Nasional

Juru Bicara Istana Minta Maaf Terkait Diksi "Rakyat Jelata", Ini Penjelasannya

Mulyana — Satu Indonesia
06 Desember 2024 15:30
Juru Bicara Istana Minta Maaf Terkait Diksi "Rakyat Jelata", Ini Penjelasannya
Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Adita Irawati (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Adita Irawati, menyampaikan permohonan maaf atas penggunaan diksi "rakyat jelata" dalam pernyataannya terkait polemik yang melibatkan Utusan Khusus Presiden Miftah Maulana Habiburrahman. Diksi tersebut menuai kritik tajam dari publik setelah digunakan dalam penjelasan mengenai insiden penghinaan terhadap pedagang es teh, Sunhaji.

"Pernyataan yang saya sampaikan menggunakan diksi 'rakyat jelata' ternyata menimbulkan kontroversi. Saya memahami bahwa kata tersebut dianggap kurang tepat. Untuk itu, saya secara pribadi memohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan," ujar Adita melalui unggahan di Instagram resmi Kantor Komunikasi Kepresidenan, Kamis (5/12/2024).

Klarifikasi dan Penjelasan Adita
Adita menjelaskan bahwa penggunaan diksi tersebut tidak disengaja. Menurutnya, istilah "rakyat jelata" merujuk pada makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu "rakyat biasa," yang menurutnya berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia.

"Kejadian ini sangat mungkin terjadi karena adanya pergeseran makna dalam penggunaan kata di era sekarang. Saya tidak bermaksud merendahkan siapapun," tegas Adita.

Ia juga berjanji untuk lebih berhati-hati dalam memilih kata kedepannya. "Saya akan introspeksi diri dan memastikan kejadian serupa tidak terulang. Sekali lagi, saya mohon maaf atas ketidaknyamanan ini," tuturnya.

Reaksi Publik
Kontroversi ini memancing beragam reaksi di media sosial, dengan banyak netizen menilai penggunaan kata "rakyat jelata" mengandung konotasi yang merendahkan. Tagar seperti #RakyatJelata dan #JubirIstana pun ramai digunakan oleh warganet untuk mengkritisi pernyataan tersebut.

Sebagian pihak juga menyoroti pentingnya komunikasi pejabat negara agar lebih sensitif terhadap makna kata yang digunakan, mengingat dampaknya yang bisa meluas di era digital ini.

Diksi dan Etika Publik
Penggunaan istilah yang kurang tepat dalam komunikasi resmi semakin menjadi sorotan di tengah dinamika opini publik yang cepat berkembang. Permintaan maaf dari Adita menunjukkan kesadaran akan pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah melalui komunikasi yang inklusif dan menghormati seluruh lapisan masyarakat. (mul)


Berita Lainnya