Pemilu 2024
200 Jenderal Purnawirawan Desak Jokowi Mundur atau Dimakzulkan
Tuntut Diskualifikasi Prabowo-Gibran dari Pilpres 2024
JAKARTA – Setidaknya 200 purnawirawan Jenderal TNI/Polri yang tergabung dalam Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri untuk Perubahan dan Persatuan (FKP3) menyatakan sikap yang keras atas situasi politik pasca Pemilu 2024. Tidak tanggung-tanggung para purnawirawan jenderal tersebut mengancam untuk memakzulkan Presiden Jokowi dan mendesak diskualifikasi Prabowo-Gibran dari Pilpres 2024.
Pernyataan sikap yang dipimpin oleh Mantan Gubernur DKI Sutiyoso dan Fachrur Razi itu digelar di Museum Sutiyoso di Jakarta, Sabtu sore (17/2/2024). Sutiyoso mengatakan, Forum Komunikasi Purnawirawan untuk Persatuan dan Pembaharuan ini berisi 400-an purnawirawan, dan dari 400-an itu ada 200-an perwira tinggi. Sedangkan yang hadir mewakili sekitar 40-an orang jenderal purnawirawan.
”Kami dari Forum Komunikasi Purnawirawan untuk Persatuan dan Purnawirawan terdiri dari ratusan orang, tapi perwira tingginya kurang lebih hampir 200 orang,” katanya. Pernyataan sikap FKP-3 ini dibacakan Jenderal (purn) Fachrur Razi, mantan BIN dan mantan Menteri Agama RI di Kabinet Indonesia Maju-nya Jokowi.
Fachrur Razi dalam pernyataan sikap kelompoknya menjelaskan, sehubungan dengan terlaksananya tahap pencoblosan dalam pemilu presiden 14 Februari 2024, FKP-3 menyampaikan hormat kepada seluruh rakyat Indonesia Yang telah berpartisipasi dalam Pemilu tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab.
Fachrur Razi juga menyampaikan rasa hormat kepada jajaran pemerintah pusat, KPU, Bawaslu dan seluruh aparat keamanan, yang telah melaksanakan tugasnya dalam Pemilu Presiden.
Menyikapi perhitungan suara pemilu, Fachrur Razi menyampaikan beberapa poin pernyataan. “Satu, Kami akan menerima hasil perhitungan suara yang nyata atau real count Yang diperoleh dari Pemilu yang jujur dan adil,” katanya.
Kedua, Kami yang bercita-cita menjadikan Pemilu 2024 antar lain sebagai momen memulai zero corruption, penegakan hukum yang tanpa pilih bulu, membangun sistem pengawasan kinerja pemerintah dengan mengefektifkan fungsi pengawasan DPR dan seluruh komponen rakyat yang kritis, memberi beberapa catatan sangat buruk pada pelaksanaan pemilu presiden sebagai berikut.
“Pertama, presiden yang nyata-nyata bersikap cawe-cawe dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 dengan mengerahkan aparat pemerintah mendukung pemenangan paslon nomor dua sangat menodai demokrasi di Indonesia,” katanya.
Kedua, pemunculan nama Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden 02 yang dilakukan melalui rekayasa hukum yang sangat memalukan dan langsung disambut oleh KPU tanpa Lebih dahulu menunggu revisi peraturan KPU nyata-nyata telah mengkhianati konstitusi.
“Ketiga, penggunaan hukum sebagai instrumen politik untuk menyangga tokoh-tokoh politik agar mendukung Paslon 02, selain merusak upaya pemberantasan korupsi, juga merusak sistem hukum dan politik Indonesia,” katanya.
Keempat, kecurangan oleh petugas-petugas KPU dan jajarannya tetap mendukung paslon tertentu Yang dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif telah sungguh-sungguh menghianati demokrasi, konstitusi serta membahayakan eksistensi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan hal-hal tersebut, pihaknya bersikap sebagai berikut:
Satu, memprotes keras deklarasi kemenangan 02 yang dilakukan berdasarkan quick count dan bukan merupakan hasil resmi Pemilu.
Kedua, mendesak kepada yang berwenang untuk mendiskualifikasi Prabowo-Gibran sebagai Paslon 02 pada Pilpres 2024.
“Kemudian untuk menjadi pelajaran bagi pejabat negara, kami mendesak presiden Joko Widodo dan semua pejabat yang telah merusak hukum di Indonesia secepatnya mundur atau dimakzulkan,” katanya.
Menjawab wartawan, Fachrur Razi mengatakan bahwa cawe-cawe Presiden Jokowi sudah menyalahi dan berbahaya bagi bangsa ini ke depan.
“Oleh sebab itu, kita minta mundur atau dimakzulkan. Karena kalau tidak ini akan menjadi preseden yang sangat tidak baik bagi bangsa ini,” katanya.
Untuk tuntutan diskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran, mantan Menteri Agama RI ini mengatakan selain melakukan banyak kecurangan, keduanya juga sangat menikmati kecurangan itu dan melakukan selebrasi kemenangan berdasarkan quick count.
“Itu sangat merusak pemikiran, penalaran dari rakyat banyak. Seolah-olah itu sebagai hal yang resmi, formal,” kata Fachrur Razi. (ist)