Laporan Khusus
Mengenang Sosok Haji Nawi yang Kini Jadi Nama Jalan dan Stasiun MRT di Jaksel
JAKARTA - Jakarta Selatan, terutama daerah Cilandak, memiliki ikatan kuat dengan sosok Haji Nawi, seorang tokoh yang sangat dihormati hingga namanya diabadikan sebagai nama jalan utama dan stasiun MRT di kawasan tersebut. Namun, siapakah Haji Nawi, dan apa yang membuatnya begitu berpengaruh hingga layak dikenang sepanjang masa?
Tuan Tanah dan Tokoh Terhormat
Haji Nawi lahir pada tahun 1877 di Jakarta dan dikenal sebagai seorang tuan tanah kaya dari daerah Gandaria, Jakarta Selatan. Kekayaannya bukan satu-satunya yang membuatnya dikenal; sifat murah hati dan kecerdasannya dalam mengelola harta serta tanah yang dimilikinya menjadikannya sosok yang dihormati. Haji Nawi berasal dari keturunan Cirebon, yang diwariskan dari kakeknya, Haji Jahran, seorang tokoh penting yang juga merupakan salah satu pendiri komunitas Betawi di selatan Jakarta.
Haji Jahran, kakek Haji Nawi, dikenal sebagai pelopor komunitas Betawi di Gandaria, dengan asal usul dari Cirebon. Dia adalah tokoh yang sangat menjunjung tradisi Islam dan pernah dianggap sebagai utusan Belanda di Batavia. Kontribusinya dalam mempertahankan dan membangun wilayah Jakarta Selatan menjadi dasar bagi penyebaran keluarganya, yang kemudian hari menjadi dominan di wilayah tersebut. Keluarga Haji Nawi dikenal luas karena kontribusi mereka dalam membantu masyarakat, yang membuat nama mereka sangat dihormati.
Warisan Sosial dan Dermawan
Haji Nawi tinggal di kawasan yang kini dikenal sebagai Jalan Haji Nawi, dinamai sesuai dengan namanya sebagai penghormatan atas kontribusinya kepada masyarakat. Rumahnya dulu menjadi pusat kegiatan sosial, ekonomi, dan keagamaan bagi warga sekitar. Meskipun bangunan aslinya sudah tidak ada, kawasan tersebut tetap dikenang sebagai situs bersejarah penting bagi masyarakat Betawi.
Haji Nawi dikenal sering berkeliling kampung menggunakan kuda putih, menunjukkan kepeduliannya terhadap warga sekitar. Kendaraan bermotor belum tersedia pada masa itu, sehingga kuda menjadi alat transportasi utamanya. Kemahirannya dalam berkuda dipelajari dari Haji Jadit, seorang juru tulis yang setia menemaninya.
Selain itu, Haji Nawi dikenal sebagai sosok yang tegas dan berwibawa, tetapi juga sangat dermawan. Kedermawanannya tidak hanya dirasakan oleh keluarganya, tetapi juga oleh masyarakat luas. Ia memiliki tujuh anak dari empat istri, yaitu Haji Raya, Haji Zainudin, Haji Pentul, Haji Syaip, Haji Saleh, Hj. Hasanah, dan Hj. Fatimah, yang semuanya juga dihormati hingga nama mereka diabadikan sebagai nama jalan di Jakarta Selatan.
Pemimpin Komunitas
Sebagai salah satu orang terkaya di Jakarta Selatan pada zamannya, Haji Nawi juga berperan penting sebagai mediator dalam menyelesaikan berbagai konflik di masyarakat. Keberadaannya sebagai pemimpin informal menjadikannya tokoh yang sering dimintai bantuan untuk memecahkan masalah secara adil. Haji Nawi dihormati bukan hanya karena kekayaannya, tetapi juga karena keahliannya dalam menjalin hubungan baik dan menciptakan keharmonisan di komunitas Betawi.
Keabadian Nama Haji Nawi
Haji Nawi meninggal dunia pada tahun 1934, namun warisannya terus hidup melalui penamaan jalan dan stasiun yang menggunakan namanya. Jalan Haji Nawi di Cilandak dan Stasiun MRT Haji Nawi menjadi bukti nyata penghormatan masyarakat dan pemerintah terhadap jasa-jasanya.
Nama Haji Nawi kini abadi sebagai bagian penting dari infrastruktur Jakarta Selatan, mengingatkan setiap orang akan kedermawanan dan kontribusi besar yang ia tinggalkan. (mul)
Meskipun tidak banyak dokumentasi tertulis tentang kehidupan Haji Nawi, pengaruhnya masih sangat terasa hingga saat ini. Penghormatan yang diberikan kepadanya menunjukkan betapa besar peran yang ia mainkan dalam membentuk identitas dan sejarah masyarakat Jakarta Selatan. (mul)