Nasional

Prabowo Perbesar Struktur TNI

Tambah 49 Jabatan Perwira Tinggi, 6 Kodam Baru, hingga Batalyon Pembangunan

Redaksi — Satu Indonesia
2 hours ago
Prabowo Perbesar Struktur TNI
PERKUAT TNI - Presiden Prabowo Subianto resmi memperluas struktur organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto resmi memperluas struktur organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan menambah jumlah jabatan perwira tinggi, membentuk komando daerah militer (Kodam) baru, membentuk batalyon teritorial pembangunan, serta menambah grup Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Langkah ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 84 Tahun 2025 tentang Susunan Organisasi TNI yang ditandatangani pada 5 Agustus 2025.

Perpres terbaru tersebut merevisi Perpres Nomor 66 Tahun 2019 dan mengatur total 420 jabatan perwira tinggi di TNI—bertambah 49 jabatan dibanding sebelumnya yang berjumlah 371 jabatan. Penambahan paling menonjol terjadi di Markas Besar (Mabes) TNI, khususnya unsur pembantu pimpinan, yang melonjak dari 12 menjadi 24 jabatan. Salah satu perubahan besar adalah posisi asisten panglima, yang semula hanya satu jabatan, kini menjadi tujuh, meliputi:

  1. Asisten kebijakan strategis dan perencanaan umum
  2. Asisten operasi
  3. Asisten intelijen
  4. Asisten personalia
  5. Asisten logistik
  6. Asisten teritorial
  7. Asisten komunikasi dan elektronika

Enam Kodam Baru
Selain memperbanyak jabatan perwira tinggi, Prabowo menambah enam Kodam baru sehingga total kini ada 21 Kodam di seluruh Indonesia. Kodam yang baru dibentuk meliputi:

  1. Kodam XIX/Tuanku Tambusai – wilayah Riau dan Kepulauan Riau
  2. Kodam XX/Tuanku Imam Bonjol – Sumatera Barat dan Jambi
  3. Kodam XXI/Radin Inten – Lampung dan Bengkulu
  4. Kodam XXII/Tambun Bungai – Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan
  5. Kodam XXIII/Palaka Wira – Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat
  6. Kodam XXIV/Mandala Trikora – berpusat di Merauke, Papua Selatan

Batalyon Teritorial Pembangunan
TNI Angkatan Darat (AD) juga membentuk Batalyon Teritorial Pembangunan yang ditargetkan ada di seluruh 514 kabupaten/kota di Indonesia. Batalyon ini bertujuan mendukung stabilitas, pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana, setiap batalyon akan berdiri di lahan seluas 30 hektar dan memiliki empat kompi:

  1. Kompi Pertanian – mendukung ketahanan pangan dan swasembada
  2. Kompi Peternakan – memperkuat penyediaan protein hewani
  3. Kompi Medis – memberikan pelayanan kesehatan dan penanganan bencana
  4. Kompi Zeni – membangun sarana-prasarana, khususnya di daerah tertinggal dan rawan bencana

Kabar yang beredar pada Juni 2025 menyebut TNI AD berencana merekrut hingga 24.000 tamtama untuk mengisi batalyon-batalyon tersebut.

Penambahan Grup Kopassus
Panglima TNI juga menetapkan pembentukan enam komandan grup Kopassus, meningkat dari tiga grup sebelumnya. Sebaran grup tersebut adalah:

  1. Grup 1 – Banten
  2. Grup 2 – Surakarta, Jawa Tengah
  3. Grup 3 – Dumai, Riau
  4. Grup 4 – Penajam, Ibu Kota Nusantara (IKN)
  5. Grup 5 – Kendari, Sulawesi Tenggara
  6. Grup 6 – Timika, Papua Tengah

 Markas utama Kopassus tetap berada di Cijantung, Jakarta.

Brigjen Wahyu Yudhayana menyebut langkah ini sebagai bagian dari adaptasi TNI menghadapi tantangan zaman, memperkuat Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), serta mendukung program pembangunan nasional.

Menurutnya, kehadiran satuan baru memungkinkan TNI merespons ancaman militer maupun nonmilitermulai dari terorisme, separatisme, hingga bencana alam, dengan lebih cepat. Selain itu, Batalyon Teritorial Pembangunan akan menjadi “agen pembangunan” yang membantu masyarakat di bidang pangan, peternakan, kesehatan, dan infrastruktur.

Kritik Tidak Sejalan dengan Semangat Reformasi
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, menilai penambahan struktur ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, yang melarang duplikasi struktur administrasi pemerintahan sipil. Ia mengingatkan bahwa Reformasi 1998 menghapus dwifungsi TNI dan menuntut restrukturisasi komando teritorial, karena pada masa Orde Baru, struktur ini digunakan sebagai instrumen politik.

Al Araf juga menyoroti ketiadaan strategic defence review sejak Prabowo menjabat Menteri Pertahanan, yang seharusnya menjadi dasar penyusunan kebijakan pertahanan dan postur TNI. Menurutnya, tanpa dokumen tersebut, arah pembangunan struktur organisasi menjadi sulit dipahami.

Ia menambahkan bahwa penambahan jabatan akan membebani anggaran pertahanan, yang saat ini 60–70 persen terserap untuk belanja rutin, sehingga ruang untuk modernisasi alutsista dan peningkatan kesejahteraan prajurit semakin terbatas.

“Di negara lain, tren justru merasionalisasi struktur dan fokus pada peningkatan teknologi pertahanan serta profesionalisasi SDM. Yang terjadi sekarang justru memperluas organisasi sehingga rawan inefisiensi,” tegasnya. (sa)


Berita Lainnya