Nasional

Fenomena Brain Drain: Ketika SDM Unggul Indonesia Memilih Pergi

Redaksi — Satu Indonesia
18 Februari 2025 11:43
Fenomena Brain Drain: Ketika SDM Unggul Indonesia Memilih Pergi
Fenomena Brain Drain yang menjadi polemik di Indonesia (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Media sosial kembali diramaikan dengan fenomena Brain Drain, yakni kecenderungan Warga Negara Indonesia (WNI) untuk menetap dan berkarier di luar negeri dibanding kembali ke tanah air. Tagar #KaburAjaDulu menjadi viral, mencerminkan kekecewaan generasi muda terhadap kondisi di Indonesia.

Apa Itu Brain Drain?
Dikutip dari laman resmi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Brain Drain adalah fenomena dimana ilmuwan, intelektual, dan cendekiawan suatu negara memilih meninggalkan tanah kelahirannya untuk menetap di negara lain. Faktor pendorongnya beragam, mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial budaya, hingga minimnya peluang dan fasilitas untuk berkembang di negara asal.

Menurut UPI, dalam kadar tertentu, Brain Drain dapat merugikan negara asal karena kehilangan sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang seharusnya berkontribusi dalam pembangunan nasional. Sebaliknya, negara tujuan justru mendapat keuntungan karena memperoleh tenaga kerja unggul.

Brain Drain di Indonesia
Fenomena Brain Drain bukan hal baru di Indonesia. UPI mencatat beberapa gelombang besar eksodus SDM unggul dalam sejarah:

Era 1965 – Pergantian rezim dari Orde Lama ke Orde Baru menyebabkan banyak mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di Rusia dan Eropa Timur memilih tidak kembali ke tanah air.
Era 1980-an – Kebijakan Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie mengirim ratusan remaja berbakat ke luar negeri untuk belajar. Namun, sebagian besar dari mereka memilih bekerja di Amerika Serikat dan tidak langsung kembali ke Indonesia.
Era Digital Sekarang – Dengan kemudahan akses informasi dan mobilitas global, banyak anak muda berbakat yang memilih untuk bekerja di luar negeri demi prospek karir yang lebih menjanjikan.
Tagar #KaburAjaDulu dan Kekecewaan Generasi Muda
Saat ini, fenomena Brain Drain kembali mencuat di media sosial, dipicu oleh ketidakpuasan generasi muda terhadap kondisi di dalam negeri. Tagar #KaburAjaDulu menjadi bentuk protes atas ketidakpastian masa depan di Indonesia.

Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Edi Subkhan, menyebutkan bahwa fenomena ini merupakan refleksi dari rasa frustasi terhadap kebijakan pemerintah.

"Menurut saya, ini adalah bentuk kekecewaan anak-anak muda, bahkan para cendekiawan, yang merasa bahwa pemerintah tidak mendengarkan aspirasi mereka dan tidak memperhatikan masa depan mereka," ujar Edi kepada Kompas.com, Selasa (18/02/25).

Lebih lanjut, Edi menekankan bahwa pemerintah harus menjadikan fenomena ini sebagai evaluasi serius agar dapat menciptakan ekosistem yang lebih mendukung bagi SDM unggul Indonesia.

"Tagar #KaburAjaDulu adalah sindiran bagi pemerintah. Ini menunjukkan bahwa anak muda merasa tidak ada yang bisa diandalkan selain diri mereka sendiri," tambahnya.

Dampak dan Tantangan Bagi Indonesia
Fenomena Brain Drain memberikan dampak besar bagi Indonesia, di antaranya:

Kehilangan SDM berkualitas yang seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan nasional.
Kurangnya inovasi dan daya saing di sektor industri, teknologi, dan penelitian.
Ketimpangan ekonomi akibat minimnya tenaga ahli yang mampu mengembangkan potensi dalam negeri.
Untuk mengatasi Brain Drain, pemerintah perlu melakukan langkah konkret, seperti meningkatkan fasilitas riset, menciptakan iklim kerja yang kompetitif, serta memberikan insentif bagi para profesional agar mereka mau kembali dan berkontribusi bagi tanah air.

Fenomena Brain Drain di Indonesia bukan sekadar tren, melainkan sebuah tantangan besar yang harus diatasi. Jika pemerintah tidak segera merespons dengan kebijakan yang mendukung SDM unggul, maka bukan tidak mungkin gelombang eksodus ini akan terus berlanjut dan Indonesia akan kehilangan generasi emasnya. (mul)


 #BrainDrain #KaburAjaDulu #GenerasiEmas #MasaDepanIndonesia #SDMUnggul


Berita Lainnya