Pemilu 2024
Keterbukaan Alutsista justru Penting untuk Gertak Musuh
Analis Intelijen Sorot Pengadaan Alutsista Tertutup
JAKARTA - Analis intelijen, pertahanan, dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro menyatakan dalam dunia pertahanan, keterbukaan data bukanlah hal yang tabu. Sebaliknya, keterbukaan dapat dijadikan sebagai strategi untuk memberikan tekanan psikologis kepada lawan.
"Dalam dunia pertahanan, keterbukaan data bukan hal yang tabu. Bahkan, transparansi dapat dijadikan strategi untuk menimbulkan efek deterrence kepada lawan," ujar Ngasiman dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta pada hari Senin.
Menurutnya, dengan membuka data pertahanan, negara lain atau yang dianggap sebagai lawan akan berpikir dua kali sebelum bertindak, terutama jika mengetahui senjata yang dimiliki oleh suatu negara. Bahkan, negara-negara adidaya yang memiliki senjata pemusnah massal, seperti nuklir, secara terbuka mengumumkan lokasi hulu ledak mereka.
"Lawan pasti berpikir dua kali jika mengetahui senjata apa yang kita miliki. Seperti negara pemilik nuklir, bahkan mengumumkan hulu ledak mereka," kata analis yang akrab disapa Simon.
Dari sudut pandang masyarakat, Simon menyatakan transparansi data pertahanan negara dapat meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah dan dapat mencegah korupsi. Dia merujuk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menyatakan bahwa semua informasi publik dinyatakan terbuka dan dapat diakses.
Namun, Simon menegaskan pengecualian informasi harus didasarkan pada analisis perlindungan kepentingan publik atau kepentingan nasional, sesuai dengan undang-undang. Dia juga menyoroti di negara demokratis seperti Indonesia, data pertahanan tidak dapat dianggap sebagai rahasia secara sembarangan, dan ada data tertentu yang harus disampaikan kepada masyarakat karena melibatkan kepentingan publik yang besar.
Dalam konteks permintaan pembukaan data pertahanan oleh calon presiden dalam debat capres III Pilpres 2024, Simon berpendapat hal tersebut tidak berlebihan dan tidak melanggar Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Menurutnya, lembaga-lembaga pemeringkat internasional dapat dengan mudah memperoleh data tersebut.
Simon menjelaskan data yang masuk dalam kategori rahasia mencakup informasi strategis, operasional, peperangan, penempatan senjata strategis, dan aspek teknis lainnya yang jika diketahui oleh musuh dapat memudahkan untuk melakukan penyerangan dan pelemahan.
"Keberanian calon presiden diuji dalam menerapkan undang-undang secara proporsional, dan kerahasiaan tidak boleh ditetapkan secara subjektif," tambahnya.(ant)