Nasional

Polri Diperiksa Soal Dugaan Intimidasi ke Band Sukatani, Publik Soroti Kebebasan Berekspresi

Redaksi — Satu Indonesia
15 hours ago
Polri Diperiksa Soal Dugaan Intimidasi ke Band Sukatani, Publik Soroti Kebebasan Berekspresi
Band Sukatani yang viral karena liriknya dianggap menyinggung Polisi (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Tindakan aparat kepolisian yang mendatangi band punk Sukatani dan diduga menekan mereka hingga menarik lagu "Bayar, Bayar, Bayar" menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Lagu yang liriknya menyoroti dugaan pungutan liar oleh oknum kepolisian ini sempat ditarik, dan band tersebut mengunggah permohonan maaf melalui video yang viral di media sosial. Kini, empat anggota Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Tengah sedang diperiksa oleh Biro Paminal Divisi Propam Polri terkait dugaan intimidasi terhadap band tersebut.

Setelah kritik publik semakin meluas, Polri akhirnya memastikan bahwa band Sukatani diperbolehkan kembali membawakan lagu tersebut. Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menegaskan bahwa tidak ada intervensi atau larangan dari pihak kepolisian terhadap karya seni dan kritik yang disampaikan oleh masyarakat.

"Kami menghargai ekspresi dan kritik konstruktif kepada Polri. Kritik yang baik justru dianggap sebagai teman bagi Kapolri," ujar Artanto pada Sabtu (22/02/25).

Dukungan dari Dewan Kesenian dan Kompolnas
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) turut menanggapi insiden ini dengan menekankan bahwa seni tidak boleh dibatasi karena berperan dalam membangun masyarakat yang lebih kritis dan demokratis. Dalam pernyataan resminya, DKJ meminta pemerintah serta aparat penegak hukum untuk menghormati dan melindungi hak seniman dalam berkarya.

"Negara harus menjamin kebebasan berekspresi agar tidak ada pembungkaman terhadap karya seni, baik oleh aparat maupun pemilik ruang," tegas DKJ dalam unggahan Instagram resminya.

Sejalan dengan DKJ, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menegaskan bahwa kritik melalui lagu merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh hukum. Perwakilan Kompolnas, Anam, menilai bahwa Polri seharusnya menerima kritik dengan terbuka, sesuai arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Lagu ini adalah bentuk ekspresi dan kritik sosial yang harus diterima secara dewasa oleh institusi kepolisian. Jika ada yang merasa tersinggung, respons yang terbaik adalah introspeksi dan perbaikan, bukan tekanan terhadap musisi," jelas Anam.

Respons dari Musisi dan Kapolri
Vokalis band D'Masiv, Rian, turut memberikan tanggapan terkait polemik yang menimpa Sukatani. Menurutnya, musisi sering kali menuangkan pengalaman pribadi dan kritik sosial ke dalam karya mereka. Ia menilai bahwa seni harus dihargai selama tidak mengandung ujaran kebencian atau menyerang pihak tertentu.

"Seni seharusnya tidak dibatasi selama tidak menyakiti pihak lain. Kritik dalam musik adalah hal yang biasa dan sudah menjadi bagian dari perjalanan banyak musisi dunia," ujar Rian.

Menanggapi reaksi publik, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa Polri tidak anti-kritik dan selalu terbuka terhadap masukan untuk evaluasi.

"Dalam menerima kritik, kami harus legawa dan yang terpenting adalah perbaikan. Polri berkomitmen untuk terus memperbaiki diri, memberikan hukuman bagi anggota yang melanggar, serta penghargaan bagi yang berprestasi," ungkap Kapolri.

Kasus ini menjadi sorotan besar di media sosial dengan berbagai tagar seperti #KebebasanBerekspresi #DukungMusisi #SeniTanpaSensor #PolriTerbuka. Publik berharap kejadian ini menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk lebih menghargai kebebasan berpendapat dan memperbaiki citra di mata masyarakat. (mul)


Berita Lainnya