Pemilu 2024
Neno Warisman Nyaleg, Siap "Tempur" di Jatim III
JAKARTA - Pegiat seni dan parenting Neno Warisman akhirnya memilih jalur konstitusi untuk mewujudkan cita-cita perjuangannya. Neno, dengan nama lengkap Titi Widoretno Warisman itu, bergabung dengan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Partai Gelora), dan menjadi calon anggota legislatif DPR RI di dapil III Jawa Timur.
“Proses yang panjang sampai akhirnya saya terjun dan bergabung di Partai Gelora. Ini tidak lepas dari peran sahabat saya Fahri Hamzah,” kata Neno Warisman kepada satuindonesia.co, Senin (30/10/2023).
Menurut pelantun ‘Nada Kasih’ duet bareng Fariz RM itu, jika selama ini ia memilih di luar sistem, kini harus masuk dalam sistem, yakni ke lembaga legislatif, sebagai anggota DPR RI.
“Saya memilih berjuang bersama Partai Gelora. Ini adalah ikhtiar saya untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara,” jelasnya.
Dikatakan, keputusan untuk berpolitik dengan bergabung bersama partai politik, merupakan proses yang panjang. Tidak sehari dua, bahkan bilangan tahun. Adalah Fahri Hamzah, sahabat Neno yang sejak lama yang membuka pikirannya, bahwa berjuang yang benar itu adalah melalui lembaga legislatif. “Dengan menjadi anggota legislatif, kita dapat memperjuangkan kebijakan yang dibutuhkan oleh rakyat. Kebijakan yang pro rakyat,” tegas Neno.
Ia memilih Dapil III jatim yang meliputi Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo, karena ini merupakan daerah kelahiran kakek dan leluhurnya. “Saya akan fokus di dapil saya. Saya siap ‘tempur’ di sana untuk menang, lolos ke Senayan,” tegas Neno.
Lantas, apa yang menjadi fokus perjuangan Neno? Menurut Neno, sebagaimana bidang yang ia tekuni selama ini, ia akan memperjuangkan persoalan pendidikan, perempuan dan kebudayaan, termasuk di dalamnya kesenian.
“Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia karena pendidikan berperan penting dalam pembentukan baik atau buruknya seseorang dalam ukuran normatif,” jelas Neno.
Pendidikan menurut Neno, menjadi salah satu aspek dalam peningkatan potensi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Kualitas bangsa ini akan ditentukan oleh kualitas pendidikan dan keterjangkauan pendidikan itu sendiri orang masyarakat.
Persoalan yang sangat menonjol dalam bidang pendidikan saat ini menurut Neno, yakni betapa mahalnya biaya pendidikan, sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat. Minimnya sarana dan prasarana pendidikan, khususnya masyarakat di daerah, yang hanya akan menciptakan kemiskinan yang berulang. Masyarakat yang sudah miskin, tak mampu keluar dari kemiskinan karena rendahnya kualitas pendidikan.
“Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bangsa ini, dan yang menjadi fokus perjuangan saya,” tegasnya.
Indonesia menurut dia, harus keluar dari persoalan kemiskinan, dengan meningkatkan kualitas pendidikan anak Indonesia, yang secara langsung menyiapkan anak Indonesia berkualitas secara sistematis, sejak kecil hingga jenjang pendidikan tinggi.
Masih soal pendidikan, hal yang tak kalah penting menurut neno, adalah minat dan bakat. Ini bagian dari mempersiapkan bibit-bibit unggul Indonesia, dimana kita memiliki bonus demografi yang seharusnya dikelola dengan baik.
“Kita harus membangun skema atau sistem dalam menggali minat dan bakat pada anak. Pemerintah harus hadir. Ini bukan saja tugas orang tua, tetapi juga negara, pemerintah. Harus ada sistem yang mendukung untuk mewujudkannya,” tegas Neno lagi..
Pendidikan yang ia maksud, juga pendidikan di pesantren. Pesantren menurut Neno, harus menjadi tulang sumsum pendidikan Indonesia. Dari pesantren diharapkan lahir generasi-generasi tangguh yang berkepribadian Islami, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Berakhlak mulia, bermanfaat dan berkhidmat kepada umat (khadim al-ummah).
“Jika berbicara pendidikan, tentu tidak boleh lepas dari upaya meningkatkan kesejahteraan guru, termasuk guru non PNS. Bagaimana mungkin kita mendorong guru menghasilkan anak-anak didik yang berkualitas, sementara ekonomi guru tidak berkualitas. Mereka masih harus mencari nafkah di luar mengajar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini ironis. Kita harus mampu atasi situasi ini,” jelasnya.
Soal kebudayaan, kata Neno, literasi adalah bagian dari bangunan kebudayaan yang harus dikejar. Bukan dalam hal membaca saja kita sangat lemah, tapi juga dalam budaya tulis. Ke depan, menurut neno, kita akan membuat program literasi sejak dini dengan antara lain menyambut setiap bayi yang lahir dengan pemberian papan perpustakaan dan buku-buku bayi dan cara pengasuhannya sekaligus bagi ibu dan ayah bayi baru.
Kemasan kebudayaan instan yang hari ini didominasi oleh model-model kebiasaan baru di dunia digital, sangat perlu disandingkan dengan budaya manusia sebagai makhluk budaya lokalnya, bukan hanya jadi bagian dari penduduk dunia, tetapi justru memiliki semangat menjaga budaya mulia yang diturunkan secara luhur oleh nenek moyang kita.
“Anak anak yang besar di wilayah pantai dan lautan, mereka seharusnya dididik dengan budaya kenelayanan yang mempertemukan dunia teknologi dan natur atau anugerah alam, yang dapat menanamkan pada anak anak laut sebuah etos kelautan yang tinggi. Sehingga mampu menyelenggarakan hilirisasi yang ramah pada manusia dan lingkungannya, serta dan memberi Indonesia marwahnya kembali sebagai bangsa penguasa lautan,” jelasnya panjang lebar.
Begitu juga perjuangan untuk perempuan Indonesia, di mana terdapat sejumlah persoalan menonjol pada perempuan indonesia. Persoalan dimaksud, menurut Neno, mulai dari mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, perdagangan orang dan eksploitasi seksual, serta berbagai jenis eksploitasi lainnya. Kemudian menjamin partisipasi penuh dan efektif serta kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat.
“Saya akan fokus di dapil saya untuk bisa mendapat dukungan pemilih, guna mewujudkan cita-cita di Senayan nanti. Mohon dukungan masyarakat, sahabat dan keluarga,” kata Neno mengakhiri keteranganya. (sa)