Pemilu 2024

Eks Hakim MK Ini Terusik dengan Kekacauan Pemilu 2024

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
27 Mei 2024 18:00
Eks Hakim MK Ini Terusik dengan Kekacauan Pemilu 2024
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto berbicara sebagai ahli yang dihadirkan oleh PAN dalam sidang PHPU 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (27/5/2024).

JAKARTA - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto mengungkapkan hati nuraninya merasa terusik oleh kekacauan dalam penyelenggaraan pemilu sehingga ia hadir dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Legislatif 2024 sebagai ahli.

Pernyataan ini disampaikan dalam sidang pembuktian untuk perkara 92-01-12-12/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin. Dalam perkara ini, Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai pemohon dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak termohon. "Pada awalnya, ahli tidak berpotensi untuk menilai perkara konkret. Namun, berdasarkan informasi dari berbagai media tentang kekacauan penyelenggaraan pemilihan kali ini, nurani ahli sebagai mantan penyelenggara dan mantan pengadil terusik untuk memberikan pendapat," kata Aswanto yang hadir sebagai ahli untuk PAN.

PAN mendalilkan dugaan pengurangan suara bagi partainya dan penambahan suara untuk Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) oleh KPU untuk pengisian calon anggota DPR RI Dapil Jawa Barat 6. Aswanto menjelaskan penggelembungan dan pengurangan perolehan suara bagi partai atau calon anggota legislatif merupakan kejahatan pemilu.

"Penggelembungan dan pengurangan perolehan suara partai atau calon tertentu adalah modus yang dilakukan oleh oknum tertentu untuk memenangkan partai atau calon anggota legislatif tertentu," ujarnya. Menurut Aswanto, tindakan tersebut telah diatur dalam undang-undang sehingga ada hukuman bagi anggota penyelenggara pemilu yang mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi perhitungan perolehan suara.

Secara hukum, MK memiliki kewenangan untuk mengadili perkara terkait perselisihan hasil pemilu dan telah menerapkan semangat hukum progresif. Aswanto menilai hal ini tercermin dalam putusan-perputusan sebelumnya, termasuk dalam perkara terkait Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di mana MK mendiskualifikasi salah satu calon dan menetapkan pasangan calon lainnya sebagai pemenang.

"Tanggapan bahwa MK sebagai Mahkamah Kalkulator, saya rasa dapat digugurkan," tambahnya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil, tindakan yang tidak sesuai dengan asas pemilu harus ditindak tegas oleh lembaga peradilan agar tidak terulang pada pemilu yang akan datang.

"Pembiaran kejahatan pemilu dengan tidak menghukum pelakunya, seperti mengembalikan suara seperti sebelum ditambahkan, menggelembungkan, atau mengurangi suara, juga merupakan kejahatan," pungkasnya. Pada Senin, MK menggelar sidang lanjutan perkara PHPU 2024 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi/ahli, memeriksa, dan mengesahkan alat bukti tambahan. Sidang akan berlangsung hingga 3 Juni 2024 dengan menyelesaikan 106 perkara. (ant)
 
 


Berita Lainnya