Nasional
Perseteruan di PMI: Jusuf Kalla vs Agung Laksono
Konflik Politik atau Misi Kemanusiaan?
JAKARTA - Dua tokoh senior Partai Golkar, Jusuf Kalla (JK) dan Agung Laksono, kini berada di pusat perhatian atas perebutan kursi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI). Perseteruan yang awalnya terjadi dalam Musyawarah Nasional (Munas) PMI ke-22 itu kini berujung ke ranah hukum.
Pemicu Konflik di Munas PMI
Jusuf Kalla, yang telah memimpin PMI selama 15 tahun, terpilih kembali secara aklamasi sebagai Ketua Umum untuk periode 2024-2029. Namun, keputusan ini menuai penolakan dari sejumlah pihak yang kemudian mengadakan Munas tandingan, mengangkat Agung Laksono sebagai ketua versi mereka.
Ketua Panitia Munas PMI, Fachmi Idris, menyatakan bahwa Agung Laksono gagal mengamankan minimal 20% dukungan, yang menjadi syarat untuk mencalonkan diri. Namun, kubu Agung mengklaim memiliki dukungan lebih dari 50% dan menggelar Munas tandingan. "Kami akan daftarkan keputusan ini ke Kementerian Hukum," ujar Sekjen PMI versi Agung, Ulla Nurchrawaty.
Politik di Balik PMI?
Pengamat kesehatan dan Guru Besar Universitas Indonesia, Prof. Ede Surya Darmawan, menyoroti bahwa perebutan kursi di PMI memiliki implikasi politik yang besar.
"PMI memiliki jaringan luas hingga tingkat desa, jutaan relawan, dan pengelolaan dana besar dari donasi masyarakat serta anggaran pemerintah. Ini membuat posisi Ketua Umum menjadi incaran politisi untuk meningkatkan pengaruh," kata Ede.
Selain itu, pengelolaan darah oleh PMI yang memungut biaya tertentu juga menjadi sorotan. Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa biaya tersebut untuk menjaga kualitas darah, namun publik mempertanyakan transparansi pengelolaan dana tersebut.
Reaksi Publik: Memalukan dan Merusak Kepercayaan
Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI), Mouhamad Bigwanto, menyebut perseteruan ini sebagai hal yang memalukan.
"Konflik ini mencoreng nama baik PMI sebagai lembaga kemanusiaan. Kepercayaan publik dapat terganggu, yang akhirnya berdampak pada operasional PMI," ujar Bigwanto.
Sudirman Said, mantan Sekjen PMI, juga mengkritik adanya dualisme kepengurusan. "Ini bisa memalukan Indonesia di mata dunia," ujarnya.
Kinerja PMI di Tengah Polemik
Meski diterpa konflik, PMI tetap menjalankan misinya. Ketua PMI Sukabumi, Hondo Suwito, menegaskan bahwa timnya tetap solid menangani bencana di daerah. Namun, ada laporan tentang kurangnya akses bantuan di wilayah terisolir seperti Desa Sukajaya, Sukabumi, yang terdampak longsor.
Di sektor pelayanan darah, PMI dinilai masih perlu meningkatkan aksesibilitas, terutama di daerah terpencil. Banyak pasien cuci darah mengeluhkan sulitnya mendapatkan darah dengan harga yang terjangkau.
Harapan untuk Independensi PMI
Pengamat menegaskan pentingnya menjaga independensi PMI agar tidak terseret dalam konflik politik.
"PMI harus dikelola oleh individu dengan integritas tinggi, bukan karena afiliasi politik. Ini penting untuk menjaga fokus pada misi kemanusiaan," kata Bigwanto.
Kesimpulan: Misi Kemanusiaan atau Ambisi Politik?
Konflik antara Jusuf Kalla dan Agung Laksono mencerminkan tarik ulur kepentingan antara politik dan kemanusiaan di PMI. Publik berharap agar lembaga ini tetap fokus pada perannya sebagai pelayan masyarakat dan tidak terjebak dalam dinamika politik. (mul)
#PMI #JusufKalla #AgungLaksono #KonflikPMI #MisiKemanusiaan #PolitikIndonesia #PalangMerahIndonesia #KrisisKepemimpinan