Pemilu 2024
Dikatakan Tidak Kompeten di Film Dokumenter "Dirty Vote", Bawaslu Bilang Begini
JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Lolly Suhenty, menyatakan pihaknya mengucapkan terima kasih atas kritik yang disampaikan melalui film dokumenter "Dirty Vote".
"Terima kasih loh. Berarti kami dikritik. Nah, kritik itu bagi Bawaslu, hal yang memang harus kami dengar, ya, supaya meningkatkan kualitas kerja Bawaslu'," ujar Lolly di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, pada Senin. Lolly mengakui telah menyaksikan film dokumenter tersebut, terutama pada menit ke-57 ketika film membahas inkompetensi Bawaslu selama Pemilu 2024.
Dia menyoroti khususnya menit ke-57 dari film dokumenter tersebut. "Paling tidak kritik terhadap Bawaslu itu, menit ke-57. Menit ke-57 itu membuat saya berpikir, 'oh iya ya, berarti ada hal yang belum tersampaikan ke publik dengan baik, yang itu harusnya jelas di publik, tetapi ternyata tidak jelas di publik'. Itu menjadi sebuah autokritik untuk Bawaslu," ujarnya.
Oleh karena itu, dia menyatakan bahwa Bawaslu telah mengambil langkah taktis sebagai respons terhadap film dokumenter tersebut. "Maka apa langkah taktis yang kami lakukan? Saya langsung berkomunikasi dengan tim humas untuk memastikan supaya informasinya lebih masif tersampaikan'," tuturnya.
Walaupun demikian, dia mencoba menjelaskan bahwa terhadap kasus-kasus yang disebutkan dalam film dokumenter "Dirty Vote", seperti penanganan pembagian susu di hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) atau car free day (CFD) Jakarta, telah ditangani oleh Bawaslu berdasarkan regulasi yang ada.
"Secara kelembagaan, Bawaslu sudah menangani perkara ini, sehingga kami tentu siap untuk mempertanggungjawabkan langkah-langkah yang sudah dilakukan Bawaslu. Akan tetapi, penilaian tentu milik publik. Tidak ada Bawaslu yang membatasi pandangan publik, malah dipersilakan," ujarnya.
Film dokumenter "Dirty Vote" disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono. Dandhy menyatakan film itu merupakan bentuk edukasi untuk masyarakat yang akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024 pada tanggal 14 Februari 2024.
“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy.
Dia menjelaskan bahwa film tersebut dibuat dalam waktu sekitar 2 minggu, yang melibatkan 20 lembaga termasuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.
Dalam waktu sekitar 5 jam setelah diunggah di YouTube, film tersebut telah dilihat oleh 355.831 orang dan disukai oleh 51.294 pengguna YouTube. Hingga Senin pukul 23.15 WIB, film tersebut telah disaksikan sekitar 6,2 juta penonton. (ant)