Bisnis

Bukalapak Tutup Penjualan Produk Fisik: Investor Kian Terpuruk

Redaksi — Satu Indonesia
4 hours ago
Bukalapak Tutup Penjualan Produk Fisik: Investor Kian Terpuruk
Ilustrasi - Investasi merugi di Bukalapak.com (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Keputusan PT Bukalapak.com Tbk untuk menutup layanan penjualan produk fisik menambah daftar panjang penderitaan investor, baik ritel maupun institusi. Startup unicorn pertama Indonesia yang melantai di bursa pada 2021 ini kini hanya akan berfokus pada penjualan pulsa, paket data, token listrik, dan layanan pembayaran lainnya.

Langkah drastis ini diumumkan pada 9 Januari 2025, di tengah terus anjloknya kinerja perusahaan. Saat IPO pada Agustus 2021, kapitalisasi pasar Bukalapak mencapai Rp 109 triliun. Namun, pada pekan pertama Januari 2025, nilainya merosot tajam menjadi hanya Rp 12,7 triliun. Harga sahamnya pun terjun bebas dari Rp 850 per unit saat IPO menjadi hanya Rp 119.

Investor Terkecoh Janji Manis IPO
Saat IPO, Bukalapak digambarkan sebagai perusahaan dengan prospek cerah. Namun, kenyataannya, sejak awal perusahaan ini belum pernah mencatatkan laba. Pada 2019, kerugian Bukalapak mencapai Rp 2,79 triliun, dan pada 2020 kerugian sedikit menurun menjadi Rp 1,34 triliun.

Meski kinerja keuangannya buruk, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan dispensasi aturan untuk mendukung IPO Bukalapak. Dengan kebijakan ini, Bukalapak berhasil meraup dana publik hingga Rp 21,9 triliun. Langkah ini kemudian diikuti sejumlah unicorn lain yang memanfaatkan regulasi serupa.

Bisnis E-Commerce yang Kompetitif
Penutupan lini bisnis inti Bukalapak menimbulkan pertanyaan besar di tengah proyeksi positif industri e-commerce Indonesia. Menurut Kementerian Perdagangan, nilai transaksi e-commerce pada 2025 diprediksi tumbuh 7-8% dibandingkan tahun sebelumnya. Pengguna e-commerce pun terus meningkat, dengan jumlah mencapai 65,65 juta pada 2024.

Namun, persaingan di sektor ini sangat ketat. Riset Momentum Works menunjukkan bahwa Shopee menguasai 40% pangsa pasar e-commerce Indonesia, disusul Tokopedia dengan 30%. Pemain lain seperti Lazada dan Blibli juga terus bersaing.

Dalam konteks ini, keputusan Bukalapak untuk berfokus pada penjualan pulsa dan layanan pembayaran justru dinilai kurang strategis. Pasar untuk layanan tersebut sudah dipenuhi oleh aplikasi milik provider seluler dan platform mobile banking.

Perlindungan Investor Jadi Sorotan
Anjloknya nilai kapitalisasi pasar Bukalapak memicu desakan agar OJK memberikan perlindungan lebih bagi investor. Mereka merasa dirugikan karena membeli saham perusahaan yang dianggap hanya menjual mimpi.

Keputusan Bukalapak ini juga mencerminkan tantangan besar yang dihadapi startup dalam mempertahankan daya saing di pasar yang terus berkembang. Langkah perusahaan ini akan menjadi ujian besar bagi regulator dan investor untuk menilai keberlanjutan bisnis unicorn di Indonesia. (mul)

#Bukalapak #StartupIndonesia #ECommerce #IPOIndonesia #InvestorProtection #OJK #BEI


Berita Lainnya