Pemilu 2024
Mahfud MD Tegaskan MK Bisa Diskualifikasi Calon yang Curang dalam Pemilu
Putuskan yang Kalah Bisa Naik
JAKARTA - Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD menegaskan dirinya akan terus berjuang untuk demokrasi dan keadilan bangsa Indonesia. "Kami akan terus berjuang untuk demokrasi dan keadilan," kata Mahfud di Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Sabtu.
Menurutnya, jalan perjuangan untuk demokrasi dan keadilan bukan hanya lewat pemilu, karena pemilu hanya salah satu ekspresi dari demokrasi. Mahfud mengungkapkan pengalaman pribadinya saat tahun 2014 hingga 2016, di mana dirinya tidak menduduki jabatan publik. Namun, Mahfud tetap aktif berjuang dalam demokrasi dan penegakan hukum.
"Saya pernah tidak menduduki jabatan apa pun dari tahun 2014 sampai 2016, tetapi tetap aktif berjuang dalam demokrasi dan penegakan hukum," katanya. Mahfud menilai bahwa gerakan masyarakat sipil dan kampus adalah sumber gerakan demokrasi dan perubahan dari otoritarianisme menuju demokrasi.
"Sejarah menunjukkan bahwa jika demokrasi dicegah, maka demokrasi akan tetap muncul. Ini adalah sejarah kita dan sejarah dunia," tegas Mahfud. Mahfud juga mengklarifikasi pernyataannya bahwa pihak yang kalah selalu menuduh pemilu curang. Dia mengatakan bahwa tidak selalu pihak yang kalah dalam pemilu akan kalah dalam proses di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ketika saya menjadi ketua MK, MK pernah memutuskan untuk membatalkan hasil pemilu, baik dalam bentuk perintah pemilihan ulang maupun pembatalan penuh. Jadi, yang menang bisa saja diskualifikasi dan yang kalah bisa naik," kata Mahfud di Universitas Indonesia, Kampus Salemba, Jakarta Pusat, Jakarta, Sabtu.
Mahfud menyebutkan bahwa istilah pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) muncul sebagai vonis pengadilan di Indonesia pada tahun 2008. Saat itu, MK memutus sengketa Pilkada Jawa Timur antara Khofifah Indar Parawansa dengan Soekarwo.
TSM kemudian menjadi dasar vonis lainnya dan masuk secara resmi dalam hukum pemilu, menjadi yurisprudensi dan aturan dalam undang-undang (UU), peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), dan peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Banyak pemilihan umum dibatalkan, didiskualifikasi. Saya menangani ratusan kasus, banyak. Ada yang diulang, ada yang dihitung ulang, tergantung pada apakah hakimnya memiliki bukti atau tidak, atau apakah hakim berani atau tidak," ujar Mahfud.