Laporan Khusus

Airlangga Tuding Film Dokumenter "Dirty Vote" Kampanye Hitam

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
12 Februari 2024 16:30
Airlangga Tuding Film Dokumenter "Dirty Vote" Kampanye Hitam
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (12/2/2024). ANTARA/Yashinta Difa

JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengkritik film dokumenter yang berjudul "Dirty Vote", yang diluncurkan melalui kanal YouTube pada Minggu (11/2/2024), dengan menyebutnya sebagai bentuk kampanye hitam.

"Film tersebut merupakan 'black movie', 'black campaign', dan hal itu tidak perlu dikomentari lebih lanjut," ujar Airlangga saat diwawancarai di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Senin.

Airlangga menilai bahwa film dokumenter tersebut dikategorikan sebagai "black movie" karena disiarkan secara luas pada periode masa tenang, yaitu antara tanggal 11-13 Februari 2024, menjelang hari pemungutan suara Pemilu pada Rabu, 14 Februari 2024.

Menurut Airlangga, jalannya proses pemilu dan kampanye telah berlangsung dengan aman, tertib, dan lancar. Oleh karena itu, dia berharap situasi tersebut tidak diperkeruh dengan adanya kampanye hitam. Airlangga juga menekankan Indonesia merupakan salah satu negara dengan sistem demokrasi terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan India.

"Kita harus memastikan pemilu berjalan sesuai mekanisme yang telah ditetapkan, dan saya optimis bahwa tidak akan ada gangguan dalam proses pemilu," kata Airlangga.

Selain itu, Airlangga juga mengajak masyarakat untuk menggunakan hak suara mereka pada tanggal 14 Februari mendatang. Film dokumenter "Dirty Vote" disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono. Dalam pernyataannya, Dandhy menjelaskan bahwa film tersebut merupakan bentuk edukasi bagi masyarakat yang akan menggunakan hak pilihnya pada tanggal 14 Februari 2024.

“Meskipun kita mungkin memiliki preferensi politik, hari ini saya mengundang setiap warga negara untuk menonton film ini," kata Dandhy.

Dia menambahkan bahwa film tersebut diproduksi dalam waktu sekitar 2 minggu, termasuk proses riset, produksi, penyuntingan, hingga peluncuran. Dalam proses pembuatannya, film ini melibatkan 20 lembaga, termasuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Setelah diunggah di YouTube pada Minggu (11/2/2024), film tersebut telah ditonton oleh 3,2 juta akun dan disukai oleh 214 ribu pengguna YouTube. (2024). (ant)
 
 
 


Berita Lainnya