Daerah

Terdakwa Kerangkeng Manusia Batal Bebas, MA Vonis Penjara Empat Tahun

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
26 November 2024 11:00
Terdakwa Kerangkeng Manusia Batal Bebas, MA Vonis Penjara Empat Tahun
Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin batal bebas.

LANGKAT - Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis bebas mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin, dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). MA menjatuhkan hukuman penjara 4 tahun dan denda Rp 200 juta kepada Terbit.

"Mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum," demikian bunyi putusan MA yang dipublikasikan di situs resminya pada Selasa (26/11/2024). Terbit dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (2) juncto Pasal 11 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Jika denda Rp 200 juta tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan kurungan selama 2 bulan.

Putusan ini dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Prim Haryadi, dengan anggota Yanto dan Jupriyadi, pada 15 November 2024.

Kasus "Kerangkeng Manusia"

Kasus ini bermula ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan terkait kasus korupsi yang melibatkan Terbit. Saat itu, KPK menemukan keberadaan kerangkeng manusia di rumah Terbit di Langkat. Temuan ini kemudian diserahkan kepada pihak kepolisian untuk penyelidikan lebih lanjut.

Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa Terbit, bersama beberapa rekannya, didakwa melakukan eksploitasi terhadap ratusan orang yang disebut sebagai anak kereng. Eksploitasi ini dilakukan selama lebih dari satu dekade, dari tahun 2010 hingga 2022, dan menyebabkan sejumlah korban meninggal dunia.

Modus Operandi

Jaksa mengungkap bahwa Terbit bersama organisasi masyarakat (ormas) yang dipimpinnya, mendirikan sel atau kerangkeng di halaman rumahnya. Sel ini awalnya disebut sebagai tempat pembinaan atau rehabilitasi anggota ormas. Namun, para penghuni kerangkeng tersebut dipaksa mengikuti berbagai kegiatan fisik yang keras dan penuh kekerasan.

Setiap anak kereng wajib menjalani "masa orientasi" dengan dipotong rambutnya, dikurung di sel khusus, serta menerima kekerasan seperti pemukulan dan cambukan menggunakan selang kompresor. Mereka tidak diperbolehkan bertemu keluarga selama masa kurungan, yang berlangsung antara satu hingga enam bulan. Selain itu, mereka juga diwajibkan bekerja di pabrik sawit milik Terbit dengan dalih pelatihan keterampilan.

Jaksa mencatat ada sekitar 665 orang yang menjadi korban kerangkeng manusia ini selama periode 2010–2022. Beberapa di antaranya meninggal dunia akibat kekerasan, termasuk Abdul Sidik Isnur alias Bedul, Sarianto Ginting, Isal Kardi alias Ucok Nasution, dan Dodi Santosa.

Tuntutan Jaksa dan Vonis MA

Pada persidangan sebelumnya, jaksa menuntut Terbit dengan hukuman 14 tahun penjara, denda Rp 500 juta, serta restitusi sebesar Rp 2,3 miliar kepada ahli waris korban. Namun, Pengadilan Negeri (PN) Stabat memutuskan Terbit bebas dari segala tuntutan.

Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, yang akhirnya membatalkan vonis bebas tersebut dan menghukum Terbit dengan pidana penjara 4 tahun. (dan)


Berita Lainnya