Opini

Antisipasi Tragedi Tol Japek KM 58, Terapkan Petuah Orang Tua

Mulyana — Satu Indonesia
09 April 2024 16:49
Antisipasi Tragedi Tol Japek KM 58, Terapkan Petuah Orang Tua
Kecelakaan di Tol Japek Km 58

JAKARTA – Tabrakan beruntun di jalur contraflow KM 58  Tol Jakarta-Cikampek (Japek), Karawang Timur, Jawa Barat, pada Senin (8/4/2024) membuat miris semua pihak. Kecelakaan maut itu melibatkan tiga kendaraan, yaitu Daihatsu Gran Max, Daihatsu Terios, dan bus Prima Jasa. Dua belas nyawa manusia di dalam mobil Gran Max seketika melayang setelah hancur dan terbakar akibat tabrakan.

Pihak Polri menyatakan kecelakaan maut itu dipicu dari mobil Gran Max berkecepatan tinggi di jalur contraflow lalu oleng ke kanan dan langsung ”disambut” oleh dua kendaraan lain dari lawan arah. Tapi sah juga jika ada orang yang menilai tragedi mudik Lebaran 2024 itu disumbang dari penerapan kebijakan contraflow dari Polri itu sendiri.

Namun terlepas dari itu, sungguh tragedi tersebut mengingatkan betapa pentingnya menjalankan petuah klasik yang sangat terkenal di tanah air ini. Petuah itu adalah ”biar lambat yang penting selamat.” Itulah pesan penting dari para orang tua sejak dulu. Pesan tersebut memiliki arti agar mengutamakan keselamatan daripada kecepatan dan kelalaian.

Bukan berarti kita harus bergerak seba lambat. Tapi, itu peribahasa yang memiliki makna kehati-hatian, sehingga memerlukan waktu ekstra demi menghindari kecelakaan atau kesalahan. Keselamatan itu dibangun bukan berdasarkan dari kelalaian dan kecerobohan kita, meski memang ada faktor takdir yang mengatur di baliknya.

Mudik merupakan tradisi yang kami rangkum dari berbagai sumber bahwa kata mudik berasal dari akronim bahasa Jawa yaitu ”mulih disik” (pulang sebentar). Ada juga yang menyatakan berasal dari bahasa Melayu atau Betawi yaitu ”mudik” akronim dari ”menuju udik” yang artinya menuju kampung atau pulang kampung. Namun yang pasti mudik sudah menjadi tradisi bagi para perantau yang bertujuan merajut silaturahmi baik kepada sanak saudara, tetangga, dan teman dari para perantau.  

Ada satu permasalahan klasik yang tak kunjung selesai di mana seharusnya negara menjamin keselamatan warga negaranya di mana saja. Ini bukan berarti negara tidak berbuat apa-apa, karena saya yakin sudah ada upaya karena ada penurunan angka kecelakaan lalu lintas selama periode mudik. Jika digambarkan periode mudik adalah H-7 sampai H+7 maka ada rentang waktu 14 hari saja. Namun dapat kita lihat data kecelakaan tiap tahun yang memiliki kecenderungan menurun jika dilihat dari statistik yang bersumber dari Direktorat Lalu Lintas Polri.

Kita bandingkan saja angka mudik Lebaran 2022 sebanyak 4.333 kasus, dengan jumlah korban meninggal dunia 745 orang, korban luka berat 580 orang, dan korban luka ringan 5.608 orang. Sedangkan pada 2023 terjadi 3.561 kecelakaan, dengan korban meninggal dunia 534 orang, korban luka berat 444 orang, dan korban luka ringan 4.938 orang.

Ingatlah bahwa tulisan ini bukan membahas angka dan data tapi nyawa manusia yang harus dilindungi. Karena, sesuai dengan pembukaan UUD 45 bahwa ¨melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia adalah kewajiban penyelenggara negara. Ekosistem antara rakyat dan para pemangku jabatan di pemerintahan sudah terbentuk yang seharusnya dapat membuat target zero death  yang harus diupayakan serius.

Jangan juga menuntut bahwa upaya ”menge-nol-kan” angka kematian dalam berlalu lintas hanyalah tugas pemerintah dan aparatnya. Masyarakat juga harus menjadi bagian dari keselamatan, keamanan dan ketertiban dalam berkendara. Harus ada simbiosis yang terorganisir baik dari tingkat edukasi maupun sampai tingkat implementasi antara pemerintah dan masyarakat. Sejak ada program mudik gratis yang diadakan oleh pemerintah, BUMN maupun instansi swasta yang bekerja sama dengan pemerintah sudah menjadi andil berkurangnya kecelakaan lalu lintas.

Jangan sampai akhirnya terjadi aksi koboi jalanan maupun vigilante (penindak hukum dari sipil) yang main hakim sendiri. Jangan juga menyalahkan masyarakat bertindak sebagai vigilante di jalanan. Masyarakat bertindak karena ada gap atau kekosongan dalam penindakan yang walaupun dalam hukum tidak dikenal istilah vigilante karena pasti akan terjadi benturan antar masyarakat.

Pada akhirnya semua harus sadar bahwa kepentingan keselamatan dalam berkendara harus datang dari dua arah yaitu baik dari aparatur pemerintah yang ditunjuk maupun dari kesadaran masyarakat bahwa pentingnya menjaga keselamatan, keamanan dan ketertiban berkendara adalah tanggung jawab kita semua.

Harus ada kerja sama antara masyarakat dengan aparat agar permasalahan dapat dirunut secara holistik dan dapat mengedukasi masyarakat secara komprehensif dan merata. Masyarakat dan negara harus sepakat bahwa zero death  adalah target yang harus dicapai dan menjadi kampanye bersama bahwa siapa pun yang meregang nyawa di jalan karena kelalaian, kecerobohan dan pelanggaran aturan adalah musuh bersama dan bisa ditindak secara adil tanpa pandang bulu.

Selamat mudik semoga para pemudik bisa bersilaturahmi bersama keluarga di kampung halaman sehingga kembali ke rumah pun dalam kondisi aman, selamat dan sehat. Pastikan keamanan dan keselamatan kendaraan sudah terpenuhi baik para pengguna kendaraan pribadi maupun para penyedia jasa angkutan umum. Ketertiban dan taat aturan selama di perjalanan adalah tanggung jawab bersama. Ingatlah bahwa satu nyawa manusia harus dijaga tanpa harus menjadi hilang hanya karena lalai, ceroboh dan tidak tertib. (mul)


Berita Lainnya