Nasional
PDIP Tuduh Ada Politisasi Kasus Harun Masiku
JAKARTA - Penetapan larangan bepergian ke luar negeri terhadap mantan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menjadi sorotan tajam. Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini disebut oleh sejumlah pihak sebagai pukulan politik bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menyusul pencegahan serupa terhadap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Juru bicara PDIP, Guntur Romli, menilai tindakan KPK ini sarat dengan dugaan kriminalisasi dan politisasi. Ia menegaskan bahwa Yasonna saat ini hanya berstatus saksi dalam kasus dugaan suap Harun Masiku yang menjerat Hasto sebagai tersangka.
“Alasan pencegahan Pak Yasonna tidak jelas. Beliau hanya saksi, dan tidak mungkin melarikan diri. Kami menduga ini adalah bagian dari kriminalisasi terhadap PDIP,” ujar Guntur, Kamis (25/12/24).
Guntur juga mengkritik alasan KPK yang menyinggung penempatan Harun Masiku, seorang Toraja, sebagai caleg di Sumatera Selatan. Menurutnya, hal ini tidak relevan dan mengada-ada.
“Tidak ada aturan yang melarang caleg maju di dapil yang bukan daerah asalnya. Banyak politisi lain juga maju di dapil berbeda,” tegasnya, menyebut beberapa contoh seperti Adian Napitupulu di Bogor dan Fadli Zon di Bogor meskipun berasal dari Sumatera Barat.
KPK Tegaskan Langkah Tepat
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo, membela keputusan KPK mencegah Yasonna bepergian ke luar negeri. Ia menilai Yasonna adalah saksi kunci dalam kasus ini, terutama terkait dugaan suap dan perintangan penyidikan.
“Langkah KPK sudah tepat. Penyidik memiliki bukti yang cukup untuk mengembangkan kasus ini ke berbagai pihak,” kata Yudi.
Peran Hasto Kristiyanto dalam Kasus Harun Masiku
Kasus ini bermula dari upaya Hasto Kristiyanto agar Harun Masiku, caleg PDIP di Dapil Sumatera Selatan 1, menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Berdasarkan hasil Pemilu 2019, Harun hanya memperoleh 5.878 suara, sementara Riezky Aprilia mendapatkan suara terbanyak kedua setelah Nazaruddin.
Namun, Hasto disebut mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) dan meminta fatwa untuk mendukung pencalonan Harun. Bahkan, ia disebut mencoba membujuk Riezky agar mengundurkan diri, termasuk melalui pertemuan di Singapura.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan bahwa ketika berbagai upaya gagal, Hasto bersama Harun Masiku dan sejumlah pihak lain menyuap Wahyu Setiawan, eks Komisioner KPU, untuk memuluskan jalan Harun ke DPR.
“Sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu Setiawan berasal dari Hasto Kristiyanto,” ungkap Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/24).
PDIP Pertanyakan Prioritas KPK
Guntur Romli mempertanyakan prioritas KPK dalam menangani kasus ini. Ia membandingkan dengan kasus lain yang merugikan negara dalam jumlah besar namun tidak mendapat perhatian serupa.
“Apakah KPK sedang menerima pesanan politik untuk menyerang PDIP? Kasus ini tidak ada kerugian negara, tapi KPK begitu agresif,” ujarnya.
Dinamika Politik dan Hukum
Kasus Harun Masiku terus menjadi isu panas di ranah politik dan hukum. Langkah KPK terhadap Yasonna Laoly dan Hasto Kristiyanto menambah tekanan bagi PDIP, sementara publik menanti kejelasan penyelesaian kasus yang telah berlarut-larut ini. (mul)
#KPK #HarunMasiku #YasonnaLaoly #HastoKristiyanto #KasusKorupsi #PDIP #PolitikIndonesia #Hukum