Laporan Khusus
Ini Anak BUMN atau Anak Tuyul? Kok Terjerat Utang Miliaran dari Pinjol
JAKARTA - PT Bio Farma (Persero), sebagai induk dari Holding BUMN Farmasi, mengungkapkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait anak usahanya, PT Indofarma, Tbk, yaitu PT Indofarma Global Medika yang terjerat pinjaman online sebesar Rp1,26 miliar.
"Pinjaman melalui fintech sebesar Rp1,26 miliar," ujar Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Shadiq Akasya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI yang diadakan secara daring di Jakarta, Rabu. BPK menemukan pinjaman online tersebut bukan untuk kepentingan perusahaan dan berindikasi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp1,26 miliar.
Selain temuan mengenai pinjaman online, Shadiq Akasya juga mengungkapkan sejumlah temuan BPK lainnya terkait Indofarma dan anak usahanya, Indofarma Global Medika, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan investigasi yang telah diserahkan BPK kepada Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.
"Kami sampaikan juga untuk keterbukaan bahwa temuan BPK telah ada. Kami sampaikan untuk transaksi Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG) terdapat indikasi kerugian Indofarma Global Medika sebesar Rp157,3 miliar," katanya. Temuan lainnya meliputi indikasi kerugian di Indofarma Global Medika atas penempatan dan pencairan deposito beserta bunga senilai kurang lebih Rp35 miliar atas nama pribadi pada Kopnus. Selain itu, ada indikasi kerugian sebesar Rp38 miliar atas penggadaian deposito beserta bunga pada Bank Oke.
Selanjutnya, ada indikasi kerugian sebesar Rp18 miliar atas pengembalian uang muka dari MMU yang tidak masuk ke rekening Indofarma Global Medika, serta indikasi pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa dasar transaksi yang berindikasi kerugian sekitar Rp24 miliar.
Temuan lain termasuk kerja sama distribusi alat kesehatan (Alkes) TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan memadai yang berindikasi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp4,50 miliar atas pembayaran melebihi nilai invoice dan berpotensi merugikan sebesar Rp10,43 miliar atas stok TeleCTG yang tidak dapat terjual.
Selain itu, usaha masker tanpa perencanaan yang memadai berindikasi fraud dan berpotensi merugikan sebesar Rp2,67 miliar atas penurunan nilai persediaan masker serta berpotensi kerugian sebesar Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp13,11 miliar atas sisa persediaan masker.
Temuan BPK lainnya termasuk pembelian dan penjualan Rapid Test Panbio tanpa perencanaan yang memadai yang berindikasi fraud dan berpotensi merugikan sebesar Rp56,70 miliar atas piutang macet PT Promedik. Indofarma juga melaksanakan pembelian dan penjualan PCR Kit Covid-19 Tahun 2020/2021 tanpa perencanaan yang memadai berindikasi fraud dan berpotensi kerugian sebesar Rp5,98 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp9,17 miliar atas tidak terjualnya PCR Kit Covid-19 yang kedaluwarsa.
"Inilah yang disampaikan BPK, kami sampaikan kembali kepada bapak dan ibu sekalian," kata Shadiq Akasya.
Tindak Tegas
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menegaskan Kementerian BUMN akan menindak tegas pengurus PT Indofarma Tbk dan anak perusahaannya yang terlibat dalam penyimpangan berindikasi tindak pidana dalam pengelolaan keuangan perusahaan farmasi tersebut.
"Kita menghormati hukum dan kita akan tindak secara tegas pengurus yang bermasalah," kata Kartika Wirjoatmodjo, yang akrab disapa Tiko, saat ditemui media setelah pembukaan "BSI International Expo 2024" di JCC Senayan, Jakarta, Kamis. Tiko menjelaskan Kementerian BUMN akan mengambil pendekatan hukum terkait kasus ini. Hal ini sejalan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah diserahkan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk proses hukum lebih lanjut.
Temuan BPK tersebut diumumkan pada 20 Mei lalu. BPK telah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif terkait Pengelolaan Keuangan Indofarma dan anak perusahaannya serta instansi terkait lainnya untuk periode tahun 2020 hingga 2023 kepada Kejagung. BPK menemukan adanya penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan keuangan Indofarma dan anak perusahaannya, yang mengakibatkan indikasi kerugian negara sebesar Rp371,83 miliar.
Pemeriksaan ini merupakan inisiatif BPK berdasarkan pengembangan hasil pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2020 hingga Semester I Tahun 2023 pada PT Indofarma Tbk, anak perusahaan, dan instansi terkait. Pada Rabu (19/6) dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, PT Bio Farma (Persero) sebagai induk dari Holding BUMN Farmasi mengungkapkan bahwa PT Indofarma Global Medika, anak usaha PT Indofarma Tbk, terjerat pinjaman online (pinjol) sebesar Rp1,26 miliar.
Temuan BPK beberapa waktu lalu mengungkap bahwa pinjaman melalui fintech tersebut bukan untuk kepentingan perusahaan dan berindikasi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp1,26 miliar. Selain itu, Bio Farma juga mengungkapkan indikasi kerugian lainnya pada Indofarma Global Medika, seperti transaksi Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG) dengan indikasi kerugian sebesar Rp157,3 miliar, penempatan dan pencairan deposito beserta bunga senilai kurang lebih Rp35 miliar atas nama pribadi pada Kopnus, penggadaian deposito beserta bunga sebesar Rp38 miliar pada Bank Oke, dan beberapa indikasi kerugian lainnya. (ant)