Politik dan Pemerintahan
Hasto Kristiyanto Divonis 3,5 Tahun Penjara

JAKARTA, SATU INDONESIA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku. Meski tidak terbukti merintangi penyidikan, Hasto dinyatakan bersalah menerima suap sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (25/7/2025), dengan susunan hakim Rios Rahmanto sebagai ketua serta Sunoto dan Sigit Herman Binaji sebagai anggota.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan Hasto tidak mendukung agenda pemberantasan korupsi nasional dan merusak citra lembaga pemilu yang seharusnya independen dan berintegritas. Namun, vonis juga memperhatikan sejumlah hal yang meringankan, seperti sikap kooperatif selama persidangan, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, dan pengabdian Hasto di berbagai posisi publik.
Sebelumnya, jaksa menuntut Hasto dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta, subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menilai Hasto terbukti melakukan dua pelanggaran, yaitu merintangi penyidikan (Pasal 21 UU Tipikor) dan menerima suap (Pasal 5 Ayat 1 Huruf a). Namun, majelis hakim menyatakan Hasto tidak terbukti menghalangi proses penyidikan.
Kasus Lama yang Kembali Mengemuka
Kasus ini merupakan kelanjutan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020 yang menjerat eks komisioner KPU Wahyu Setiawan. Wahyu diduga menerima suap untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang wafat.
Dalam pengembangannya, KPK menetapkan empat tersangka: Wahyu Setiawan (penerima suap), Agustiani Tio Fridelina (mantan anggota Bawaslu, perantara), Saeful Bahri (staf PDI-P), dan Harun Masiku (pemberi suap). Harun sendiri hingga kini masih buron dan masuk dalam daftar pencarian orang sejak 17 Januari 2020.
Nama Hasto Kristiyanto muncul sejak awal penyelidikan. Dalam dakwaan terhadap Saeful Bahri, disebut bahwa Hasto menyetujui penggunaan dana operasional sebesar Rp 850 juta untuk mengatur PAW Harun di KPU. Sejumlah saksi juga menyebut nama Hasto dalam persidangan, namun ia secara konsisten membantah terlibat.
Dari Pemeriksaan Hingga Penahanan
Penyelidikan kembali aktif saat Nawawi Pomolango menjabat Ketua Sementara KPK pada akhir 2023. Pada Juni 2024, Hasto diperiksa sebagai saksi. Pemeriksaan itu menarik perhatian publik, terutama setelah penyidik menyita ponsel dan buku catatan Hasto dari ajudannya, Kusnadi. Penyitaan yang dinilai tidak prosedural ini memicu kontroversi.
Pada akhir Desember 2024, KPK secara resmi menetapkan Hasto sebagai tersangka atas dua sangkaan: perintangan penyidikan (Pasal 21) dan keterlibatan dalam suap PAW Harun Masiku. Ia diduga turut menyumbang dana dan mengatur proses penyerahan suap melalui Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah. Hasto kembali diperiksa pada 13 Januari 2025, lalu ditahan KPK pada 20 Februari 2025.
Tak tinggal diam, Hasto menggugat status tersangkanya melalui praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kuasa hukumnya menilai penetapan Hasto bersifat politis dan tidak didukung dua alat bukti yang cukup. Namun, pada 13 Februari 2025, hakim tunggal Djuyamto menolak gugatan tersebut.
Hasto kembali mengajukan praperadilan kedua. Namun, sebelum sidang digelar, KPK menyatakan berkas perkara Hasto telah lengkap dan siap disidangkan. Pada awal Maret 2025, kasus dilimpahkan ke pengadilan, dan otomatis menggugurkan proses praperadilan lanjutan. (sa)