Pemilu 2024

MK Diskualifikasi Caleg Golkar Mantan Napi

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
06 Juni 2024 21:00
MK Diskualifikasi Caleg Golkar Mantan Napi
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara Nomor 226-01-17-24/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi Erick Hendrawan Septian Putra, seorang calon legislatif (caleg) Partai Golkar dari Daerah Pemilihan (Dapil) Tarakan 1, karena belum memenuhi masa jeda lima tahun sejak bebas dari penjara ketika mendaftarkan diri sebagai caleg.

Putusan ini terkait perkara dengan Nomor 226-01-17-24/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024. Pihak pemohon dalam perkara ini adalah PPP, pihak termohon adalah KPU RI, dan pihak terkait adalah Partai Golkar. "Menyatakan diskualifikasi Erick Hendrawan Septian Putra sebagai calon anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Kota Tarakan 1," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis.

Dalam pertimbangan MK yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, ditemukan bahwa Erick belum melewati masa jeda lima tahun ketika mendaftarkan diri sebagai bakal calon anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1. Erick dinyatakan bebas pada tahun 2019.

Fakta tersebut ditemukan setelah MK mencermati kembali Putusan Pengadilan Negeri (PN) Samarinda Nomor 207/Pid.B/2019/PN Smr yang diputus pada 23 Mei 2019. "Masa jeda lima tahun (Erick) baru berakhir setelah bulan Mei 2024," ucap Enny.

Selain itu, MK menimbang bahwa caleg harus mempertahankan kelengkapan syarat lain saat mendaftar, termasuk secara jujur mengumumkan latar belakangnya sebagai mantan narapidana. Namun, saat penyerahan dokumen persyaratan anggota DPRD Kota Tarakan, Erick tidak menyerahkan dokumen berupa putusan PN Samarinda kepada KPU sebagai kelengkapan dokumen persyaratan pencalonan.

Atas pertimbangan tersebut, MK berpendapat Erick tidak memenuhi syarat sebagai caleg. "Sehingga kepadanya harus didiskualifikasi dari kontestasi pemilihan anggota DPRD Kota Tarakan 1 Dapil Tarakan 1," tegasnya. Dengan didiskualifikasinya Erick, lanjutnya, bukan berarti calon yang berada pada urutan setelahnya dapat menggantikan peringkat perolehan suaranya.

"Mengingat perolehan suara (yang menunjukkan dukungan pemilih) kepada Erick Hendrawan Septian Putra dalam pemilihan anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1, tersebar pada calon anggota legislatif yang lain," tambahnya. Untuk menghormati dan melindungi hak konstitusional pemilih, MK memerintahkan KPU Kota Tarakan untuk melaksanakan pemungutan suara ulang hanya untuk satu jenis surat suara, yaitu untuk DPRD Kabupaten/Kota dalam pemilihan anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1, dengan tidak mengikutsertakan Erick.

Putusan tersebut harus dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan dalam waktu paling lama 45 hari sejak putusan dibacakan, serta menetapkan perolehan suara hasil pemilihan ulang tersebut tanpa perlu melaporkan kepada Mahkamah. Adapun dalam permohonannya, PPP mendalilkan bahwa suara yang diperoleh Erick seharusnya dinyatakan tidak sah karena sejak awal pencalonannya dianggap tidak memenuhi syarat.

Oleh karena itu, dalam petitumnya, PPP meminta agar MK memerintahkan KPU untuk menetapkan pencalonan Erick tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota legislatif dan memerintahkan KPU menetapkan 2.335 suara yang didapatkan Erick sebagai suara tidak sah. (ant)
 
 


Berita Lainnya