Metropolitan

Tak Lagi Ibu Kota, Benini Nasib Penerimaan Pajak di Jakarta

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
21 Agustus 2024 11:00
Tak Lagi Ibu Kota, Benini Nasib Penerimaan Pajak di Jakarta
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat Farid Bachtiar saat ditemui di Jakarta pada Selasa (20/8/2024).

JAKARTA - Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat, Farid Bachtiar, menyatakan keyakinannya iklim perpajakan di Jakarta akan tetap stabil meskipun kota ini nantinya tidak lagi menjadi ibu kota negara.

Farid menjelaskan Jakarta memiliki fasilitas dan infrastruktur yang sangat mendukung bagi para pengusaha untuk menjalankan bisnis mereka. "Dengan fasilitas serta sarana-prasarana yang sudah mapan di Jakarta, para pengusaha mungkin akan tetap memilih untuk berkumpul dan menjalankan bisnis di sini. Ada pelabuhan, pengiriman barang cepat, dan banyak faktor lain yang mendukung," katanya di Jakarta, Selasa.

Farid juga meyakini bahwa Jakarta akan tetap menjadi pusat ekonomi Indonesia, terutama karena pendapatan pajak di Jakarta tetap stabil. Khususnya di Jakarta Barat, sektor perdagangan menjadi penyumbang terbesar dengan pendapatan pajak sebesar Rp17,99 triliun atau 49,59 persen.

Selain itu, peredaran uang di Jakarta yang mencapai sekitar 70 persen dari peredaran uang nasional menjadi alasan kuat bahwa iklim perpajakan di Jakarta akan tetap sehat. "Saya pribadi yakin Jakarta tidak akan langsung jatuh setelah bukan lagi ibu kota. Bahkan, Jakarta mungkin akan tetap menjadi kota perdagangan dan pusat pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya.

Hal ini juga didukung oleh penerimaan pajak Jakarta di luar Kantor Pelayanan Pajak Besar (Large Tax Office/LTO), yang mencapai 35-40 persen dari penerimaan pajak nasional. Farid menambahkan, "Penerimaan pajak di Jakarta, khususnya di Jakarta Barat, di luar yang khusus untuk LTO, mencapai sekitar 35 hingga 40 persen dari total penerimaan pajak nasional."

Pada 31 Juli 2024, Kanwil DJP Jakarta Barat mencatat penerimaan bruto sebesar Rp41,12 triliun dan penerimaan neto sebesar Rp36,29 triliun, yang merupakan 55,98 persen dari target APBN sebesar Rp64,83 triliun. Capaian ini menunjukkan pertumbuhan 3,33 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Secara nasional, hingga 30 Juni 2024, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.240,13 triliun bruto dan Rp1.045,32 triliun neto, atau 52,56 persen dari target APBN sebesar Rp1.988,88 triliun.

Farid menjelaskan bahwa penerimaan pajak di Jakarta Barat pada Semester I tahun 2024 didominasi oleh Pajak Penghasilan sebesar Rp17,53 triliun, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebesar Rp18,73 triliun, serta pajak lainnya.

Empat sektor usaha di Jakarta Barat yang memberikan kontribusi terbesar, mencapai 75,96 persen dari total penerimaan, adalah sektor perdagangan sebesar Rp17,99 triliun (49,59 persen), sektor industri pengolahan sebesar Rp5,62 triliun (15,50 persen), sektor pengangkutan dan pergudangan sebesar Rp2,15 triliun (5,94 persen), dan sektor konstruksi sebesar Rp1,79 triliun (4,94 persen).

Dari sisi kepatuhan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), hingga 30 Juli 2024, Kanwil DJP Jakarta Barat telah mencapai 84,35 persen, dengan menerima 347.998 SPT Tahunan dari target 412.582 SPT.

Farid juga menyatakan optimismenya terhadap pencapaian target 2024. Ia percaya bahwa para pengusaha dan wajib pajak di Jakarta Barat memiliki optimisme yang sama, yang pada akhirnya akan mendukung penerimaan pajak melebihi 100 persen dari target.

"Jumlah wajib pajak di Jakarta Barat dan jumlah wajib pajak yang membayar pajak tahun ini mengalami peningkatan, sehingga diharapkan akan berdampak positif pada pencapaian penerimaan tahun ini," tutup Farid. (ant)


Berita Lainnya