Pemilu 2024

Bawaslu Desak Pindahkan Lokasi TPS Rawan Bencana Alam dan "Preman"

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
29 Januari 2024 10:00
Bawaslu Desak Pindahkan Lokasi TPS Rawan Bencana Alam dan "Preman"
Tim Bawaslu Kota Bandung.

BANDUNG - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bandung merekomendasikan pemindahan lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dianggap rawan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.

Bayu Muhammad, Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas Bawaslu Kota Bandung, menyatakan TPS yang dianggap rawan termasuk yang berhubungan dengan risiko bencana, kerawanan kelistrikan dan pencahayaan, serta potensi intimidasi dari "preman" suruhan calon tertentu.

"Kami merekomendasikan kepada KPU untuk menetapkan lokasi TPS sesuai peraturan dan memindahkan TPS yang dianggap rawan," kata Bayu. Ia menjelaskan bahwa untuk TPS yang rawan terhadap bencana, pemetaan telah dilakukan, dan beberapa TPS di Kecamatan Sumur Bandung dan Rancasari dianggap rawan bencana.

Bayu menyatakan pemindahan direkomendasikan untuk TPS yang memiliki masalah dengan kelistrikan dan pencahayaan sebagai langkah antisipasi agar pelaksanaan pemilu pada 14 Februari 2024 dapat berjalan lancar. "Ini harus dijaga dengan baik, misalnya jika pada hari pemungutan suara atau penghitungan suara listrik tiba-tiba mati, itu tidak dapat dipindahkan pada saat itu," katanya.

Selain itu, pemindahan juga disarankan untuk TPS yang berdekatan dengan posko pemenangan atau relawan calon presiden atau calon legislatif. Tujuannya adalah menciptakan situasi netral, khususnya bagi pemilih saat menentukan pilihan mereka. "TPS yang terlalu dekat dengan posko pemenangan atau relawan akan dipindahkan ke area yang benar-benar netral, untuk menghindari intimidasi saat menuju TPS," tambahnya.

Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu

Sementara itu di lokasi terpisah, Pemerintah Kota Semarang bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat terus berkoordinasi untuk mengantisipasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di lokasi rawan bencana, terutama selama musim hujan.

Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, atau yang akrab disapa Ita, menyatakan bahwa kesiapan menghadapi musim hujan menjadi perhatian utama, dan Pemkot Semarang bersama KPU telah melakukan sosialisasi terkait hal ini.

Ita menyampaikan hal tersebut saat meninjau simulasi pemungutan suara yang diselenggarakan KPU Kota Semarang di Aula Kelurahan Pandean Lamper, Kecamatan Gayamsari, Semarang. Khususnya, Pemkot dan KPU menginginkan gudang penyimpanan surat suara aman dari gangguan, baik itu keamanan maupun bencana alam, karena surat suara rencananya akan didistribusikan awal Februari 2024.

"Nantinya, kami juga akan melakukan sosialisasi kepada camat dan lurah, terutama saat pemungutan suara, karena cuaca seperti ini takutnya terjadi hujan dan ada genangan," katanya.

Meskipun sudah dilakukan identifikasi terhadap lokasi TPS, Ita menyatakan bahwa tidak ada TPS yang berada di kawasan rawan genangan banjir. Namun, Pemkot Semarang dan KPU tetap melakukan pemantauan. Ita juga menyebut bahwa pada Pemilu 2019, hanya satu TPS di Tanjung Mas yang rawan banjir, namun sudah diantisipasi dengan peninggian.

Ita mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Semarang untuk melakukan pemantauan di wilayah-wilayah rawan banjir untuk memastikan kelancaran pelaksanaan pemilu. "Saya sudah minta untuk review lagi. Karena kita semua yang repot nanti, makanya harus terpantau dan dipastikan aman semua sehingga pemilu berjalan lancar," pungkasnya.

Ketua KPU Kota Semarang, Henry Casandra Gultom, mengakui bahwa koordinasi telah dilakukan dengan pemkot, dan pihaknya telah diundang dalam Rapat Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (Tepra). Meskipun sulit memprediksi TPS yang rawan, Nanda menyatakan bahwa antisipasi dilakukan terhadap peristiwa alam yang tidak dapat diprediksi, seperti hujan, tanah longsor, angin kencang, dan banjir.

"Karena ada beberapa TPS yang tidak menggunakan ruangan, tapi pakai tenda, sehingga yang perlu dikuatkan adalah koordinasi di lapangan jika terjadi force majeure seperti ini," kata Nanda. Ia menekankan bahwa tindakan harus diambil, dan KPU tidak bisa bertindak sendiri, melainkan harus bersinergi dengan elemen lain, seperti Pemkot Semarang, pengawas, TNI, dan Polri. (ant)
 
 
 


Berita Lainnya