Opini
Penutupan PTS akan Tingkatkan Pengangguran Kaum Terpelajar
Oleh: Musni Umar*
JAKARTA - Tingkat pengangguran di Indonesia masih tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) ada 7,2 Juta Pengangguran di Indonesia, Mayoritas Lulusan SMK (Kompas.com, 7 Agustus 2024, 13:54 WIB)
Dikutip dari laman Puslapdik Kemendikbud Ristek, dari jumlah tersebut, pengangguran dari lulusan SMK masih merupakan yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya yakni 8,62 persen. Sementara lulusan SMA yang menjadi penganguran sebesar 6,73 persen dan jenjang diploma IV, S1, S2, dan S3 sebanyak 5,63 persen.
Media sosial memberitakan maraknya penutupan perguruan tinggi swasta misalnya Berita Diy, 10 Juni 2024, 15:25 WIB membuat berita dengan judul berita: DAFTAR 140 Perguruan Tinggi Swasta Dicabut Izinnya, Ada 17 PTS yang Ditutup Juni 2024! Aturan Legalisir Ijazah.
Selain itu, detik, Sabtu, 10 Agu 2024 16:13 WIB memberitakan dengan judul: 84 Kampus Swasta di Indonesia Terancam Ditutup, Ini Penyebabnya. Begitu pula, BBC Indonesia, 12 Juni 2023 memberitakan: Puluhan kampus swasta ditutup Kemendikbud, bagaimana nasib mahasiswa?
Selanjutnya, Tribun Timur, Rabu, 17 Januari 2024 menyajikan berita penutupan kampus swasta dengan judul: Daftar 23 Kampus Swasta Resmi Ditutup Awal Tahun 2024: Makassar 1 Kampus, Jakarta 5.
Di samping itu, Detik Sumut, Kamis, 01 Feb 2024 06:45 WIB) memberitakan daftar kampus swasta yang dicabut izinnya alias ditutup dengan judul berita: Daftar Kampus Swasta yang Izinnya Dicabut Kemendikbudristek, 2 Ada di Medan.
Tidak ketinggalan Kompas.com, 4 Juni 2023, 20:00 WIB) membuat berita perguruan tinggi yang dicabut izin operasionalnya dengan judul berita: Rincian Wilayah 23 Perguruan Tinggi yang Dicabut Izin Operasionalnya, Mana Paling Banyak?
Jangan Tutup PTS
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI sebagaimana diberitakan berbagai media sosial mengemukakan sejumlah alasan penutupan berbagai kampus PTS karena sejumlah alasan fatal yaitu kesalahan berat seperti jual beli ijazah, pembelajaran fiktif, dan penyalahgunaan KIP kuliah.
Kalau terjadi kasus seperti di atas, sejatinya dilaporkan ke polisi siapa yang melakukan perbuatan pidana bisa ketua yayasan atau rektor. Bisa juga kedua-duanya yaitu ketua yayasan dan rektor jika ditemukan bukti bahwa yang melakukan tindak pidana diduga adalah ketua yayasan bersama rektor.
Menurut saya, penutupan PTS dengan mencabut izin operasional merupakan tindakan yang salah. Adapun alasannya. Pertama, secara yuridis, subyek yang melakukan tindak pidana dalam kasus penutupan PTS adalah orang atau manusia bukan lembaga (PTS),
Sekadar menyegarkan pemahaman kita bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia hanya mengenal subjek hukum orang atau manusia.
Jika terjadi tindak pidana seperti jual beli ijazah, pembelajaran fiktif, dan penyalahgunaan KIP kuliah, maka jangan PTS-nya ditutup karena melanggar hukum, tetapi ketua yayasan atau rektor atau kedua-duanya yang dimintai pertanggung jawaban.
Kedua, secara konstitusi, penutupan PTS merupakan keputusan yang melanggar tujuan kemerdekaan Republik Indonesia di antaranya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena, pendirian PTS adalah dalam rangka partisipasi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Partisipasi tersebut sangat diperlukan karena jumlah sarjana di Indonesia masih di bawah rata-rata dunia. Kumparan News, 21 Mei 2024 16:15 WIB memberitakan dengan judul berita:Jumlah Lulusan Perguruan Tinggi di RI Masih Jauh di Bawah Rata-rata Dunia.
Ketiga, secara sosiologis, penutupan PTS melalui pencabutan operasional merugikan masyarakat dan mahasiswa. Selain itu merugikan tenaga kependidikan, pegawai, dan tenaga pendidik (dosen).
Dengan demikian penutupan ratusan PTS merugikan bangsa Indonesia. Padahal tujuan kemerdekaan Republik Indonesia selain mencerdaskan kehidupan, juga memajukan kesejahteraan umum. Setiap tenaga kependidikan, pegawai PTS, tenaga pendidik (dosen) dan pegawai yayasan mempunyai keluarga yang mereka harus hidup. Banyaknya PTS yang ditutup, otomatis menambah pengangguran dan jumlah orang miskin di Indonesia.
Lebih menyedihkan lagi, dampak negatifnya semakin menambah pengangguran kaum terpelajar. Karena yang mengabdi di perguruan tinggi adalah kaum terpelajar.
Solusi yang Ditawarkan
Ada tawaran solusi untuk dipertimbangkan. Pertama, jika sebuah PTS melakukan tindak pidana, jangan PTS-nya yang dicabut izin operasionalnya (dibubarkan). Tetapi, pengelola Universitas yang dimintai pertanggung jawaban hukum. PTS yang sudah dicabut izin operasionalnya, tetap diberi kesempatan untuk dialih kelola oleh pihak lain di bawah supervisi LLDIKTI dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Kedua, ketua yayasan atau rektor PTS yang diduga melakukan tindak pidana, PTS dialih kelolakan. Yaitu, oleh yayasan yang memiliki dana yang kuat dan berpengalaman mengelola pendidikan dari taman kanak-kanak sampai SMA yang ingin meningkatkan pengabdiannya mencerdaskan kehidupan bangsa di bidang perguruan tinggi.
Ketiga, PTS yang mengalami kesulitan keuangan dan missmanagement jangan dibubarkan. Tetapi itu dialih kelola oleh yayasan lain yang kuat keuangan dan manajemennya di bawah pengarahan dan bimbingan LLDIKTI setempat. (*Sosiolog dan Praktisi Pendidikan)