Laporan Khusus
Tarung Koalisi Indonesia Maju Vs Koalisi Perubahan Bakal Berulang di Pilkada Jakarta
JAKARTA - Sosiolog Musni Umar memprediksi pertarungan jilid II antara Koalisi Indonesia Maju dengan Koalisi Perubahan akan berulang pada Pilkada serentak di Jakarta 2024. Perbedaannya, jika pada Pilpres 14 Februari 2024, Prabowo-Gibran berhadapan dengan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, sekarang tidak.
”Pada Pilkada 27 November 2024, Anies Baswedan bakal berhadapan dengan Calon Gubernur Jakarta yang diusung Koalisi Indonesia Maju yang menurut penjelasan Ahmad Muzani, sudah diputuskan tinggal diumumkan namanya bersama dengan calon Gubernur Jawa Barat,” ungkap Musni Umar.
Menurut Musni Umar, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali pernah menyarankan supaya Anies Baswedan berpasangan dengan Kaesang atau Sara yang memiliki dukungan dari ceruk suara yang berbeda dengan Anies Baswedan.
Hal tersebut penting dikemukakan karakteristik warga Jakarta. Warga Jakarta mayoritas berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Penduduk asli Jakarta adalah suku Betawi, tetapi sudah tidak dominan. Penduduk Jakarta sangat heterogen dari aspek suku, etnis, budaya, ras, asal usul (desa-kota), tingkat kehidupan ekonomi dan agama.
Oleh karena penduduknya heterogen (majemuk) dan asal-usul (desa-kota), maka di Jakarta masih ada kelompok warga yang membangun solidaritas mekanik. Yaitu, warga desa yang bermigrasi ke Jakarta dengan tingkat persatuannya sangat tinggi tetapi jumlahnya terbatas. ”Sementara, mayoritas warga Jakarta menurut saya adalah masyarakat kota yang mengamalkan solidaritas organik, yang dipersatukan karena pekerjaan, organisasi, kepentingan bersama dan saling ketergantungan,” kata Musni Umar.
Heterogenitas warga Jakarta yang didominasi masyarakat perkotaan sangat berbeda dengan warga di daerah lain seperti Jawa Tengah. Di Jakarta, pemilihnya pada umumnya, pegawai ASN/PNS dan pegawai swasta. Mereka memiliki tingkat rasionalitas yang tinggi dan independensi. ”Preferensi mereka dalam memilih sangat ditentukan oleh faktor ketokohan calon gubernur, kinerja calon dan program kerja,” sebut Musni Umar.
Kedua, para elit politik, ekonomi dan sosial. Mereka memilih sangat ditentukan oleh kepentingan mereka. Pilihan bisa karena kepentingan politik, ekonomi dan sebagainya. Ketiga, masyarakat bawah memilih lebih banyak ditentukan ada tidaknya yang diberikan kepada mereka menjelang pemilu atau pilkada seperti sembako atau uang.
”Sementara di Jawa Tengah, sebagian besar warganya masih dipengaruhi patron-client yang bisa disebut wong gede dan wong cilik,” cetus Musni Umar. Pengaruh wong gedhe secara politik dan ekonomi sangat besar dalam pemilu atau Pilkada. Apalagi kalau wong gedhe di dukung oleh pemodal besar, dan menjelang pencoblosan dilakukan pembagian sembako dan uang.
Dari gambaran tersebut dapat dikemukakan bahwa situasi di Jakarta berbeda dengan daerah lain. ”Sehingga cawagub seperti Kaesang atau Sara, bisa saja diplot untuk mendampingi Anies, tetapi secara sosiologis tidak memberi pengaruh besar dalam pemenangan Anies Baswedan,” ungkap Musni Umar. (mul)