Daerah
Viral, Gerombolan Preman Usir dan Hajar Bule Penyewa Vila di Bali
BALI - Viral di media sosial video yang menunjukkan sekelompok pria di Bali dengan galak mengusir seorang bule penyewa vila. Seorang pria dengan lengan bertato terus mendesak agar pria bule itu segera keluar dari vila.
Video viral tersebut salah satunya diunggah oleh akun X @bacottetangga dengan menuliskan narasi:
"kejaidan yang lagi ramai di bali"
Seorang wanita asal Jerman, Samara Katharina Erika Grisar (29), menjadi korban intimidasi dan kekerasan fisik dalam insiden pengambilalihan Vila Adara di Jalan Toyaning 2, Ungasan, Kuta Selatan, Badung, pada Sabtu (16/11/2024). Samara, yang didampingi rekannya asal Amerika Serikat, Adam Richard Swope (33), dan kuasa hukumnya, Prayudi, S.H., M.H., melaporkan kejadian ini ke Polda Bali.
Kronologi Kejadian
Menurut keterangan Samara dalam konferensi pers di Denpasar pada Jumat (22/11/2024), ia memiliki hak pengelolaan atas Vila Adara selama 15 tahun berdasarkan perjanjian resmi. Namun, pengelolaan baru berjalan 1,5 tahun ketika insiden terjadi.
Masalah bermula dari sengketa antara pemilik vila sebelumnya, Ni Luh Mega Maryani, dan pembeli baru, MYS. Pada 16 November 2024, MYS bersama sekitar 20 orang mendatangi vila yang dikelola Samara dan Adam, memaksa mereka untuk segera meninggalkan vila dengan alasan kepemilikan telah berpindah tangan.
Meski Samara meminta agar proses pengambilalihan ditunda untuk mencari solusi, MYS dan tujuh orang lainnya tetap memaksa. Ketegangan berujung pada kekerasan fisik, di mana Samara dianiaya hingga terluka, sementara Adam dicekik dan dipukul.
Langkah Hukum
Kuasa hukum Samara, Prayudi, melaporkan tindakan tersebut ke Polda Bali atas dugaan tindak pidana kekerasan secara bersama-sama terhadap orang dan barang sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP. Laporan ini tercatat dalam LP Nomor LP/B/791/XI/2024/SPKT/Polda Bali, tertanggal 17 November 2024.
Prayudi menjelaskan bahwa permasalahan bermula ketika Ni Luh Mega Maryani menjual vila tersebut kepada MYS tanpa memberi tahu Samara, meskipun perjanjian sewa-menyewa selama 15 tahun telah ditandatangani di hadapan notaris.
"MYS mengklaim sebagai pemilik sah dan meminta Samara meninggalkan vila. Namun, karena perjanjian masih berlaku hingga 13,5 tahun ke depan, Samara menolak, sehingga memicu intimidasi yang berujung pada kekerasan," jelas Prayudi.
Bukti Video
Rekaman CCTV dan video yang diambil Samara memperlihatkan aksi kekerasan tersebut, memperkuat laporan yang diajukan ke polisi. Prayudi mengutuk tindakan premanisme yang diduga dilakukan oleh MYS dan rombongannya, menyebutnya sebagai ancaman terhadap citra Bali sebagai destinasi wisata internasional.
"Tindakan ini serupa dengan praktik mafia tanah yang menjadi sorotan pemerintah. Ini dapat merusak kepercayaan investor asing terhadap Bali," ujarnya.
Selain melaporkan kasus pidana ke Polda Bali, Prayudi juga mengajukan sengketa perdata ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Wilayah Bali untuk menyelesaikan konflik pengelolaan vila.
Aksi Premanisme
Prayudi berharap pihak berwenang segera menindaklanjuti laporan Samara demi keadilan, terutama karena korban adalah warga negara asing yang berkontribusi pada ekonomi Bali.
"Kasus ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih serius menangani praktik mafia tanah dan premanisme yang merugikan, demi menjaga Bali sebagai surga investasi dan pariwisata dunia," tegasnya. (dan)