Opini

Bareskrim Polri dan Pertaruhan Reputasi: Akankah Kasus Pagar Laut Diusut Tuntas?

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

Ahmad Khozinudin SH — Satu Indonesia
9 hours ago
Bareskrim Polri dan Pertaruhan Reputasi: Akankah Kasus Pagar Laut Diusut Tuntas?
Pagar laut yang menjadi polemik dan kontroversi (Foto: Istimewa)

PENAHANAN Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, beserta Sekretaris Desa, Ujang Karta, serta dua tersangka lainnya, Septian dan Chandra Eka, oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Mabes Polri menandai langkah awal dalam pengungkapan skandal besar di perairan Tangerang. Namun, apakah langkah ini cukup? Ataukah ini sekadar pengorbanan kecil untuk melindungi aktor-aktor besar di balik layar? Operator Lapangan atau Kambing Hitam?

Arsin dkk ditahan dengan sangkaan pemalsuan dokumen dan/atau memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP Jo Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP. Namun, patut dicermati bahwa mereka hanyalah eksekutor di lapangan. Lalu, bagaimana dengan dalang di balik proyek sertifikasi laut ini?

Dugaan kuat mengarah pada pihak-pihak yang telah memanfaatkan celah hukum, terutama Pasal 66 PP No. 18 Tahun 2021, yang menjadi dalih legalisasi sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di area laut. Dengan alasan tanah musnah akibat abrasi, permainan ini dilakukan demi kepentingan proyek reklamasi yang lebih besar. Siapa mereka? Jejaknya telah berulang kali diungkap dalam berbagai laporan sebelumnya.

Mengapa Mandor Memet, Eng Cun, dan Ali Hanafiah Belum Tersentuh?
Jika ingin membuktikan keberanian dan integritasnya, Bareskrim Polri tidak boleh hanya berhenti pada Arsin dkk. Ada nama-nama lain yang tak kalah penting untuk segera diperiksa, seperti Mandor Memet, Eng Cun alias Gojali, dan Ali Hanafiah Lijaya—sosok yang terkait erat dengan kepentingan konglomerat besar. Mereka terlibat dalam proyek pemagaran laut sepanjang 30,16 KM yang melintasi enam desa dan 16 kecamatan di Kabupaten Tangerang hingga ke Kabupaten Serang. Jika kasus sertifikat laut dijerat dengan Pasal 263 dan Pasal 266 KUHP, maka kasus pemagaran laut ini seharusnya dapat dijerat dengan Pasal 98 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Dampak ekologis yang ditimbulkan dari proyek ini begitu nyata: ekosistem laut rusak, biota terganggu, dan keberlanjutan lingkungan terancam. Ancaman hukumannya pun berat—penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun, dengan denda antara 3 hingga 10 miliar rupiah.

Tebang Pilih atau Tegak Lurus?
Hingga kini, belum ada satupun pihak yang bertanggung jawab atas skandal pagar laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hanya mengusulkan denda sebesar 18 juta rupiah per kilometer, tetapi belum ada tindakan nyata karena tidak ada pihak yang ditangkap dalam kasus ini. Sementara itu, Mandor Memet, Eng Cun, dan Ali Hanafiah masih melenggang bebas tanpa tersentuh hukum. Apakah ini indikasi keberpihakan terhadap oligarki?

Jika Polri hanya menumbalkan Arsin dkk dan mengabaikan pihak-pihak besar, maka kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum akan semakin terkikis. Namun, jika kasus ini diusut tuntas tanpa pandang bulu, maka ini bisa menjadi momentum pemulihan kepercayaan rakyat terhadap institusi kepolisian.

Tanggung Jawab Bersama: Kawal Kasus Ini!
Skandal ini bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga pertaruhan integritas negara dalam menegakkan keadilan. Rakyat berhak tahu siapa yang berada di balik permainan besar ini. Jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka kesenjangan keadilan akan semakin nyata.

Mari kita awasi dan kawal kasus ini hingga ke akar-akarnya. Jangan biarkan hukum menjadi alat permainan bagi segelintir elite yang bersembunyi di balik kekuasaan! 

Penulis adalah Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)


#UsutTuntas #HukumAdil #StopOligarki #HukumTegak #Bareskrim #KasusPagarLaut #TransparansiHukum #TangkapDalangnya #pagarlaut #oligarki #breakingnews #beritaterkini


Berita Lainnya