Pemilu 2024

Demokrat Sebut Pemenang Pemilu 2024 Diduga karena Jual Beli Suara

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
25 Maret 2024 13:15
Demokrat Sebut Pemenang Pemilu 2024 Diduga karena Jual Beli Suara
Warga menunjukan tulisan penolakan politik uang saat Bawaslu On Car Free Day pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Minggu (28/1/2024).

JAKARTA - Fraksi Demokrat DKI mengkritik Pemilu 2024 sebagai pesta demokrasi yang dimenangkan oleh kekuatan kapital oligarki, dengan dugaan adanya politik jual beli suara. Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Taufik Hidayat atau Tope, menegaskan politik jual beli suara akan membuat rakyat tenggelam dalam pesta oligarki, yang ironisnya meniru praktik Orde Baru.

Tope menyatakan mereka yang tidak memiliki modal kapital yang besar dipastikan akan tersingkir, termasuk bagi mereka yang menolak menggadaikan diri pada para pemodal. Menurutnya, pada Pemilu 2024 ini, proses kaderisasi, artikulasi, dan agregasi dalam sistem politik tereliminasi karena dominasi variabel kapital.

Partai Demokrat selalu konsisten dalam membantu rakyat dari berbagai aspek, mulai dari kelahiran hingga kematiannya. Namun, Tope menyayangkan bahwa pada Pemilu 2024, beberapa warga malah memilih partai lain karena diberi imbalan sebesar Rp200 ribu per orang. Meskipun demikian, Tope menyatakan bahwa rakyat ikut menikmati politik jual beli sambil teriak-teriak untuk memerangi korupsi.

Tope juga mengucapkan terima kasih kepada warga Jakarta yang telah percaya dan memilih Partai Demokrat dalam Pemilu 2024, yang berjumlah 444.314 suara. Sementara itu, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyebut partainya mengalami anomali dalam Pemilu 2024, khususnya terkait tantangan politik uang yang masif. AHY mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kemampuan partainya untuk bersaing secara demokratis dalam menghadapi tantangan tersebut. (ant)
 
 
 
 
 


Berita Lainnya