Opini

Operasi Siber Ala Orde Baru? Rakyat Kritis Bisa Jadi Sasaran!

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

Ahmad Khozinudin SH — Satu Indonesia
27 Maret 2025 07:12
Operasi Siber Ala Orde Baru? Rakyat Kritis Bisa Jadi Sasaran!
RUU TNI yang menjadi polemik di masyarakat (Foto: Istimewa)

REVISI UU TNI baru saja disahkan (20/03/25), dan tak butuh waktu lama, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) langsung menegaskan rencana operasi informasi dan disinformasi di ruang siber. Menurut Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang, operasi ini menyasar pihak-pihak yang dianggap melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan dan pemerintah.

Kedengarannya seperti langkah untuk melindungi negara dari ancaman. Tapi, mari kita jujur: siapa yang mendefinisikan ‘melemahkan kepercayaan publik’? Apakah kritik tajam yang menyoroti kebijakan salah kaprah bisa dianggap sebagai ancaman?

Batasan Kabur: Kritik atau Ancaman?
Sejarah mengajarkan bahwa penguasa kerap menggunakan dalih ‘stabilitas’ untuk membungkam kritik. Kini, dengan legitimasi operasi informasi dan disinformasi, kritik terhadap pemerintah bisa dengan mudah dikategorikan sebagai upaya ‘melemahkan kepercayaan publik’.

Pengalaman dengan institusi Polri sudah cukup memberi gambaran. Sebelum MK membatalkan Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946, pasal ini menjadi alat ampuh untuk menangkap para pengkritik dengan tuduhan penyebaran hoaks. Bukan tidak mungkin, operasi siber TNI justru menjadi versi ‘upgrade’ dari pola serupa.

Rezim Baru, Pola Lama?
Publik sudah kenyang dengan pola represif selama 10 tahun kekuasaan Jokowi. Kini, di bawah Prabowo Subianto, harapan akan perubahan masih menggantung di udara. Namun, indikasi rezim yang tetap represif sulit untuk ditepis. Jika kritik dianggap ancaman, apa bedanya dengan Orde Baru?

Narasi ‘mengganggu stabilitas nasional’ bisa dengan mudah digunakan untuk menekan oposisi. Kritik yang semestinya menjadi alat introspeksi malah diperlakukan sebagai serangan yang harus diberangus. Padahal, pemerintah yang kuat adalah yang mampu menghadapi kritik dengan kepala dingin, bukan dengan ancaman.

Rakyat Butuh Keadilan, Bukan Teror Siber
Jika Prabowo ingin pemerintahan yang kuat, jawabannya bukan dengan menebar ancaman di ruang siber. Legitimasi hanya bisa didapat dengan mendengar suara rakyat dan memberikan keadilan, bukan dengan membungkam kritik dan menciptakan atmosfer ketakutan.

Bangunan kekuasaan tak bisa berdiri tanpa dukungan rakyat. Dan dukungan rakyat tak bisa dibeli dengan propaganda atau disinformasi. Keadilan dan transparansi jauh lebih berharga daripada sekadar ilusi stabilitas.

Penulis adalah seorang advokat, aktivis sosisl dan pemerhati politik

#KebebasanBerpendapat #DemokrasiDigital #TolakRepresi #PrabowoEffect #UURevisiTNI #HakRakyat #JanganBungkamKami


Berita Lainnya