita harapkan tidak perlu "kabur" keluar negeri karena hidup di  Indonesia bisa sejahtera dan  makmur.


Berita Lainnya