Nasional
Segini Uang Yang Ditransfer ke Oknum Polisi dari WNA Malaysia
Skandal Pemerasan Polisi di DWP 2024: Kisah WNA Malaysia Jadi Korban
JAKARTA – Festival musik elektronik terbesar di Asia, Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024, yang biasanya menjadi ajang pesta dan hiburan, berubah menjadi mimpi buruk bagi sejumlah pengunjung. Salah satunya adalah Amir Mansor, warga negara Malaysia, yang mengaku menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi.
Amir, yang datang bersama delapan temannya dari Kuala Lumpur, mengungkapkan pengalaman pahitnya saat diwawancarai oleh BBC News Indonesia. Ia mengaku dirazia secara acak oleh polisi tanpa identitas resmi setelah menghadiri malam pertama DWP.
Razia Narkoba yang Berujung Pemerasan
Amir dan teman-temannya dihampiri oleh beberapa orang berpakaian bebas saat hendak kembali ke hotel. Awalnya, Amir mengira mereka adalah pengemudi ojek daring. Namun, tanpa menunjukkan surat tugas atau identitas, mereka menggeledah barang bawaan Amir dan teman-temannya.
"Polisi tidak menemukan narkoba pada kami, tapi tetap membawa kami ke Polda Metro Jaya," ungkap Amir.
Setibanya di kantor polisi, Amir diminta menjalani tes urine. Meski hasil tes sebagian dari mereka negatif, mereka tetap ditahan selama dua malam. Amir mengklaim, polisi memaksa mereka mengaku bersalah dan meminta uang tebusan sebesar Rp800 juta.
Tebusan Dibayar ke Rekening Pribadi
Setelah negosiasi, Amir dan teman-temannya akhirnya membayar Rp360 juta melalui transfer ke rekening pribadi seseorang berinisial MAB, yang disebut sebagai pengacara yang ditunjuk polisi. Amir juga menyebut keterlibatan pengacara lain berinisial AT, yang diduga memiliki hubungan dengan Polda Metro Jaya.
Viral di Media Sosial
Kasus ini segera menjadi viral di media sosial, memicu kemarahan warganet. Banyak raver asal Malaysia mengungkapkan pengalaman serupa, mengaku diperas oleh oknum polisi selama DWP berlangsung. Beberapa bahkan mengatakan tidak akan menghadiri DWP lagi jika tetap digelar di Jakarta.
Dampak pada Pariwisata dan Ekonomi
Insiden ini mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menyatakan permintaan maaf atas kejadian tersebut, yang dinilai mencoreng citra Indonesia sebagai destinasi wisata kelas dunia.
"Kejadian ini sangat merugikan, tidak hanya bagi korban, tetapi juga bagi sektor pariwisata dan ekonomi kita," ujar Widiyanti.
Kamar Dagang Indonesia (KADIN) juga menyatakan kekhawatiran atas dampak kasus ini terhadap potensi ekonomi dari konser musik internasional.
Polisi Dikenai Sanksi, Tapi Tidak Dipecat
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri mengungkapkan bahwa 18 anggota polisi dari berbagai satuan telah diperiksa terkait dugaan pemerasan. Mereka hanya dikenai sanksi mutasi dan penempatan khusus (patsus), tanpa pemecatan.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mengecam keputusan ini. Ia mendesak agar polisi yang terlibat diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH).
"Tindakan ini mempermalukan Indonesia di mata internasional. Hukuman tertinggi berupa pemecatan harus diberikan," tegas Sugeng. Amir berharap uang tebusan yang telah dibayarkan bisa dikembalikan. Ia mengaku telah melaporkan kasus ini ke Polri melalui email, namun hingga kini belum ada tanggapan.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi aparat penegak hukum untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat, terutama di acara berskala internasional seperti DWP. (mul)
#DWP2024 #PemerasanPolisi #KorupsiPolri #FestivalMusik #PariwisataIndonesia