Opini
Apa PKB Milik PBNU?
Oleh: Musni Umar*
JAKARTA - Pascaruntuhnya rezim Orde Baru pada 1998 yang dipimpin Presiden Soeharto, setidaknya ada dua pimpinan organisasi massa Islam terbesar di Indonesia yang mendirikan partai politik. Yaitu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (BPNU) Abdurrahman Wahid, mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Muhammad Amien Rais, Ketua Umum PP Muhammadiyah mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN).
Kedua tokoh tersebut kemudian berjaya dalam politik. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di awal reformasi menjadi presiden Republik Indonesia, sedang Muhammad Amien Rais alias MAR dipilih menjadi Ketua MPR RI.
Berakhir Masa Kejayaan
Kejayaan Gus Dur sebagai Presiden RI tidak begitu lama karena dilengserkan dari tahta kekuasaannya oleh MPR dengan isu Bulog Gate. Tidak begitu lama, kepemimpinannya di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga berakhir.
Estafet kepemimpinan di PKB, kemudian dipegang oleh Abdul Muhaimin Iskandar alias Gus Imin yang merupakan kader Gus Dur dan juga keponakannya.
Begitu pula Muhammad Amien Rais (MAR) yang merupakan pendiri dan mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) berakhir secara tragis dalam kongres PAN di Kendari. Adapun yang menjadi Ketua Umum PAN adalah besannya Zulkifli Hasan, yang juga dikader dan dibesarkan oleh MAR.
Mengapa Gus Dur dan MAR dilengserkan dari kedudukannya di PKB dan PAN? Saya menduga karena kedua tokoh itu beroposisi dan selalu mengkritik presiden yang sedang berkuasa. Sementara Cak Imin adalah tokoh politik yang sangat kooperatif dan kolaboratif dengan presiden. Satu-satunya langkah politik Cak Imin yang dianggap "membalelo" karena tidak terlebih dahulu meminta restu untuk menjadi calon wakil presiden dalam pemilu 2024.
Pansus untuk Lengserkan Cak Imin
Pansus PBNU terhadap PKB yang dianggap sudah melenceng, hanya dalih untuk melengserkan Cak Imin sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa.
Akan tetapi langkah tersebut bagaikan "mission impossible". Setidaknya ada lima alasannya. Pertama, PKB secara kesejarahan didirikan oleh Gus Dur, Ketua Umum PBNU dan para tokoh NU sebagai wadah berpolitik bagi warga NU. Akan tetapi PKB bukan milik PBNU. Sama juga PAN didirikan oleh MAR, Ketua Umum PP Muhammadiyah dan para tokoh saat itu sebagai wadah berpolitik bagi warga Muhammadiyah. Akan tetapi, PAN bukan milik PP Muhammadiyah, sehingga tidak bisa membentuk Pansus untuk melengserkan Ketua Umum PKB dan Ketua Umum PAN.
Kedua, PKB adalah organisasi politik (orpol) sedang PBNU adalah organisasi kemasyarakatan (ormas). Sama juga PAN adalah organisasi politik dan PP Muhammadiyah adalah organisasi kemasyarakatan (ormas).
Orpol dan Ormas adalah mandiri. Masing-masing mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagai pedoman dan pegangan. Untuk melengserkan Ketua Umum PKB dan mengganti pengurus harus melalui kongres atau musyawarah nasional (Munas) tidak bisa melalui Pansus PBNU
Ketiga, berdasarkan pengalaman dalam melengserkan Gus Dur dan MAR dengan menggunakan invisible hand dari kekuasaan, sebagai sosiolog yang menulis disertasi doktoral bertajuk "Demokrasi dan Islam di Kalangan Komunitas Miskin Studi Kasus di Solo", maka dalam kasus Cak Imin dan PKB, saya tidak melihat presiden terpilih akan menggunakan invisible hand untuk melengserkan Cak Imin dalam kongres atau Munas PKB. Hal itu karena Cak Imin adalah tokoh politik yang sangat kooperatif dan kolaboratif. Cak Imin dan PKB telah mendukung penuh Prabowo sebagai presiden terpilih dan Prabowo sudah melakukan silaturrahmi ke markas PKB.
Keempat, Cak Imin melakukan konsolidasi dan penguatan soliditas di kalangan pengurus dan anggota legislatif terpilih dengan melakukan Pelatihan Kepemimpinan Perubahan. Dia menggunakan momentum kesuksesan PKB dalam pemilu legislatif. Itu merupakan perolehan suara terbaik sepanjang sejarah PKB mengikuti pemilu legislatif, sehingga kekuatan internal PKB luar biasa solid.
Kelima, Cak Imin sudah melakukan regenerasi di kalangan pengurus PKB dari tingkat ranting sampai di DPP PKB. Rata-rata pengurus PKB adalah kaum muda. Kalau ingin digoyang kepemimpinan Cak Imin, tidak mudah. Hal tersebut karena sudah terjadi simbiosis mutualistik antara anggota legislatif terpilih dan para ketua dan sekretaris pengurus cabang PKB di kabupaten dan kota. Begitu pula serta ketua dan sekretaris PKB wilayah dengan Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar. Sehingga upaya menggeser Cak Imin sebagai ketua umum PKB dengan membentuk Pansus PKB tidak akan berhasil.
Solusi yang paling layak dan sebaiknya dilakukan bukan menggusur Cak Imin atau saling meniadakan satu dengan yang lain. Tetapi PB NU dan PKB berdamai dan bersinergi. Duduk sama rendah. Berdiri sama tinggi untuk melakukan pemberdayaan dan pemajuan warga NU pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya yang masih sangat banyak yang miskin. Banyak yang masih kurang pendidikan dan serba kekurangan dalam segala hal. (*Sosiolog dan Juru Bicara Alumni Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an (PTIQ) Jakarta)