Laporan Khusus
Telisik Interaksi Muslim Makassar dan Aborigin di Arnhem Land
JAKARTA - Sejarah perdagangan antara orang Makassar dan suku Aborigin di Australia telah menjadi topik menarik bagi para sejarawan dan antropolog. Sebelum kedatangan kolonial Inggris, interaksi antara kedua kelompok ini telah berlangsung selama berabad-abad, menciptakan jalinan budaya yang kaya dan beragam.
Orang Makassar, yang dikenal sebagai pelaut ulung, telah menjalin hubungan dagang dengan berbagai suku di wilayah Pasifik dan Australia. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa mereka melakukan perjalanan jauh ke selatan, membawa barang dagangan seperti rempah-rempah, kain, dan perhiasan. Dalam catatan sejarah, terdapat bukti bahwa orang Makassar telah melakukan perdagangan dengan suku Aborigin di pantai utara Australia, khususnya di daerah Arnhem Land.
Warisan yang Bertahan
Perdagangan teripang antara orang Makassar dan Aborigin berakhir pada tahun 1906, terutama akibat pajak yang tinggi dan kebijakan pemerintah yang membatasi perdagangan non-kulit putih. Meskipun demikian, warisan interaksi ini masih dirayakan oleh komunitas Aborigin di Australia Utara hingga lebih dari seabad kemudian. Mereka merayakan sejarah kebersamaan ini sebagai simbol kepercayaan dan penghormatan antara kedua budaya.
Kedatangan Inggris
Sebelum interaksi ini, pada tahun 1788, Kapten James Cook dari Inggris mendarat di pantai timur Benua Australia, yang kini dikenal sebagai Sydney, dan mengklaim wilayah tersebut sebagai milik Inggris. Sejak saat itu, gelombang imigran dari Inggris terus berdatangan, dan Australia sedikit demi sedikit dikuasai oleh orang kulit putih, khususnya dari Kerajaan Inggris Raya.
Warisan interaksi antara Muslim Makassar dan masyarakat Aborigin di Arnhem Land adalah salah satu contoh bagaimana kontak budaya lintas bangsa dapat menghasilkan dampak yang signifikan dan berkelanjutan. Kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya saling menghormati dan menghargai perbedaan dalam membangun hubungan yang harmonis di antara berbagai kelompok budaya.
Pengaruh Muslim Makassar
Para pelaut Muslim dari Makassar tidak hanya membawa barang dagangan, tetapi juga memperkenalkan bahasa dan budaya mereka kepada masyarakat Aborigin. Salah satu contoh yang menonjol adalah kata "rupiah," yang berarti uang, yang kini menjadi bagian dari perbendaharaan kata masyarakat Aborigin. Sejarawan Australia, Peter G. Spillet, berhasil mengidentifikasi dan mendokumentasikan sekitar 250 suku kata Bugis-Makassar dan Melayu yang telah terintegrasi dalam bahasa Aborigin.
Tidak hanya itu, Spillet juga menemukan beberapa keturunan Bugis-Makassar di Australia yang diduga masih memiliki darah Aborigin. Di wilayah Australia Utara, seperti di Pantai Kimberley dan Teluk North West, nama-nama Makassar seperti "Kayu Jawa" dan "Teluk Mangko" masih bisa ditemukan, menunjukkan jejak sejarah yang kuat dari interaksi ini.
Pertukaran budaya antara orang Makassar dan Aborigin tidak hanya terbatas pada perdagangan. Terdapat juga catatan mengenai pernikahan campuran antara orang Makassar dan wanita Aborigin, yang menciptakan generasi baru dengan warisan budaya yang kaya. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara kedua kelompok ini tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga sosial dan budaya.
Hubungan Harmonis
Salah satu dampak signifikan dari interaksi ini adalah penyebaran agama Islam di kalangan suku Aborigin. Meskipun mayoritas masyarakat Aborigin menganut kepercayaan tradisional, beberapa di antara mereka mulai mengadopsi ajaran Islam yang dibawa oleh orang Makassar. Proses ini berlangsung secara bertahap dan melalui hubungan yang erat antara kedua kelompok, termasuk pernikahan dan pertukaran budaya.
Menurut antropolog John Bradley dari Universitas Monash, Melbourne, hubungan antara Muslim Makassar dan masyarakat Aborigin adalah bentuk hubungan internasional pertama bagi orang-orang Aborigin. Dalam sebuah wawancara dengan BBC pada 24 Juni 2014, Bradley menekankan bahwa hubungan ini didasarkan pada perdagangan yang adil tanpa diskriminasi rasial atau kebijakan yang merugikan salah satu pihak. Hal ini berbeda dengan pendekatan kolonial Inggris yang mendirikan negara Terra Nullius di tanah yang mereka klaim tanpa persetujuan masyarakat asli.
Bradley juga mencatat bahwa beberapa pedagang Muslim Makassar bahkan menikahi wanita Aborigin, dan warisan agama serta budaya mereka mempengaruhi mitologi Aborigin. Di timur laut Arnhem Land, jejak Islam masih bisa ditemukan dalam berbagai aspek budaya Aborigin, termasuk dalam lagu, lukisan, tarian, dan ritual pemakaman. Misalnya, sosok Walitha'walitha yang disembah oleh klan Yolngu di Pulau Elco diyakini berasal dari frasa Arab "Allah Ta'ala."
Peninggalan Sejarah
Salah satu bukti peninggalan sejarah yang menunjukkan interaksi ini adalah penemuan artefak seperti alat-alat perikanan dan barang-barang kerajinan yang memiliki kesamaan dengan budaya Makassar. Selain itu, catatan lisan dari masyarakat Aborigin juga mengisahkan tentang kedatangan pelaut dari Makassar yang membawa barang-barang asing dan memperkenalkan teknik perikanan yang baru.
Sejumlah situs bersejarah di Australia, seperti Gua Keluarga di Arnhem Land, menyimpan lukisan dinding yang diyakini menggambarkan kedatangan orang Makassar. Lukisan-lukisan ini menjadi saksi bisu dari interaksi yang telah berlangsung selama berabad-abad. Selain itu, beberapa komunitas Aborigin di wilayah tersebut masih mempertahankan tradisi dan praktik yang dipengaruhi oleh budaya Makassar.
Meskipun banyak dari sejarah ini telah terlupakan atau terabaikan, upaya untuk menghidupkan kembali dan mempelajari hubungan antara orang Makassar dan Aborigin terus dilakukan. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat mengungkap lebih banyak tentang interaksi ini dan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang warisan budaya yang kaya dari kedua kelompok.
Dengan demikian, sejarah perdagangan dan pertukaran budaya antara orang Makassar dan Aborigin sebelum kolonial Inggris merupakan bagian penting dari narasi sejarah yang perlu diakui dan dilestarikan. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang hubungan ini, kita dapat menghargai keragaman budaya dan sejarah yang membentuk identitas masyarakat di kawasan ini. (mul)