Pemilu 2024
Jawab Ketua MK, Eddy Hiariej Akui sebagai Ahli Tak Ajukan Izin Kampus
JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menanyakan kepada ahli dari kubu Prabowo-Gibran, yakni Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada sekaligus mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej, mengenai surat izin kampus sebelum memulai pemaparannya dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis.
“Pak Eddy, ini Prof. Izin dari kampusnya belum ada, ya?” ucap Suhartoyo. Eddy mengaku bahwa ia tidak mengajukan izin kepada kampus untuk memberikan keterangan sebagai ahli dari kubu Prabowo-Gibran. “Kami tidak mengajukan izin, jadi memang langsung ke sini,” kata Eddy.
Suhartoyo menyatakan surat izin atau surat tugas dari kampus merupakan bagian dari kelengkapan formal untuk memberikan keterangan di MK, namun dia tetap mempersilakan Eddy menyampaikan paparannya. “Surat tugas kalau ingin … ya sudah, nanti keterangannya kami yang menilai karena ini bagian dari kelengkapan formal,” tutur Suhartoyo. Diketahui, Eddy Hiariej merupakan salah satu ahli yang dihadirkan oleh kubu Prabowo-Gibran di ruang sidang MK, Kamis, yang kehadirannya sempat mendapat keberatan dari kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Anggota tim hukum Timnas Anies-Muhaimin, Bambang Widjojanto (BW), merasa keberatan atas kehadiran Eddy karena KPK sudah menerbitkan surat penyidikan baru terhadap Eddy dalam perkara dugaan korupsi. BW bahkan keluar ruang sidang ketika Eddy naik mimbar. “Majelis, karena tadi saya merasa keberatan, saya izin untuk mengundurkan diri ketika rekan saya Prof. Hiariej akan memberikan penjelasan,” kata BW.
Kemudian, Eddy menyampaikan pembelaannya sebelum BW meninggalkan ruang sidang. Ia menyebut pernyataan BW tidak utuh. “Pada saat itu Ali Fikri, Juru Bicara KPK, mengatakan akan menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) umum dengan melihat perkembangan kasus,” kata dia. Selain itu, lanjut Eddy, status tersangkanya juga telah dibatalkan sebagaimana putusan pra-peradilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Jadi, saya berbeda dengan Saudara Bambang Widjojanto yang ketika ditetapkan sebagai tersangka, dia tidak men-challenge, tapi mengharapkan balas kasihannya Jaksa Agung untuk memberikan deponer,” kata Eddy. (ant)